Aluna: 03

3 1 0
                                    

"Cinta boleh, tolol jangan."—Fely

Happy reading
______________________________________

Luna meringis menatap luka memar di wajah Beni. "Maaf, ya. Gara-gara pacar Luna, muka Beni jadi memar gini." Sesalnya.

"Kenapa Luna yang minta maaf? salah Ben juga tadi ngerangkul gak lihat tempat."

Luna diam, setelah sepuluh menit berlalu. Luka sudah selesai di obati. "Kalau masih sakit, kita kerumah sakit. Biar Luna yang bayar."

Beni tertawa melihat wajah polos Luna. "Yaelah Lun, luka gini doang gak bikin mati. Sekarang kita ke kelas, gak enak sama yang lain." Ucap Beni. "Lebih ngeri lagi kalau keciduk si iblis Andre." Sambungnya dalam hati.

***

Di kelas Luna tak fokus, bagaimana keadaan Andre sekarang? Apalagi sebelum lelaki itu pergi, Luna melihat darah mengalir dari buku-buku tangannya.

"Lun, fokus!" Tegur Fely.

"Hmm."

"Istirahat temuin Kak Andre, jelasin semuanya ke dia." Ucap David dan diangguki oleh Luna.

***

Saat bel istirahat berbunyi, Luna langsung berlari keluar kelas menuju kelas Andre. Sesampainya disana, orang yang dicarinya tidak ada.

"Maaf kak, liat Kak Andre nggak?" Tanyanya pada salah satu teman sekelas Andre.

"Gak tau Lun, dia bolos."

"Oh, makasih Kak."

Luna pun berlari kearah kantin, perpustakaan, gudang, ruang musik bahkan sampai keruang osis tidak ada tanda-tanda keberadaan Andre. "Kak Andre kemana sih, bikin khawatir aja."

Gadis itu kembali mengingat-ingat dimana tempat yang paling disukai oleh Andre. "Gedung olahraga."

Ia pun berlari kembali ke ruang olahraga, lebih tepatnya ruangan untuk bermain basket. Saat pintu terbuka, benar saja Andre tengah bermain basket sendiri disana.

"Kak!"

Andre menghentikan mainnya, ia melirik sekilas ke arah Luna dan kembali melanjutkan permainan.

Luna berlari mendekati Andre dan berhenti tepat disampingnya. Gadis itu merebut bola dan melemparkan ke sembarang arah. "Apaan, sih?"

Tanpa menjawab pertanyaan Andre, Luna menarik tangan Andre dan menatap punggung tangannya. Benar—Andre terluka. "Kenapa gak diobatin?"

"Luka kecil doang gak usah lebay."

"Tap-"

"Nih minumnya." Cayla datang membawakan sebotol air meneral dan diterima baik oleh Andre. Bahkan Andre tersenyum manis ke arah Cayla.

"Makasih Cay."

Luna mengepalkan kedua tangannya, ia seperti tak ada disini. Daripada sakit terlalu dalam, ia memilih pergi dengan air mata yang mulai membasahi pipi.

"Luna, ingat lo kuat."

Andre menatap kepergian Luna dengan dada sesak. Namun, ia masih kecewa dengan kekasihnya itu. Ia ingin memberikan sedikit pelajaran. "Cayla nanti malam ada acara?"

***

"Lun, ntar malam nginap dirumah Fely yuk. Gabut dirumah bareng art doang." Ucap David.

"Kebetulan ortu gue juga gak ada dirumah. Mau nggak Lun?"

"Boleh deh, Bunda juga pergi ke Singapura. David jemput Luna ya."

"Siap bos." David mengangkat tangannya bergaya hormat. "Sekarang gue ngerti kenapa kita ditakdirin buat jadi sahabat."

ALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang