BDS 2 • Kenalan •

451 87 22
                                    

Tahun ajaran baru. Sekarang dia udah punya adik kelas. Anggota klub pasti bakal nambah juga nanti. Entah yang masuk ntar bisa bertahan lama atau engga, Adra ngga tau dan ngga peduli. Dia cuma bisa berdo'a semoga di tahun ini ngga ada hal aneh-aneh yang nimpa dia.

"Masih pagi dah kecut aja muka lo," celetuk Ivan yang baru datang.

Adra ngga gubris. Ngebiarin si Ivan duduk di samping dan mulai bagi-bagiin permen milikita yang dia bawa.

"Lo mau rasa apa, Dra?"

Privilege buat temen sebangku. Bisa pilih rasa permen yang dimau.

"Stroberi deh."

Satu bungkus permen warna merah pindah tangan ke tangan Adra. Buka bungkusnya, bikin wangi susu manis menguar. Terus, masukin permen pink itu ke dalam mulut.

Nikmat rasa gula yang sentuh lidah ngga bertahan lama. Dahi Adra ngerut pas ngedapetin satu anak kecil dengan kulit pucat lagi jongkok di samping mejanya, dan ngeliatin dia. Tangan kecilnya terulur.

Minta permen.

"... Van, minta satu lagi."

"Rasa apa?" tanya Ivan sambil ubek-ubek stoples permennya.

"Apa aja terserah," gerutu Adra.

"Kak, mau yang melon."

Pake request lagi.

"Yang melon, Van."

"Nih."

Permen melonnya Adra bawa keluar kelas. Ni anak bukan penunggu kelas Adra soalnya. Dia tuntun ke tempat asal, ke parkiran motor yang ada di deket kelasnya. Terus letakin permen di sudut yang teduh.

"Makasih, Kak."

"Hm. Jangan ke kelas lagi ya," ujar Adra. Terus puter balik buat pulang ke kelas. Kadang adek-adek kelasnya yang masih pake seragam putih biru ngelewatin dia. Masih ngomong 'permisi' karena masih baru.

Kadang juga dia disapa sama penunggu lain. Yang ini ngga Adra gubris. Dia bersyukur banget karena kelasnya selalu di deretan sebelah kiri. Rupa makhluk-mahkluknya masih terbilang lumayan. Ngga jelek-jelek amat.

Pas dia masuk ke dalam kelas, Ivan lagi asik ngobrol sama anak berseragam putih biru. Dari auranya sendiri, Adra langsung tau itu siapa. Si Bawang yang nyanyiin lagu Jepang pas MOS kemarin.

Masih bersinar terang, dan bikin silau mata.

"Pokoknya Bawang harus masuk ke klub gue ya," ujar Ivan.

Dahi Adra ngerut. Dia dudukin diri di bangkunya. Mata disipitin karena sinar matahari nambah kesilauan yang ada.

Ivan langsung ngerangkul bahu Adra, "Kenalan dulu. Ini Adra, wakil ketua klub."

Mata besar si Bawang tertuju ke Adra. Keliatan jernih dan berbinar. Ngebuat vibes positifnya makin tumpah ruah. Bibirnya ketarik bikin senyum pepsodent.

"Oh, halo Kak. Gue Vihan," Tangannya terulur.

"Adra," jawab Adra pelan sambil sambut jabat tangannya, "Mau masuk klub, bisa nyanyi doang atau bisa main alat musik?"

Ivan sama Adra anggota klub musik soalnya. Sekelas. Sebangku. Ketua sama Wakil pula.

"Gue bisa main piano, keyboard, sama launchpad."

Adra ngelirik Ivan yang lagi natapin dia sambil naik-naikin dua alisnya. Si Ketua satu ini keliatan bersemangat banget buat masukin Vihan ke list anggota.

"Selain musik, lo mau masuk mana lagi kira-kira?" tanya Adra.

Vihan bersedekap dada. Bibir dikulum, "Gue pengen masuk Japanese Club."

Dahi Adra ngerut lagi, "Hah? Emang di sini ada?"

Setahun lebih Adra sekolah di sini, keknya dia ngga pernah denger.

"Itulah dia masalahnya, Kak," Vihan mencebik, "Ini SMA reputasinya bagus, tapi Japanese Club aja ngga punya. Ketinggalan jaman."

Yang lebih tua diem bentar. Terus ngedip beberapa kali, "Kayaknya bukan salah SMAnya deh--"

"Dah! Wang, nih formulirnya. Ntar istirahat lo kasi ke gue lagi atau ke Adra ya," Ivan motong ucapan Adra. Paksa adek kelas mereka buat pegang kertas selembar isi formulir pendaftaran.

"Sana balik ke kelas. Udah mau masuk," usir Ivan.

Vihan nurut-nurut aja, "Gue pergi duluan, Kak. Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam."

Denger itu, Adra manggut-manggut. Telunjuk elus dagu, "Alim bener pake salam. Mau masuk Rohis kali dia."

Dalam hati mikir, mungkin karena Vihan alim makanya aura yang dipancarkan beda sama yang lain. Soalnya, keliatan banget anak baiknya. Orang yang punya aura kek gini bakal narik orang lain buat ngedeket, bikin Adra yakin si Vihan pasti banyak temennya.

"Dari pada Rohis, lebih pantas Rohkris sih," kekeh Ivan.

"Tapi, kenapa dia dipanggil Bawang?"

Apa karena dia suka jejepangan makanya diejek Bawang?

Dua bahu Ivan terangkat, "Entah. Dia sendiri yang nulis nicknamenya Bawang pas MOS kemarin."

Aneh bener. Mau-maunya mengakui diri sendiri sebagai Bawang.

 Mau-maunya mengakui diri sendiri sebagai Bawang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bawang dan SenpaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang