| Prolog

4.8K 444 7
                                    



𝐰𝐢𝐰𝐢𝐭𝐚𝐧

00. bubat


Kata pelukis itu, rupanya laksana chandra yang seperti dipahat langsung oleh tangan Sang Hyang Widhi Wasa. Pengetahuan dalam kepalanya seluas segara, matanya yang teduh menyimpan dama, dan tutur katanya yang lembut terpintai dalam ikatan benang penuh tata krama. Keberanian dan kharismanya sanggup meredupkan keangkuhan surya, kebijaksanaannya bahkan mampu menenangkan riakan ganasnya samudera. Hayam Wuruk terlalu sempurna bagi gadis kikuk yang belum pernah jatuh cinta.

Pernikahan agung akan berlangsung, Putri Sunda akan menjadi seorang permaisuri bagi Raja negara digdaya. Surat dengan barisan diksi indah tiada banding itu membuat relung Pitaloka selalu menghangat. Kepiawaian Hayam dalam memintai kata membuat Pitaloka terbuai. Ketika surat lamaran pernikahan itu tiba pun, Pitaloka memekik girang, melupakan bila dia adalah sang permata Sunda yang terhormat.

Lukisan karya Mpu Sungging itu yang membawa buih cinta dapat tubuh di hati Hayam Wuruk. Hanya dengan pandangan pertama, kecantikan Pitaloka dalam lukisan dapat menghipnotis akal sehat seorang raja besar. Hayam benar-benar terlihat jatuh cinta dengan Pitaloka.

Sebagai balasan, gadis itu memberikan surat yang bertuliskan perasaannya, dan selendang merah kesayangannya pada Hayam Wuruk lewat utusan Majapahit yang kembali pulang. Pangeran Niskalawastu, adiknya yang terkasih, namun sangat jahil, adalah pemuda yang paling mahir untuk menggoda dan membuat Pitaloka tersipu karena ia selalu membicarakan bagaimana hebatnya Hayam Wuruk di atas singgasana.

Kesempurnaan hidupnya terasa tiada berkesudahan. Dia adalah seorang putri, rakyat memuji keelokannya, bekal pendidikannya tak akan pernah kering seperti tanah tandus. Takdir bahkan akan memberinya seorang pria yang paling utama di sebuah negara adikuasa. Hingga pada titik di mana Pitaloka bahkan merasa ini semua hanyalah mimpi.

Namun, nahasnya benar.

"Serahkan Putri Pitaloka sebagai upeti atas kekuasaan Majapahit."

Mahapatih Gajah Mada. Sang Amangkubhumi dengan nyali setinggi dewa, keris pada tangan kanannya yang menyimpan bara neraka, dan kelat bahu burung garuda yang berkilat-kilat itu membunuh nurani Pitaloka begitu saja. Dengan angkuh dan dagu terangkat, Mada ingin Pitaloka hanya dijadikan sebagai hadiah atas tunduknya Sunda pada kuasa Majapahit. Pitaloka hanya akan menjadi selir, bukan sosok utama dan pertama pada hati seorang Hayam Wuruk.

Harga dirinya seakan langsung terinjak hingga mematahkan tulang-tulang ringkih. Hatinya remuk oleh kelantangan nyali Mada yang begitu berkobar. Tubuh dinginnya yang masih terdiam dalam pesanggrahan Bubat kini sedikit terhuyung. Tangannya gemetaran untuk melepas tusuk konde pada gelungan rambutnya, berjaga-jaga bila pria haus ambisi bernama Gajah Mada itu akan menarik Pitaloka menuju jurang maut.

"Aku tidak akan pernah menyerahkan Putriku pada Rajamu sebagai upeti, Mahapatih Amangkubhumi. Putriku lebih berharga dari apapun. Dan aku tidak akan pernah membuat Kerajaanku tunduk pada kuasa Kerajaan Rajamu. Harga diri kami bahkan lebih tinggi daripada gelarmu. Sunda adalah Sunda."

Puisi Hayam itu adalah puisi bohong. Tidakkah Hayam menuliskan kalimat-kalimatnya itu dengan tulus? Bagaimana dengan pria itu yang yang sudah menjanjikan sebuah cinta dan tempat khusus dalam hatinya hanya untuk Pitaloka? Atau bagaimana dengan memiliki anak yang manis? Dengan menari bersama? Memandang rembulan bersama?

Sang Hyang Widhi, berdosakah Pitaloka bila membenci Hayam Wuruk?

"Nduk, Pitaloka."

Tangannya yang bergetar masih menggenggam rangkaian bunga cempaka. Seharusnya hendak dia pakai ketika pernikahan agung berlangsung. Bokor emas di dalam kamar pesanggrahan tempatnya tidur pun sudah penuh dengan rangkaian bunga yang lain, akan dia persembahkan bagi Ibunda Tribuana Tunggadewi.

ASMARALOKA (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang