Pagi yang sibuk di kediaman Yu Jimin dan Kim Minjeong. Hari ini mereka akan terbang ke Amerika Serikat karena tiga hari lagi adalah hari wisuda Jimin. Untuk itu, keduanya mulai mempersiapkan barang bawaan mereka sejak subuh. Kedua orangtua mereka juga ikut, namun menggunakan jadwal penerbangan yang berbeda. Mereka akan menyusul setelah menyelesaikan urusan pekerjaan.
"Apa kau pikir aku perlu membawa pakaian renang?" Minjeong menggaruk pipinya, pandangan mengarah kepada koper besar di depannya yang terbuka.
"Kau ingin berenang?" tanya Jimin, menatap isterinya lembut.
Minjeong menggeleng pelan. "Kau suka berenang. Jaga-jaga kalau kau mengajakku."
Jimin mengangguk paham. Dia sendiri masih memiliki beberapa pakaian renang di rumahnya yang ada di Cambridge. Bukan hanya pakaian renang, tapi pakaian sehari-hari juga. Karena itu dia hanya membawa koper kecil jika dibandingkan dengan milik Minjeong.
"Aku punya beberapa disana. Kau bisa menggunakan itu, atau kalau kau mau, kita bisa membelinya."
"Benar. Uang adalah kelebihanmu."
Jawaban tanpa emosi Minjeong membuat Jimin tertawa. Tidak ada yang salah dari ucapannya. Sejak lahir sampai saat ini, Jimin tak pernah kekurangan materi. Meski Minjeong juga sama. Mereka hanyalah anak yang beruntung dilahirkan dari keluarga kaya.
"Ayolah, aku tengah berusaha untuk mandiri dari keluargaku. Setelah ini aku akan mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarga kecil kita."
"I beg to differ," Minjeong mengembuskan napasnya, merasa skeptis.
"Biar bagaimanapun Harabeoji memiliki akses usaha dimanapun. Mustahil bisa lepas dari mereka." lanjut Minjeong seraya meletakkan pouch berisi obat dan vitamin ke dalam koper.
"I'm okay to be an ordinary person, though. Bekerja menjadi pegawai bisnis franchise bukan masalah."
"Kau kuliah sampai postgraduate hanya untuk menjadi pegawai? Tidak, Jimin. Tolong mengerti gaya hidupku yang tinggi."
Jimin tertawa keras. Tangannya memeluk Minjeong seperti bayi koala. Sementara kepala ia sandarkan di bahu sang isteri.
"Kenapa? Kau tak mau bersamaku kalau aku miskin?"
"Realistis saja. Inflasi sedang tinggi. Kalau aku bersamamu yang miskin, aku tidak yakin masih tetap waras."
"Kalau begitu, kita akan tetap bergantung pada keluarga kita untuk seterusnya." kata Jimin, mengecup leher Minjeong lembut.
"Beban keluarga."
Perkataan jujur Minjeong membuat keduanya tertawa terbahak-bahak.
"Cepat kemas barang-barangmu. Aku tidak ingin kita ketinggalan penerbangan."
Dua jam kemudian, pasangan itu berada di bandara. Lagi-lagi Bae Sumin yang menjadi sopir pribadi mereka. Tidak ada orang lain lagi yang bisa dimintai tolong selain gadis itu. Semua teman Jimin ada di Amerika. Sementara Minjeong hanya memiliki Sumin yang benar-benar menjadi sahabatnya.
Sumin sudah terbiasa dimanfaatkan oleh Minjeong. Sebagai balasannya, Minjeong juga tidak akan pernah menolak jika ia dimanfaatkan balik oleh Sumin. Dengan kata lain, terdapat simbiosis mutualisme disini. Keduanya merasa diuntungkan.
"Kapan kau akan kembali, Min?" Sumin bertanya, ikut mengantar mereka sampai ke dalam.
Minjeong melirik Jimin, karena gadis itu yang menentukan waktu kepulangan. Tapi jika berdasar pada pembicaraan mereka semalam, mungkin keduanya akan berada di Amerika selama dua minggu atau kurang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Prof! [YJM X KMJ]
FanficKedatangan Yu Jimin sebagai dosen baru di Yonsei University membuat Kim Minjeong merasa terkejut. Alarm di kepalanya mulai berbunyi. Bagaimana Minjeong akan melewati satu semester ke depan jika yang menjadi dosennya adalah... isterinya sendiri?