---
I overlove, overfeel, and overthink.
---Kimberly
Ada yang gak beres sama suami gue.
Terakhir kali dia gak fokus gini tuh waktu lagi nyiapin akreditasi rumah sakit yang diselenggarkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Banyak pikiran dikit aja, muka Johan pasti keliatan bete. Tapi yang sekarang bukan cuma bete, gue bisa ngeliat kekhawatiran dan kecemasan yang berlebihan hanya dari matanya saja.
Yang bikin prasangka gue makin negatif itu ketika Johan meminta gue untuk mengatakan sesuatu yang menurut gue gak perlu lagi ditegaskan. Di situ perasaan gue bener-bener dibuat campur aduk sama dia. Gue gak bisa berhenti bertanya-tanya di dalam hati. Dia kenapa? Apa yang salah? Sayangnya, gue gak bisa bertanya langsung kepadanya karena takut akan semakin memperburuk suasana hatinya.
"Tadi kayaknya anak baru ya yang turun bareng kamu di bus?" Setelah menidurkan anak-anak, gue dan Johan duduk bersama di sofa ruang tengah sambil menikmati dua gelas seduhan earl grey tea kesukaan kita. Tiap hari, kita selalu menyempatkan waktu untuk sekedar berbagi cerita sebagai cara memelihara keharmonisan.
Gue menganggukkan kepala, "Iya, dia kepala klinik yang baru. Tadinya dokter pendidik klinis di RSUP Hasan Sadikin, di masuk karena inpassing."
"Inpassing tuh apa, Yang?"
"Inpassing tuh ... gini, Yang, kalo kementerian atau instansi butuh pejabat fungsional kayak kepala klinik gini, mereka bisa ngangkat PNS buat menuhin posisi itu. Nah, kebetulan dokter pendidik klinis itu kan emang PNS semua ya statusnya. Jadi dia bisa dipilih atau ikut seleksi buat nempatin posisi yang dibutuhin."
Penjelasan gue membuat Johan mengangguk paham, "Oh, gitu. Spesialis dong?"
"Iya, emergency medicine, kayak Bos kamu tuh." Maksud gue, Dokter Khrisna.
"Udah nikah?"
Kedua bahu gue naik ke atas, "Enggak tau, gak pernah ngobrolin itu. Orang dia baru masuk dua mingguan, masih adaptasi lah kita. Tapi sih kayaknya udah."
"Iya, mukanya udah om-om." Suka gak nyadar diri kalo lagi ngejek orang. Tapi Johan belum keliatan setua itu sih, ngaku belum nikah juga orang-orang pasti pada percaya. "Besok masuk?" Tanyanya.
"Masuk lah, gaji buta dong kalo libur. Kenapa?"
"Nanya aja, siapa tau dikasih istirahat karena abis gathering." Kemudian, Johan meneguk tehnya. Sekeras apa pun gue menepis perasaan aneh ini, gue tetep punya firasat kalo Johan sengaja nyembunyiin sesuatu dari gue. Tapi apa? Haruskah gue bertanya kepadanya?
"Han," di depan anak-anak, gue memanggilnya 'Papa', kadang manggil Sayang juga tapi gak pernah manggil namanya langsung seperti barusan. Alasannya? Kalla suka ikut-ikutan manggil Papanya 'Johan'.
"Kenapa, Sayang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SENYAWA
FanfictionAdaptasi telah berhasil membuat kita bersenyawa. Katanya, kita adalah senyawa yang amat begitu sempurna. Kita pernah bilang, 'sempurna gak akan punya makna kalo gak ada kamu di sana'. Tapi, siapa? Siapa yang sebenarnya jadi si Sempurna itu? Siapa...