7

30 4 9
                                    

"Eh Carisa?" ucap seseorang yang tidak asing berdiri di hadapannya. Dia adalah Yudha, kakak tingkat yang dekat dengan Satria, pacar Alina. Dulu ia sempat mengagumi Yudha namun itu tidak berlangsung lama.

"Eh Kak Yudha? Ngapain kok ke gedung anak FIKOM?"

"Biasa ngajak ketua angkatan lo buat main futsal sama jurusan gua hehehe." Yudha kebetulan anak FASILKOM yang gedungnya berdekatan dengan jurusan Carisa. Setau Carisa, Yudha ini harusnya sudah lulus namun entah hal apa yang membuat katingnya ini betah untuk berkuliah (sekaligus membuang uang).

"Oh gituu, mau gua bantu hubungin?" Tawar Carisa.

"Ah gausahh, gua aja yang bilang. Btw, lo sekarang deket kah sama temennya Alina yang diem kayak nahan berak itu? Siapa namanya? Tama?"

Ah tidak menyangka bahwa ada yang memperhatikan hidupnya selain Hisyam dan Alina.

"Ya... gitu deh kak HAHAHAHA emangnya kenapa kak?"

"Gapapa sih Ris, okedeh gua duluan ya!" kemudian Kak Yudha pergi sembari melambaikan tangan, Carisa membalas sembari tersenyum.

Baru menengok ke arah semula ia duduk, tiba-tiba wajah Tama berada sangat dekat di hadapan Carisa. Sepertinya hanya berjarak lima senti, yang menyebabkan Carisa reflek menampar pipi Tama.

"ADUHH!" Tama langsung mengelus pipinya pelan.

"Aduhh, maaf reflek. Kamu sih ngapain sok ngagetin gitu?? Kan bisa nyapa aja gausah tiba-tiba muncul kayak setan." omel Carisa sambil mengelus pipi Tama, yang dielus hanya tersenyum sembari menggenggam tangan Carisa.

"Yaaa, kalo abis ditampar kamu tapi dapet elusan sih aku mau hehe."

"Kebiasaan!" Carisa langsung menghentikan kegiatannya lalu memalingkan wajahnya, malu."

"Oh iya nanti jadi ke rumahku? Gaada apa-apa loh padahal?"

"Ya gapapa dong? Emang kamu harus kasih aku kejutan wow gitu? Cuma main doanggg Tamaaaa."

"Iyasih... yaudah masuk kelas sana, nanti aku tunggu di parkiran oke kayak biasa?" Ucap Tama lalu mengecup dahi Carisa.

"IHHH jangan gitu ah, masih di lingkungan kampus. Gaenak!"

"Iyaaa iyaaam, maaf tuan putri."

Akhirnya Carisa sampai di rumah Tama, tidak terlalu besar ataupun kecil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akhirnya Carisa sampai di rumah Tama, tidak terlalu besar ataupun kecil. Cukup asri untuk di tinggali oleh beberapa anggota keluarga. Tapi sebenarnya alasan Carisa mengajak Tama untuk ke rumahnya karena ia ingin mengetahui lebih dalam mengenai Tama. Selama ini Tama sudah mengetahui segala kekurangannya, bahkan Tama selalu menolong Carisa disaat ada beberapa hal meng-trigger dirinya, namun Carisa tidak bisa berbuat apa-apa ke Tama.

Walau saat bersamanya, Tama selalu berusaha menunjukan dirinya yang sedang tersenyum, Carisa tau Tama tidak baik-baik saja. Insting, sesama jiwa yang terluka Carisa bisa merasakannya.

"Eh ayo masuk, kenapa bengong hm?" Tiba-tiba saja Tama sudah membukakan pintu mobil.

"Ehhh iya hehe, maaf."

Begitu masuk, ruangan pertama yang Carisa lihat adalah ruang tamu yang cukup luas. Terdapat foto Tama dengan keluarganya yang sedang tersenyum senang. Juga banyak foto- foto Tama dan kakaknya yang masih kecil. Namun semua foto bahagia itu berbanding terbalik dengan suasana yang ada di rumahnya. Sepi, sunyi, dan suram. Walau rumah itu bisa dibilang sangat bersih untuk ukuran rumah yang hanya di tinggali oleh satu mahasiswa.

Carisa sudah tau seluruh cerita Tama dan keluarganya, yang ternyata tidak berbeda jauh dan sama-sama tragis seperti dirinya. Tapi tetap saja Carisa tidak bisa berbuat apa-apa.

Terlihat Tama melepas jaketnya lalu pergi ke kamar, sedangkan aku memilih untuk duduk di ruang keluarga. Disana ada sofa beserta TV yang mungkin sudah lama tidak digunakan oleh pemiliknya, terlihat usang walau tidak banyak debu.

"Kamu mau nonton TV? Nonton aja, semoga masih bisa. Terakhir kali aku nonton kayaknya tiga tahun yang lalu." Ujar Tama.

"Kamu tau sendiri kan aku sibuk banget di kampus, ngurusin HIMA terus ngurusin olimpiade. Kadang bantu ngurus UKM. Sampe rumah udah capek banget, sebenernya aku bersih-bersih karena gatahan aja sama kotoran dan debu." Ucapnya lagi yang sekarang sedang ke dapur, menyiapkan minuman.

Carisa tidak tahan di suasana seperti ini, karena biasanya di rumah ada Hisyam yang setiap hari entah mengusili dirinya atau ribut mencari barangnya yang hilang. Bagaimana Tama bisa bertahan di suasana seperti ini? Tapi tetap memiliki senyum yang selalu ia tunjukkan? Carisa merasa menjadi orang jahat sekarang.

"Tama?"

"Ya?? Butuh sesuatu?" Jawabnya sekarang yang sudah duduk di samping Carisa sembari menaruh minuman yang barusan ia buat.

"Bukan aku yang butuh Tama, tapi kamu." ucap Carisa yang menoleh lalu menatap Tama dengan teduh.

"Maksudnya??" tanya Tama kebingungan.

Carisa menggenggam tangan Tama "Apa kamu gak butuh kehangatan yang selama ini hilang? Apa kamu gak butuh dukungan dari orang yang ada di dalam hidup kamu? Apa kamu gak butuh pundak untuk kamu bersandar? Karena bagi aku kamu butuh Tam, kamu butuh seseorang yang bisa tetap membuat kamu tegak berdiri dalam menghadapi hidup kamu. Kesibukan di kampus itu sebenernya cuma pengalihan kan? Apa yang sebenernya kamu cari?"

Tama terdiam, lama. Bahkan lebih dari tiga menit, dan selama itu dia hanya mengelus jari Carisa sembari sesekali menatapnya.

"Kalo aku jawab kamu orang yang tepat, apa kamu bersedia untuk selalu ada di sisi aku? Aku takut, kalau aku ngomong ini ke kamu, kamu menjauh gitu aja dan ninggalin aku seakan kita gapernah kenal. Aku gabisa -enggak, aku bahkan gak sanggup untuk kehilangan seseorang lagi di hidupku. Masalah Hisyam yang ngelarang kamu deket sama aku masih bisa aku hadapin, tapi kalo kamu yang memang milih untuk pergi, aku gabisa apa-apa."

Tak disangka, Tama tiba-tiba menundukan kepalanya lalu air mata keluar perlahan membasahi kedua pipinya, untuk pertama kali ia melihat Tama nenangis karena selama ini Carisa melihat Tama sebagai sosok support system yang paling tegar.

"Tama, mau aku jawab sekarang? Tapi tenangin diri kamu aja dulu." Tanya Carisa sembari mengelus helaian rambut Tama.

"Gapapa, aku udah siap denger keputusan kamu." Ia buru-buru menghapus air mata nya.

"Oke, pertama-tama makasih banget untuk segala afeksi yang kamu berikan ke aku, ke orang sakit jiwa kayak aku. Kamu bahkan selalu taro aku sebagai prioritas kamu, bahkan sampe lupa kalo diri kamu terluka. Tapi aku juga mau bilang maaf karena selama ini aku gabisa bantu apa-apa, aku cuma bisa dengerin kamu. Karena kadang aku merasa jadi orang yang gak tau di untung, bisa-bisanya aku lebih lemah dari kamu. Padahal beban yang kamu tangguh lebih besar."

Tama mendengarkan dengan seksama, sembari tangannya yang masih setia menggenggam tangan Carisa.


"Jadi kedepannya aku mau kamu prioritasin diri kamu, sebelum aku. Karena ini hidup kamu Tama, kamu pemeran utamanya, bukan orang lain. Jadi biarin aku ikut ngerawat kamu, ikut andil dalam hidup kamu, karena kamu udah ngelakuin hal yang sama ke aku. Aku sayang kamu, Aditama Mahendra."

Begitu kata 'sayang' terucap dari bibir Carisa, Tama langsung memeluk Carisa kencang beserta tangisannya yang makin menjadi. Ini pertama kalinya Tama benar-benar jujur dengan emosi dan perasaannya sendiri.

Carisa hanya bisa tersenyum lalu menepuk pelan, men-transfer perasaan terbaik.






































"I love you too ris, more than the word itself."

[ii] savior ㅡkang taehyun ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang