02

863 48 2
                                        

Kalo italic artinya flashback ya!
Selamat membaca!






******

Leo yang dibawah kendali alkohol, kembali meracau setelah diseret Mario untuk kembali ke kamarnya. Mario masih menemani, takut terjadi hal lain jika ia meninggalkan Ajun dengan pemuda yang tengah mabuk.

"Kak Mario, kenapa masih di sini?" tanya Ajun. Mario tersenyum, pemuda yang polos ternyata. "You know, kalo gua ninggalin lu berdua ame ni bocah, something dangerous will happend. If you know what i mean." jawab Mario. Ajun masih terdiam, mencerna maksud dari Mario.

Pemuda yang lebih tua dari Ajun itu duduk di sofa yang berada di kamar utama. Leo yang sudah setengah sadar karena Mario dengan sengaja menyiramkan air dingin, tak menghentikan racauannya tentang Ajun.

"Ajun, mau tau sebuah fakta ga?" ujar Mario. Ajun menggeleng, "Mending aku ga tau, daripada tau dan malah jadi beban." ucap Ajun. Mario membenarkan ucapan Ajun, ia membayangkan bagaimana jika Ajun mengetahui fakta bahwa Leo menyukai teman kecilnya.

Setelah mengganti pakaian Leo yang dibantu oleh Mario, Ajun turun ke ruang tengah di mana teman Leo berkumpul. "Gimana Jun, Leo udah teler belum?" tanya Nanda. Ajun mengangguk sebagai jawaban.

"Mhm, guys, aku bisa minta tolong ga?"

****

Terbangun dengan keadaan pusing berputar, Leo menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Perutnya terasa teraduk. Dengan jalan terhuyung, Leo berjalan menuju kamar mandi, berlutut di depan kloset, memuntahkan semua isi perutnya semalam.

Leo terduduk lemas, ia mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam. Namun tak sekelebat memori didapat. Leo menghela nafas, mungkin ia harus bertanya kepada teman-temannya nanti. Terlalu lama duduk, akhirnya ia memutuskan untuk mandi.

Di sisi lain, Ajun tengah menyiapkan sarapan untuknya dan teman kecilnya itu. Dan sup pengar untuk Leo yang sepertinya masih hangover. Disaat fokus pada bahan masakan di depannya, sebuah pelukan dari belakang ia rasakan. "Masak apa?" tanya Leo. Mengusakkan hidung bangirnya pada tengkuk mulus milik Ajun, menghirup wangi semerbak vanilla.

"Masak sup buat kamu. Dikit lagi mateng, kamu duduk dulu sana." Leo menurut, dirinya memperhatikan bagaimana Ajun sibuk berkutat dengan alat dan bahan masakan.

Ajun sudah selesai dengan urusannya, menyajikan sup pengar tersebut dan menyiapkan lauk lainnya. Leo tersenyum lebar hingga menyipit. "Terimakasih Ajun~"

Yang disebutkan hanya terkekeh gemas. Namun tak lama kemudian, senyumnya memudar. "Leo, aku mau ngomong sesuatu."

Pemuda dengan lengan penuh tato itu mengangkat kepalanya, mengalihkan fokusnya pada makanan yang tersaji. Leo merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. "Aduh, gue kemaren mabok bikin salah ga ya ... gue ngelakuin sesuatu ya pasti ..." batin Leo. Segala pikiran buruk tentang semalam bermunculan.

"Leo?"

"Ah, iya! Ngomong aja gapapa."

"Aku mau nyari asrama. Gapapa 'kan?" Ucapan Ajun sukses membuat Leo mematung. "Kenapa? Apa Ajun ga nyaman sama gue? Kenapa Jun?" Banyak pertanyaan bersarang di kepalanya kini.

"Aku ga mau ngerepotin kamu terus, ngerepotin Tante sama Om." jawab Ajun. Leo menggeleng, "Ngga kok kamu ga ngerepotin sama sekali. Malahan Mama sama Papa nyuruh kamu buat tinggal di sini selama kamu kuliah." sangkal Leo. Ia juga tahu, ini pasti suruhan Ibunda Ajun agar tidak terlalu lama tinggal bersamanya karena sudah merasa sering direpotkan. Meski Ibunda Ajun dengan Mamanya sendiri adalah sahabat.

"Tapi Leo, kamu tau 'kan gimana Bunda? Kami juga ga enak Leo ..." ujarnya. Leo mau tak mau mengangguk. "Udah dapet asrama mana emangnya?" tanya Leo.

"Asramanya Heza," Leo mengangguk, ia berpikir akan aman jika itu masih di sekitar lingkungan pertemanannya. "Tapi jadi temen sekamarnya Heza." lanjut Ajun.

****

Ucapan Ajun pagi tadi masih terngiang-terngiang di kepala Leo. Bagaimana bisa Heza?! Temannya yang satu itu sedikit berbahaya menurutnya. Padahal kalau dipikir-pikir, dirinya lebih bahaya dari Heza sendiri.

"Mhm, guys, aku bisa minta tolong ga?" Semya atensi tertuju pada Ajun kali ini. "Aku mau nyari asrama atau kosan yang deket sama NCIT. Aku udah nyoba survey di sekitar sana tapi pada penuh semua. Ada si beberapa kamar yang kosong, tapi cuman ada satu kamar mandi untuk semua. Karena jadwalku masuk kuliah udah deket." Penuturan Ajun yang panjang disimak dengan baik oleh tiga pemuda di depannya.

"Jadi, kamu mau kami nyariin kamu kosan?" tanya Nanda dengan polosnya. Mario menepuk keningnya, dengan Heza yang menggeleng pelan.

"Ngga gitu anaknya Bu Asri! Tapi gatau sih, gitu Jun?" Nanda langsung memukul tengkuk Heza dengan kesal. Dibalas dengan cengiran lebar milik Heza.

"Semacam itu lah, tapi kalian ada yang tinggal di asrama NCIT ga?" tanya Ajun. Semuanya mengangguk, dan lanjut menunjuk Heza. "Heza kuliahnya di NCIT juga? Jurusan apa?"

"Iya, jurusan sastra Indonesia. Lu gimana?"

"Oh, aku jurusan management bisnis." jawab Ajun.

"Za, lu katanya ada kamar kosong. Kasih Ajun aja." celetuk Mario. Nanda mengangguk, "Coba gua tinggal di asrama ..." Nanda berandai-andai.

"Gimana, Za? Di situ beneran ada kamar kosong?" tanya Ajun antusias. Dan Heza mengangguk sebagai jawaban. "Iya, ada. Tapi jadi roommate gua, mau ga?"

Mendengar penjelasan Ajun tentang bagaimana bisa menjadi teman sekamar Heza, membuatnya tak habis pikir. Ia merasa jika dirinya kurang, sehingga Ajun mencari tempat lain untuk tinggal. Tapi pemikiran negatif itu segera ia tepis jauh-jauh.  Ia juga mengingat kalau itu suruhan Ibunda Ajun.

Leo memutuskan untuk berendam, berharap segala negative thinking-nya pergi jauh-jauh.

****

Kini kedua pemuda itu duduk di ruang tengah. Menonton televisu dengan kecanggungan memenuhi ruangan. Ajun tak tahan untuk memulai topik pertama. Namun apa daya, merasa segan untuk berbicara kali ini.

Begitu juga dengan Leo, pemuda satu itu kini tengah memikirkan bagaimana caranya membujuk Ajun agar tetap tinggal bersamanya.

"Jun, ga bisa ya, kalo lo di sini aja?" Leo bimbang, ingin egois, tapi tak memiliki wewenang untuk itu. Ingat, ia hanyalah sebatas "teman kecil" untuk Ajun.

"Kalo aku bisa, sampe aku lulus di sini, Leo. Tapi mau gimana lagi. Bunda nanyain terus .." jawab Ajun lesu. Leo mengangguk, ia mencoba untum memahami kondisi teman kecilnya ini. Jujur, ia bisa saja menghubungi Ibunda Ajun saat ini, namun apa daya, ia tak memiliki nyali untuk Sang Ibunda sahabatnya ini. Beliau termasuk galak omong-omong.

"Yaudah, kapan mau pindahnya?" tanya Leo.

"Besok." Leo bungkam untuk saat ini. Why can you just stay?

——tbc

Halo! How are you?

we're just roommates!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang