"Semesta, jika hadirnya membawa petaka. Maka biarlah senja membawanya pergi bersama"°°°
Rintik hujan jatuh membasahi tanah yang tak pernah ia benci, bersamaan dengan gemuruh yang bersorak.
Aidan duduk termenung, menatap nanar jendela yang gordennya terbuka menampilkan gelapnya malam dengan diselimuti kesedihan sang semesta
Jam di dinding menunjukkan pukul 11 malam, sejak kepulangannya dari sekolah, ia sama sekali tak melihat Afano. Apakah pria itu marah padanya, tapi untuk apa juga. Pagi tadi bukan kali pertama Aidan terlambat, ia sering terlambat karena harus berjalan jauh dari rumah ke sekolah.
"Apa aku kerja aja ya? Uangnya lumayan buat makan" gumamnya sendiri
Semenjak kepergian kedua orangtuanya, dan sang paman yang meninggal dunia sejak mereka duduk di bangku SMP, ia dan sang kembaran harus menghemat pengeluaran. Mengingat, mereka hanya remaja baru tumbuh yang harus di paksa dewasa oleh keadaan
Sejak saat itu, Afano mulai berubah. Sering keluar malam, merokok, balap liar, bahkan bertindak kasar terhadap dirinya.
Aidan tak menyalahkan afano, karena setiap deret kata yang terlontar tentang 'Lo yang bunuh ayah sama bunda' . Maka ia tak dapat mengelak.
Dulu Aidan sangat gembul, pipinya besar, bahkan gizinya terpenuhi sangat baik. Ditinggal sang paman dampaknya sangat buruk, yang semula makan bisa sampai 5 kali dalam sehari, kini Aidan hanya bisa meminum air putih setiap hari sampai perutnya kembung .
Suara kunci terputar terdengar di rungunya, mampu membuyarkan lamunannya. Ia dapat melihat Afano masuk dengan raut wajahnya yang terlihat marah, bau asap rokok mulai masuk ke indra penciumannya
"Kamu ngerokok lagi?" Aidan menutup hidungnya, nafasnya sedikit sesak ketika afano mendekatinya
Pemuda yang masih menggunakan seragam sekolah itu mengacuhkan pertanyaan dari sang adik. Ia tanpa berucap, mencengkram bahu Aidan hingga sang empu meringis kesakitan
Tubuh Kurus Aidan ia hempaskan, bertubrukan dengan dinding di belakang Aidan. Netranya menajam, menarik surai Aidan dan membenturkan kepalanya di lantai
"Lo ngasih tau mahen kalau lo kembaran gue?"
Aidan tak mengerti, ia meremat pergelangan kaki Afano "aku ga kenal mahen"
Bunyi gertakan dari gigi Afano membuat Aidan ketakutan, pemuda yang lebih tua 7 menit darinya itu tak segan-segan menginjak kedua tangannya
"Berani ngejawab."
Aidan menggeleng, ia menahan tangisnya dengan menggigit pipi bagian dalamnya. Afano tidak suka melihat Aidan menangis, maka Aidan akan menahannya. Jika ia ingin selamat untuk malam ini
"Sakit?"
Aidan menunduk takut, ia tak punya tenaga lebih untuk memberontak.
"Kalau ditanya jawab. Lo punya mulut" dagunya di cengkram, kuku Afano yang panjang berhasil menggores kulit Aidan
"S-sakit" runtuh sudah pertahanannya, ia menatap sendu Afano yang tertawa
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Dari Adek | Jeno Haechan [ Tahap Revisi ]
FanfictionHubungan saudara itu seperti jalanan kadang mulus kadang juga menikung tajam, bahkan ada banyak lika-likunya. Pada dasarnya hubungan persaudaraan memang tak selamanya akur, sesekali pasti ada yang diributi apa lagi anak kembar. Lalu bagaimana denga...