Bab 1

54.8K 4.3K 35
                                    

Hidup tetap terus berjalan meski hal baik sedang terjadi. Hal itu yang dialami oleh Ciara saat ini. Baru saja ia kehilangan sejumlah uang yang menurutnya cukup besar. Emang dasarnya ia yang teledor, sehingga uangnya bisa hilang begitu saja.

Semenjak bisa menghasilkan uang sendiri, selembar uang, atau bahkan sekeping uang sangat berharga bagi Ciara. Apalagi ia yang daridulu hidup serba ngepas, pasti akan sangat menjaga hasil jerih payahnya sendiri.

Ciara hidup sebagai yatim piatu semenjak SMP. Meski begitu ia tidak pernah merasa kekurangan. Bukan berarti hidupnya berlebihan. Semua uang peninggalan orang tuanya serba cukup. Cukup untuk membayar tagihan listrik, air, wifi, asuransi dan lain sebagainya. Uangnya juga cukup untuk membiaya kuliah Anggi, Kakak Ciara yang saat itu tersisa beberapa semester lagi sebelum lulus. Sedangkan Ciara memilih mengalah dan mendaftar beasiswa semenjak orang tuanya meninggal. Terbukti, beasiswa yang didapatkan bisa mengurangi beban hidupnya dan Anggi.

Karena Anggi yang lebih dulu lulus dan mendapat kerja, tentu tidak mungkin lupa dengan Adiknya. Setiap bulan Anggi rutin memberikan sejumlah uang pada Ciara, meski Adiknya itu mendapatkan beasiswa penuh selama sekolah.

Sampai akhirnya Ciara masuk ke jenjang perkuliahan, orang tua Naresh bersedia untuk membiayai kuliahnya. Meski Ciara menolak, tapi orang tua Naresh tetap memaksa. Akhirnya sebisa mungkin Ciara belajar dengan rajin agar bisa lulus tepat waktu dan membanggakan kedua orang tua Naresh.

Ngomong-ngomong soal Naresh, laki-laki itu merupakan sahabat Ciara sejak kecil. Mereka bertetangga dengan posisi rumah saling berhadapan. Kedekatannya dimulai saat Naresh dan Anggi sering bersama. Mereka berdua sebaya dan bersekolah di tempat yang sama. Karrna kedekatan Anggi dan Naresh, membuat Ciara dekat juga dengan Naresh. Sampai akhirnya, Ciara yang malah lebih dekat dengan Naresh dibandingkan dengan Anggi.

Semenjak memasuki semester akhir, Ciara harus tinggal sendirian di rumah peninggalan orang tuanya. Anggi terpaksa meninggalkannya karena mendapat pekerjaan di Makassar. Meski awalnya ragu ditinggal Kakaknya, tapi lama kelaman ia terbiasa untuk hidup mandiri.

"Woy, siang-siang ngelamun."

Ciara mengangkat pandangannya. Matanya bertemu dengan mata cokelat gelap milik Naresh. "Udah daritadi?"

Naresh menggeleng. Ia menarik kursi di hadapan Ciara, lalu mengangkat tangan, memanggil pelayan untuk mulai memesan. Pelayan mencatat pesanan Naresh dan sebelum akhirnya pergi meninggalkan meja mereka. Setelah kepergian pelayan, Naresh melipat tangannya di meja dan menatap lurus ke arah perempuan yang ada di depannya. "Ngelamunin apa?"

Ciara menggeleng.

Naresh menatap Ciara dengan tatapan penuh kecurigaan. Ia tahu betul kalau perempuan di hadapannya sedang ada sesuatu yang dipikirkan. "Kenapa?" tanyanya lagi.

"Nggak papa kok. Cuma lagi sedih aja duitku hilang."

"Oh, hilang berapa?"

"Dua juta," jawab Ciara pelan. "Padahal mau dipake beliin kado buat Kak Anggi."

"Nanti aku transfer."

Ciara mengerjapkan matanya. "Buat apa?"

Naresh mengedikkan bahu. "Anggap aja uangmu nggak jadi hilang."

"Nggak usah. Aku malah ngerasa nggak enak nanti."

"Oh ya, minggu depan aku mau ketemu sama Elia," ucap Naresh, berusaha mengalihkan pembicaraan.

Ciara menghela napas pelan, sadar kalau Naresh berusaha mengganti topik pembicaraan. Dan ia menyesal telah keceplosan memberitahu soal kehilangannya. Kalau begini, pasti Naresh tetap akan mengirimkan uang ke rekeningnya.

(Un)desirable Wife (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang