CH.3

184 9 0
                                    

Arsenio mengadahkan kepalanya keatas, menatap langit-langit ruang tamunya. Sepertinya ia perlu mengatur suasana hatinya sejenak yang kian penuh keterkejutan karena Ara.

Apakah keputusan dia menculik Ara itu salah? Pasalnya Ara mempunyai riwayat jelek mengenai dirinya yang pernah di tawan xLiar. Jika kini Ara berada di tangannya apakah grup aliansi itu akan ikut memperebutkan Ara? Jika saja iya, maka celakalah sudah anggotanya.

Bukannya tidak kuat melawan, hanya saja ia merasa belum seimbang. Anggota Arsen kini baru 41 orang. Sedangkan xLiar di buat setahun lebih dulu sebelum dia. Jadi pasti jumlah anggota mereka tidak imbang.

Arsen mengatur kembali suasana hati nya, kini ia kembali menatap gadis itu.
Ara sendiri sekarang sedang merebahkan kepalanya di meja sambil memainkan jarinya tidak jelas.

Ia bosan! Sangat bosan! Tidak ada yang bisa ia lakukan disini. Arsen benar-benar tidak membiarkannya berbuat apa pun. Jadi kini ia hanya memutar mutar telunjuk nya di meja seperti orang gila. Setidaknya biarkan Ara menonton tv. Tapi ini tidak sama sekali.

"Bang Arsen~ Ara boleh di pulangin gak?" Pinta gadis itu meracau tidak jelas.

"Kalo gw pulangin lo ngapain juga gw harus repot-repot nyulik lo..." Arsen benar. Yahh lagi pula mana ada penculik yang berbaik hati memulangkan buruannya begitu saja?! Setidaknya Ara mencoba meminta tidak ada salahnya bukan?

"Yaudah deh kalo gitu Ara mau mandi dong bang..." pinta Ara kembali. Kini ia mengangkat kepalanya menatap manik mata Arsen.

"Trus kenapa ngadu ke gw? Mau di mandi in?" Sarkas Arsen

"Ihh~ gaboleh tau bang..., kalo kata bang Sean itu belom muhrimnya" tutur Ara seperti anak kecil. Bahkan ia pun memperlihatkan postur menahan kedua tangannya di dada. Padahal ia sendiri bercelana pendek...

"Ara tu mau mandi. Jadi Ara butuh baju." Sambung Ara kembali. Lagian gimana ia bisa mandi jika tidak ada baju ganti? Ara tidak salah bukan?!

Arsen pusing! Baru kali ini pria itu dibuat pusing dengan seorang gadis. Ketololan gadis di depannya ini tidak ada obat! Segera saja Arsen menarik pergelangan tangan Ara.

Langkah kaki mungil Ara mengiringi langkah lebar pria itu. Arsen membawa Ara kembali ke kamarnya. Sambil membongkar lemari pakaiannya, Arsen menyerahkan kemeja putih dan juga celana boxer kepada Ara.

"Trus celana dalemnya mana bang Arsen?" Pinta Ara dengan polosnya menerima apa yang diserahkan Arsen

"GAUSAH PAKE CELANA" Arsen berteriak segera membanting pintu keluar meninggalkan Ara sendirian.

Seperti mengurus seorang bayi besar. Itulah yang kini dirasakan Arsen. Seumur umur baru pertama kali ini Arsen berhadapan gadis seperti Ara. Bahkan para mantannya saja tidak se memusingkan itu. Tapi Ara beda!

Pantas saja Ara selalu menjadi incaran musuh Sean. Memang dasarnya gadis itu sangat lugu. Padahal umurnya sudah 17 tahun dan duduk di bangku SMA. Tapi itu tidak membuat pola pikirnya yang kekanak kanakan berubah.

Selama seharian ini Arsen duduk di balkon luar. Menampakan pemandangan gedung pencakar langit dan juga padatnya jalan raya. Waktu sudah menunjukan pukul 6 sore, hal itu adalah waktu yang sempurna bagi Arsen memandangi matahari yang baru terbenam sambil sesekali menyesap rokok.

Ketenangan surgawi. Imbuhnya

Namun selama seharian ini juga lah Arsen tidak melihat Ara. Entahlah apa yang terjadi dengan gadis itu di kamarnya.., ia tidak mau dibuat pening memikirkan hal tersebut. Terakhir ia melihat ketika pagi tadi saja meninggalkan Ara yang mau mandi.

Arsen akui.., Ara itu manis. Tipikal cewek yang pasti banyak menjadi gambaran tipe ideal para pria. Tapi tidak dengan otak gadis itu! Jika saja Arsen sedikit lebih brengsek, mungkin Ara akan dia lecehkan. Pasalnya keluguan gadis itu murni dari rahim.

Tapi Arsen tidak seperti itu! Kenakalan nya cukup membuat onar saja. Bukan berarti Arsen tidak punya nafsu. Tentu saja punya! Yahh..., sesekali tidak masalah melakukan ONS. Namun tidak jika mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Lagi pula Arsen cukup percaya diri dengan tampangnya. Kenapa tidak?! Papa Arsen murni keturunan jepang, sedangkan mama nya asli indonesia. Di jaman sekarang cowo blasteran itu pasti gampang laku. Hanya saja Arsen tidak menargetkan seorang wanita, melainkan kekuasaan.

Padahal Arsen sendiri popular di lingkungannya, tapi ia lebih bersikap cuek.

Secara tiba-tiba di otaknya terbesit Ara. Entah kenapa hal itu membuat di pikirannya menjanggal. Bukannya apa-apa, terakhir ia mengingat Ara hanya memakan bubur dan setelah itu sampai kini gadis itu tidak keluar dari kamar sama sekali. Padahal Arsen tidak mengunci pintu kamar.

Sebenarnya bagus sih jika gadis itu diam, cuma ia merasa ada yang aneh. Tidak mungkin gadis itu mati bukan? Tidak! Arsen masih membutuhkan Ara untuk rencananya. Jadi ia tidak bisa membiarkan Ara terjadi apa-apa.

Dengan langkah lebar Arsen memasuki kamar tersebut. Gelap! Ara tidak menyalakan lampu sama sekali. Arsen sendiri menangkap Ara yang berlindung di bawah selimut.

"Woy" toel Arsen memastikan gadis ini masih bernapas.

"Hmm" hanya itu balasan Ara

"Lo sakit?" Tanya Arsen mulai curiga. Entah gadis ini sakit atau memang marah? Tapi kenapa? Apa gara-gara ia meneriaki gadis ini tadi? Atau ia membatasi makan nya?

"Enggak" lagi, Ara menjawab seadanya

"Bangun sekarang, waktunya makan" well.., setidaknya Arsen harus memberi makan tawanan bukan?

"Ara gak laper" tolaknya yang semakin membenamkan diri dalam selimut.

Wahh..., ada yang gak beres~ serdik Arsen. Langsung saja Arsen kini menarik selimut itu, tapi segera Ara tahan.
Terjadilah kini adegan tarik menarik selimut.

"Lo lepas gak" Arsen menegaskan

"Gamau" sekuat tenaga Ara mengerahkan tenaganya, tapi karena Arsen yang notabenya seorang pria jadi dia lah yang memenangkan nya.

Dengan bangga Arsen membuang selimut yang di dapatnya. Kini mata Arsen menatap Ara yang di ranjang tidak percaya. Ara berdarah! Yaa kini ranjang yang gadis itu tiduri sudah penuh dengan bercak darah segar.

"Lo kok berdarah? Lo abis ngapain?" Oke Arsen akui! Ia sedikit panik. Masalahnya ia masih membutuhkan Ara, sampai masalahnya dengan Sean berakhir.

"Ara halangan" cicit Ara malu menatap Arsen. Ketika sedang di ketinggian lalu di hempaskan, itu lah yang di alami Arsen kini. Kepanikan nya ternyata sia-sia saja. Pantas saja Ara mendekam di kamar seharian.

"Trus kenapa bisa nembus begitu?" Arsen mulai memijit pelipisnya menahan pening akibat Ara.

"Ara mana tau kalo hari ini halangan"

"Gw gamau tau, lo bersihin tuh kasur" Ara hanya cemberut. Yahh..., lagi pula ini memang salahnya, jadi tidak salah harus ia yang turun tangan.

"Tapi Ara boleh minta sesuatu?"

"Apaan lagi?"

"Bang Arsen bisa beli in ara pembalut?" Ara mengerjapkan matanya bulatnya penuh harap. Sedangkan Arsen tidak percaya! Tidak percaya bahwa ia disini bukannya menjadi penculik tapi menjadi pengasuh di mata Ara. Gadis ini memang lain! Lebih tepatnya sinting!

Predator Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang