2. Car Free Day

30 22 43
                                    

Gia berhenti sejenak di antara kumpulan manusia yang berjalan ke arah timur. Ini hari minggu, saatnya untuk menghibur diri sendiri setelah banyaknya masalah yang begitu pelik selama 6 hari sebelumnya.

Ia menunduk dengan kedua telapak tangan melekat pada lutut. Jogging 2 kilometer tanpa berhenti bukan hal yang mudah baginya. Gia memutuskan menepi dan duduk di tepi jalan, mengusap peluh sebesar biji jagung di dahi menggunakan lengan berbalut kaos kuning mentereng.

Udara di sini cukup segar, ia sadar banyak tatapan tertuju padanya, iya ia cantik ia tahu, sekian dan terima kasih. Ketika ia menghadap ke arah barat untuk memastikan seberapa panjang partisipan Car Free Day, tiba-tiba pandangannya tertutup botol air mineral yang disodorkan seseorang kepadanya.

Gia kaget bukan main, tapi ia bisa menyembunyikannya. Oh ternyata mas-mas yang ngasih dia pisang goreng waktu itu di warung Mak Sri,

EH APA TADI?! OMG!

Masnya menghadap Gia dengan senyum menawan. Sumpah ini pikiran Gia kosong seketika. Dengan tangan sedikit Tremor, Gia mengambil botol yang masnya sodorkan.

"Ekhem makasih?" Gia sedikit membungkuk dan mengucapkan terima kasih. Masnya tetap berdiri, merasa tangannya tak lagi berbeban ia masukkan ke dalam celana training hitamnya. Matanya menatap lurus pada Gia.

Plis ini Gia harus gimana lagi, tanpa permisi ia langsung buka segel botolnya dan meminumnya sedikit. Tak ada pergerakan dari masnya. Dengan keberanian entah darimana, Gia menyodorkan air mineral dengan mulut yang masih penuh air. Masnya menggeleng, Gia mengangguk lalu tutup botolnya.

"Mau ke warung bubur ayam di sana enggak?"

Gia menoleh mengikuti arah jari masnya. Bubur ayam Pak sholeh, kalimat yang tertera begitu jelas dalam banner yang tergantung di depan warung disertai dengan gambar ayam jago jumbo di samping tulisannya.

Gia mengangguk, toh sekarang dirinya juga lapar. Ia berdiri, kedua tangannya menepuk bagian belakang celana training-nya agar tidak ada debu yang menempel.

Masnya mengulurkan tangan ke depan, mengisyaratkan agar Gia jalan terlebih dahulu. Sampai di depan banner ia berhenti lalu menoleh ke belakang, masnya senyum, Gia jadi salah tingkah.

"Sebentar!"

Saat Gia hendak masuk ke dalam, masnya menahan tangan Gia. Ia menoleh kembali ke belakangan.

"Sebenarnya kamu keberatan apa enggak kalau saya ajak ke sini?"

Lagi-lagi Gia salah tingkah, ia memainkan tutup botol.

"Eh enggak kok Mas, kebetulan saya juga lagi lapar ini jadi enggak keberatan."

Masnya mengangguk, sekarang kedua tangannya masuk ke dalam saku celana training.

"Kalau kamu bayarin saya makan bubur keberatan nggak?"

Gia cengo. "Eng-enggak kok Mas, saya enggak keberatan." jawabnya dengan senyum yang dipaksakan.

"Pak bubur ayam spesial dua sama teh angetnya dua," Selepas mencari tempat duduk yang pas, masnya mengangkat tangan agar Pak Sholeh menoleh.

Aduh ini pengalaman hidup Gia yang enggak bakal terlupakan. Dalam hati Gia ingin sekali berteriak, pulang dari sini ia harus memenuhi Diary pink dengan suara hatinya.

Masnya duduk di sebelah kiri Gia, menghadap meja penuh aneka sate-satean dan berbagai kerupuk.

"Silahkan." Pak Soleh meletakkan dua mangkuk bubur ayam beserta dua gelas teh hangat.

"Monggo Mas," Gia berucap dengan gerak postur yang sedikit canggung.

Gia mulai menyendok satu suapan bubur ayam, enak ternyata. Ia lirik Masnya dengan mulut masih mengunyah bubur, padahal bubur tinggal ditelan.

Ternyata Masnya masih diam dan menatap ke arahnya.

"Kalau saya tambah sate sama kerupuk boleh enggak?"

Ternyata Masnya pengen sate. Gia mengangguk, "boleh kok Mas silahkan, yang banyak".

Masnya tersenyum, Gia juga ikut senyum jadinya. Ia lihat masnya ambil satu tusuk sate hati ayam.

Sebentar... Ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya.

GIA CUMA BAWA UANG LIMA PULUH RIBU.

Dengan keringat dingin mulai bermunculan, ia menoleh pada list harga yang tertera pada etalase,

•Bubur ayam spesial 15.000,-
•Teh hangat 5.000,-
•Sate 2.000,-
•kerupuk 1.000,-

Oke berarti ini nanti totalnya 43.000.

Gia ketar-ketir saat Masnya ambil 3 tusuk sate. Aduh... Semoga Masnya enggak ambil lagi, ini udah mepet 49.000.

Gia reflek tahan nafas ketika tangan Masnya hendak mengambil sesuatu di depannya. Pikir Gia Masnya bakalan ambil sate lagi tapi ternyata Masnya ambil kerupuk, ia menghela nafas lega.

Sebenarnya Gia masih agak cemas, takut masnya ambil tambahan lagi. Masnya sesekali menawarkan kerupuknya pada Gia,

Hah.... Gia bersyukur, sampai buburnya habis Masnya enggak ambil lain-lain lagi.

Masnya menoleh pada Gia lalu mengangguk, pertanda semuanya selesai. Gia juga mengangguk, lalu ia berdiri seraya memanggil Bapak Sholeh.

"Pak ini tadi bubur spesial dua, teh hangat dua, sate empat tusuk, kerupuk satu bungkus." Pak Sholeh terlihat menghitung menggunakan jarinya.

"Lima puluh mbak" Gia bersyukur uangnya pas. Ia mengulurkan uang dua puluh ribuan dua lembar dan sepuluh ribuan selembar. Setelahnya mereka keluar dari warung Bapak Sholeh.

"Terima kasih ya," Masnya tersenyum manis kepada Gia, mau tak mau Gia mengangguk sambil mesam-mesem.

"Oh iya, kita belum kenalan kan?"

Gia memekik kegirangan dalam hati, YES DIAJAK KENALAN!

"Cukup panggil saya Wanji."

_________

Davin Tunggal Segara (Wanji)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Davin Tunggal Segara (Wanji)

_________

Haiii!
Ini salah satu ketikan lama saya yang kemudian saya rombak, jadi maaf kalau kurang feel dan terlalu monoton.

Terima kasih udah mau baca :*
Have a nice day!

26/05/23

-Lin

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One of Nine | NJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang