A/N
Hai, semua! Aku nggak tahu apa masih ada yang baca cerita ini atau engga. Hehe. Maaf maaf banget lama upload nya. Lagi hectic banget sama tugas kuliah, rapat organisasi, dsb dsb. Belum sempat nyentuh laptop untuk keperluan diluar tugas :( anyway, aku mau berterima kasih sama kalian semua yang udah mau baca. Ceritaku masih abal banget, aku tahu. Ditunggu kritik dan sarannya. Timaaci sekali lagi :3
Luv,
Naira.
***
Sudah dua minggu berlalu sejak kali terakhir aku dan Ardi bertemu. Selama ini kami hanya berkomunikasi lewat LINE atau telepon sekali-dua kali. Ditambah lagi dengan berakhirnya masa kuliah untuk semester ini, dan masuk ke minggu tenang sebelum UAS diadakan, semakin sedikit pula kemungkinanku untuk bertemu dengan Ardi. Tapi entah kenapa, meskipun aku sangat merindukannya, Ardi selalu berhasil menenangkanku lewat lagu-lagu yang dinyanyikan dan dikirimnya melalui voice note. Dan selalu, aku luluh.
Pikiranku kemudian melayang ke kencan terakhir kami, dua minggu yang lalu, di cafe langgananku yang terletak tidak jauh dari rumah. Semua berjalan lancar. Aku menghabiskan secangkir cappuccino hangat, segelas mocca latte dingin, dan sepotong strawberry shortcake ukuran sedang. Dan Ardi bertahan hanya dengan segelas grean tea hangat dan roti bakar keju. Kami datang ke cafe pukul dua lebih, dan pulang ketika matahari mulai kembali ke peraduannya. Cukup lama untuk saling mengenal satu sama lain. Cukup lama untuk membuatku semakin terpesona dengan tatapan matanya yang tajam namun hangat. Tapi terasa sebentar, karena begitu mobilnya menghilang dari jarak pandangku, aku mulai merindukannya.
Eva pernah bertanya padaku, "Emangnya nggak kecepetan, kalau kalian tiba-tiba jadian? Kalian kan baru dekat sekitar sebulan."
Pertanyaan Eva sering menganggu tidurku yang seharusnya nyenyak. Aku memang belum berpikir jauh sampai tahap jadian, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa aku senang dengan kehadiran Ardi disisiku.
Seperti malam ini, lagi-lagi pertanyaan Eva terngiang-ngiang. Aku sudah berguling kanan-kiri untuk mencari posisi yang pas agar aku bisa segera terlelap, tapi tetap tidak bisa. Sampai akhirnya suara bel berdenting beberapa kali terdengar dari ponselku.
Ardi Dharmawan: Nina
Ardi Dharmawan: Udah tidur?
Ardi Dharmawan: Atau masih mikirin aku?
Karenina J. Oetama: Hi, Ardi. Blm bisa tidur. Lg mikirin km soalnya. Hahaha
Aku menunggu beberapa saat, tapi tidak ada balasan dari Ardi. Menghela napas, akhirnya aku memutuskan untuk meletakkan ponselku di nakas dan mencoba untuk tidur. Lagi. Tapi belum juga tanganku mencapai nakas, ponsel digenggamanku mulai menyanyikan lagu Maps dari Maroon 5. Nama Ardi tertera di caller id.
"Hey," sapaku.
"Hey, Nina. Kok belum tidur sih? Besok hari pertama UAS, loh," sahutnya di seberang sana.
"Kan tadi aku udah bilang, aku lagi mikirin kamu. Hahahaha."
Suara tawanya yang renyah terdengar ditelingaku. "Mau aku nyanyiin sesuatu biar kamu bisa langsung tidur?"
Aku mengangguk. Sadar bahwa Ardi tidak bisa melihatnya, akhirnya aku menjawab, "Boleh."
Terdengar suara ponsel Ardi yang diletakkan, langkah kaki yang menjauh, setelah hening beberapa saat, ada bunyi kursi yang ditarik. "Still there?"
"Yup."
Tanpa berkata apa-apa lagi, Ardi mulai memetik gitarnya.
Look at the stars
KAMU SEDANG MEMBACA
(Not) The Only One
RomanceTolong, jangan mengajakku terbang tinggi, kalau menggenggam tanganku pun kamu masih ragu. Kamu mungkin peduli, tapi aku tahu, aku tidak pernah menjadi prioritasmu nomor satu. Karena aku tahu, selain namaku, kamu juga masih menyimpan namanya disudut...