9. Kenyamanan

3.3K 376 75
                                    

Hari ini Rasha diperbolehkan untuk pulang setelah tiga hari terkurung di dalam Rumah Sakit. Seharusnya tidak secepat ini dan seharusnya bila mengikuti prosedur Rumah Sakit, paling cepat Rasha seharusnya baru bisa melangkahkan kakinya keluar dari gedung putih itu hari senin lusa. Namun kondisinya yang kian membaik serta Rasha yang bersikeras pulang, putra kelima Renand itu akhirnya diberi izin untuk pulang setelah Rayyan menggunakan koneksinya.

Kini Rasha sudah tiba di rumah dan waktu juga sudah memasuki makan siang. Rasha tengah beristirahat di kamarnya sementara saudaranya sedang melangsungkan makan siang bersama di meja makan. Kondisi tubuhnya yang masih cukup lemah membuat Rasha dituntut untuk beristirahat di dalam kamar oleh para saudaranya dan menunggu hingga pelayan membawakannya makan siang.

Suhu siang itu cukup terik dan kelima putra Alatas lainnya makan dengan tenang di meja makan. Ada banyak menu makanan yang bisa mereka pilih sesuka hati dan kelimanya tampak menikmati. Makan siang kali ini mereka juga terlihat begitu nyaman. Mungkin karena Sky tidak berada di antara mereka.

"Abis ini gue mau ke kampus. Jam tiga gue balik." ucap Raja membelah kesunyian.

"Gue juga mau keluar bentar. Ntar gue balik sebelum malem." sahut Rakha.

"Hm. Tiati." jawab Rayyan sekenanya. Pemuda itu sibuk meneguk air. "Raffa ama Ragan, lo bedua istirahat aja. Semalaman lo kurang tidur di rs, biar gue yang ngurus Rasha." lanjutnya kemudian setelah selesai meneguk air.

"Hmm. Tapi bangunin gue sebelum malem. Gue ada perlu." jawab Raffa sementara Ragan hanya mengangguki kalimat Rayyan.

"Oke."

"Gue dah selesai. Gue berangkat dulu." ucap Raja bangkit dari kursinya.

"Nebeng, Ja. Gue lagi males nyetir." seru Rakha.

"Buruan!"

"Sabar elah. Kak, gue berangkat." balas Rakha sambil bangkit dari kursinya dengan tergesah-gesah.

"Tiati lo bedua. Awas nyetir begajulan."

"Kagak elah!" sahut Raja yang sudah berjalan menjauh dengan santainya.

Sementara itu diam-diam Ragan menatap sekitarnya. Sejak pulang ke rumah jam sepuluh tadi, dirinya belum mendapati presensi Sky dimanapun. Membuatnya bertanya-tanya apakah Sky tidak sedang berada di rumah atau masih di dalam kamarnya. Ragan menghembuskan napas pelan yang tidak disadari oleh siapapun.

***

Saat Rayyan hendak kembali ke lantai atas setelah menjadi orang terakhir yang meninggalkan meja makan, suara Bibi Anya justru mengambil atensinya hingga pemuda itu menoleh dan tanpa sadar menyimak pembicaraan antara dua orang di sana.

"Selamat datang Nyonya Issa, ada yang bisa saya bantu?"

"Oh ini, Bi. Kak Angel minta saya buat bawa ini ke rumah, katanya tolong simpan di kantor Tuan Renand."

"Baik, Nyonya. Apa ada lagi yang bisa saya bantu?"

"Gaada, Bi. Sekarang saya pengen liat Sky dulu, oh iya Sky mana Bi?"

"Terakhir saya cek Tuan muda Sky masih tertidur di kamarnya, Nyonya Issa."

"Hm? Sky tidur??" Marissa melirik jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kanannya, wajahnya terlihat bingung namun tak bisa dipungkiri binar senang pada wajahnya amat mendominasi. "Syukur deh. Sky biasanya gak tidur siang. Yaudah kalo gitu biarin dia istirahat, jangan dibangunin, Bi, ya? Biar dia bangun sendiri aja. Sky kurang istirahat. Dari kecil dia emang susah banget tidur, apalagi karena sering ditinggal kerja sama Kak Angel."

"Baik Nyonya Issa."

"Yaudah kalo gitu saya pulang dulu. Tadinya mau sekalian nemuin Sky tapi takut tidurnya keganggu, dia anaknya gampang bangun soalnya. Saya titip salam aja buat Sky ya, Bi. Kalo Sky udah bangun tolong ditawarin makan, dia juga ga boleh telat makan."

SKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang