O3. Jedag Jedug

54 13 8
                                    

Jenna Daviza. Kerap dipanggil Jenna oleh teman-temannya. salah satu teman Alesya di kelas 10 namun sekarang terasa asing. Perempuan dengan status keluarga butik terkaya di kota itu menatap nanar ke arah lapangan.

Setiap sisi di sekolah itu terasa berharga. Tak terasa dia sudah menempati kelas 12 semester genap. Jenna berjalan ke arah kantin menyapa beberapa teman yang ia kenal.

"Cewek.. " Jendra datang menyenggol lengan Jenna.

"Najis" Balasnya.

"Jen" Seseorang menyapa dari belakang.

"Iya" Jenna dan Jendra kompak.

Jenna menatap Jendra dengan kesal. "Apaansih lo"

Jendra kebingungan. "Lah gue juga depannya 'Jen' kocak"

Akhirnya terjadilah kegaduhan dikantin. Huftt hanya karena nama.

"Lo sih niru nama gue" Jenna protes tak mau kalah.

"Orang gue lahir duluan dek" Jawab Jendra.

"Dasar tua" Ejek Jenna.

Keduanya sama sama menyahuti satu sama lain, dilain sisi Jenna adalah wanita cerewet dan sisi lainnya Jendra dengan sejuta jawaban. Lalu orang yang menyapa nama 'Jen' itu menatap mereka.

Tampak kebingungan dan ikut masuk dalam peran pertengkaran remaja SMA ini.

"Bocil lo berdua, JJ aja bagus Jenna Jendra" Dia ikut membuka suara.

Yeniya Jofaska, pernah dinobatkan sebagai juara umum dan sering dijuluki 'Ratu Mading' tak heran jika namanya selalu menjadi topik pembicaraan oleh orang orang yang iri.

"Gila lo, JJ apaan. Ga sekalian Jedag Jedug" Canda Jendra.

Jofa dan Jenna tak menanggapinya serius. Jofa meraih tangan Jenna dan menggandeng nya. "Jen, ke kelas yuk" Ajaknya.

Jenna mengangguk.

"Yuk" Jendra menggadeng tangan Jofa.

Jenna menaikan alisnya, yang diajak siapa yang menjawab siapa. Laki laki aneh, tampangnya tidak ada keseriusan. Apakah tujuan hidupnya menjadi badut?

Jenna merasa kasihan dengan Jendra yang seperti orang gembel...

Jofa heran. "Lo gausah ikut lah, gue ngajak Jenna. Mau jadi anak Bahasa lo? "

"Gak dulu" Lihatlah mood nya yang labil bak perempuan di tanggal muda. Jendra meninggalkan 2 teman nya itu.

"Stress" Jenna mendahului Jofa ke kelas.

Dilain tempat, Alesya dan Naya sedang menikmati angin mendung. Cuacanya sangat tepat apabila dipadukan dengan  pelajaran Bahasa Indonesia. Alesya menarik nafasnya dalam.

"Sa" Panggil Naya.

"Iya? "

"Postingan Instagram lo habis dari mana? " Tanya Naya.

"Oh itu, beli cincau sama Ray sepulang sekolah" Jawabnya santai.

Dengan otomatis Naya membulakan mata nya dan menggelengkan kepalanya. Berusaha mencerna dengan baik. Bukan lagi kaget, saat ini Naya dihantam oleh ombak dan batu secara bersamaaan.

"Gila ya lo, bilang ga naksir cowok tiba tiba dapet anak basket" Naya shock.

"Siapa sih yang dapetin Ray, gue cuma ditawarin pulang lagian dia juga kenal deket sama Jendra santai aja kali" Ucapnya panjang lebar.

Naya semakin dibuatnya terkejut. "RESTU SEPUPU WOYYY, SUMPAH SIHHHH"

R. I. P telinga Alesya, apakah temannya tidak dapat mengontrol emosi secara tiba tiba?!

"Kuping gue Nayyyy" Alesya meniup telinganya dengan tangan.

"Lagian lo mah lebay banget, bukan berarti gue naksir Ray ya, dan Ray naksir gue. Bahkan ini juga gajelas kita temenan atau engga. Sebatas kenal doang Nay" Sambung nya.

Naya tak dapat melontarkan pikirannya, matanya menghadap kearah tak beraturan menandakan dia benar benar di level 100 terkejut bukan main. Sahabatnya memang jago memilih lelaki.

"Goodjoob Sa, gue sih dukung banget. Bayangin aja Ketua Osis sama anak basket, Behhhhh mantab bos ku" Naya mengedipkan matanya.

"Ihh gaje"

Sepulang sekolah, Jendra tak sengaja bertemu dengan Jenna lagi. Apakah wanita ini penguntit?

"Hai kunti" Sapa Jendra.

Jenna merasa tersindir olehnya, dia menarik tas Jendra yang mendahului jalannya. "Sini lo bocah"

"Kunti apaan maksud lo" Jenna kesal.

Kepalanya panas, sangat panas. Hatinya dicambuk oleh lelaki didepannya ini, tak bisa ya sehari tanpa muka konyol Jendra.

"Bosen gue liat muka lo, nyebelin" Jenna menyubitnya.

Jendra meringis kesakitan. "Ehh aduh sakit, kekerasan banget jadi cewe. Gue ga main fisik bro"

"Bodoamat" Jenna meninggalkan Jendra sendirian disana.

Ray melewati Jendra dan menyapanya.
"Jendra"

"Iya" Jawabnya

"Loh, Ray sini dulu" Jendra memanggilnya balik.

Ray memutar badan dan menghadap Jendra. "Hah kenapa? " Tanya nya penasaran.

"Gimana kemarin? Lancar jaya? " Jendra menoel jail.

"Apanya yang lancar? " Ray tidak paham

"Nge date lah sama Alesya. Jangan lupa sepatu baru hahahah" Sedikit Jendra menyindirinya.

Perlu diletahui kemarin saat berjalan ditaman menikmati sore dan cincau milo, Alesya tersandung dan jatuh. Langkahnya yang tak kuat menahan berat badan menertawai dirinya sendiri.

Alesya sangat malu.

Sepatunya yang sudah tua dan lama itu akhirnya tiada, nasibnya cukup buruk. Hanya itu sepatu yang muat. Entah mengapa tapi justru Ray yang membelikan sepatu baru, padahal itu kesalahan Alesya sendiri.

Kata Ray kita harus menjadi sangat laki laki di momen tertentu.

Ray ikut tertawa dengan Jendra ia mengerti candaan yang dimaksud. "Diceritain Alesya? " Tanya nya menyisakan kekehan kecil.

Jendra mengangguk. "Iya, ketawa banget gue pas main PS tiba tiba pamer sepatu kematian" Jendra dan Ray kompak tertawa.

Alesya melihatnya dari jauh, terdengar sedikit suara samar perbicangan mereka berdua.

Gue malu banget, gue harus lewat mana plis. Batin nya

18.00

dRKAa.4
Hai, gue Arka. Inget gak wkwk.

AAlesian
Hai juga, iya ingat
Kenapa ya?

dRKAa. 4
Save in aja Alesyaaa, eh btw instagram gue (mekaelarkas)
Gue udah follow lo, follback ya
Masukin close friend juga boleh hahaha

AAlesian
👍🏻

Alesya merebahkan tubuhnya, apa tujuan Arka sebenarnya. Tak ingin merasa terlalu percaya diri namun perasaan nya berkata Arka mengejarnya. Ia ingat dengan apa yang dikatakan Naya tentang buaya satu ini.

Huh dibalik itu semua, besok ada rapat OSIS yang padat untuknya. Alesya lelah.

BUMANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang