Bab 9 #Kembali pada yang menghangatkan#

6 1 0
                                    

Dara sedikit terkejut kala Daisy tiba-tiba memeluknya seperti itu, ditambah ia merasakan sesuatu yang mengalir membasahi piama yang ia kenakan. Daisy menangis, pikirnya.

Dilepaskannya pelukan Daisy secara perlahan kemudian meraih kedua sisi wajahnya yang basah karena aliran air mata. Daisy menundukkan kepala, tak sanggup untuk melihat wajah Dara yang selama ini ia anggap tak ada kehadirannya. Dan selama itu pula Dara tak pernah sekalipun membencinya atau menganggapnya angin belaka sama seperti dirinya yang menganggap Dara seperti itu.

Alih-alih seperti itu, Dara justru selalu berusaha mendekatkan dirinya kembali dengan berbagai cara, tetapi selalu ditolak olehnya.

Digenggamnya kedua lengan Dara yang menangkup pipinya yang telah basah, ia genggam erat kemudian perlahan mengangkay wajahnya hingga kini mata mereka bisa bertemu satu sama lain.

"Kamu kenapa? Ada yang jahatin kamu?" tanya Dara lembut seraya mengusap air mata yang terus berjatuhan dari mata anak gadisnya tersebut.

"Ma, maafin Daisy... Daisy selama ini jahat karena sudah menganggap Mama tidak ada. Dahulu, aku hanya takut, karena jika Mama mengulurkan tangan Mama, peristiwa kelam itu selalu terngiang di kepalaku. Maaf, Ma... aku benar-benar tidak ingin membenci Mama, aku sadar bahwa aku sangat membutuhkan Mama sama seperti dulu...." lirih Daisy setelah berhasil melontarkan isakkan tangis dari bibirnya.

Dara tersenyum lega mendengar hal itu. Benar, Dara memang sudah mengetahui bahwa Daisy tidak benar-benar membencinya.

Karena Dara tahu bagaimana sifat Daisy yang amat lekat dengannya. Ditariknya tubuh gadis itu dalam pelukan dan mengeratkannya hingga Daisy bisa tenggelam dalam kehangatan yang selama ini ia rindukan kehadirannya.

Setelah puas berpelukan bak teletubbies satu sama lain, Daisy melepaskan tautan antar mereka dan berpamitan pada Dara untuk membersihkan diri.

"Sudah, Ma. Aku mau membersihkan diriku dulu," pamit Daisy sebelum kakinya melesat menjauh dari Dara. Dititinya anak tangga dengan sabar satu per satu hingga ia sampai di lantai atas.

Tak membutuhkan waktu lama bagi Daisy untuk hanya sekedar mandi dan berganti pakaian. Kini, gadis itu tengah menggosok-gosokkan rambutnya yang basah menggunakan handuk sebelum akhirnya ia membalut seluruh rambutnya menggunakan handuk.

Berjalan ke arah meja rias, Daisy melakukan hal rutin yang dilakukan sebagai remaja perempuan. Sedikit memoles serum dan krim pelembab wajah dan menepuk-nepuk permukaan wajahnya agar semua cairan itu meresap.

Setelahnya, Daisy berjalan ke arah meja belajar dan mengambil sebuah novel tebal yang terletak begitu saja di atas meja. Nampaknya, novel itu memang belum selesai dibaca oleh Daisy. Saat baru ingin mendudukkan diri di kursi, Daisy menghentikan pergerakannya dan kembali berdiri sepenuhnya.

Lirikkan matanya beralih cepat ke arah ranjang kasur yang menandakan bahwa jiwa Daisy yang dahulu sudah kembali beberapa persen. Yaitu, membaca buku dengan santai di atas kasur sembari merebahkan badan untuk melepas penat seharian.

Sebelum dirinya benar-benar melesat ke arah kasur, Daisy meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja belajar itu lalu kakinya melangkah maju sesuai keinginan otaknya.

"Ah, menyenangkan sekali bisa merebahkan badan sembari membaca novel!" gumam Daisy sembari merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Jemarinya mulai membuka lembaran pada novel tersebut dan membacanya sesuai dengan halaman yang telah ia tandai.

Drrtt

Drrtt

Lirikkan mata Daisy berpindah secepat kilat dari lembaran buku novel ke arah layar ponsel yang menyala, menampakkan beberapa notifikasi pesan yang masuk. Diraihnya ponsel itu lalu menatap layarnya untuk mengetahui siapa yang telah mengiriminya pesan.

Delusi Daisy Where stories live. Discover now