Lima

381 67 10
                                    

"Kau tahu, Yerim. Seminggu belakangan unniemu ini sulit berkonsentrasi di lokasi syuting" ucap Seulgi imo memecah keheningan antara kami berempat setelah sepuluh menit terdiam menatap uap panas yang mengepul dari cangkir masing-masing.

Aku mendongak, mulai menaruh perhatian pada Seulgi imo yang sepertinya akan mulai bercerita. Kemudian sedikit melirik pada Sooyoung unnie yang terlihat membuang muka, ia terlihat tak nyaman dijadikan topik pembicaraan kali ini.

"Seminggu ini dia selalu duduk di pojokan, lalu menatap entah apa yang selalu ia genggam setiap kami sedang break. Aku tak berani mengganggunya, aku paham dia masih berduka setelah kepergian eommanya. Sampai akhirnya aku tahu tentang kalung itu"

Seulgi imo memberi jeda, mulai menyeruput minuman pesanan miliknya. Aku menatap pada Sooyoung unnie, tak menyangka bahwa ditengah kesibukannya yang super padat dia malah memilih masih memikirkan tentang foto yang berada di dalam gantungan kalung milikku. Dia sepertinya benar-benar ingin mengusirku dari apartement miliknya, ya?

"Awalnya kukira Joy telah mencurinya dari Joohyun" lanjut Seulgi imo pelan.

Sooyoung unnie mendengus, "Menyebalkan sekali" gumamnya berbisik, lebih terdengar seperti sedang berbicara pada dirinya sendiri. Namun keheningan di dalam toko kopi yang sepi itu membuat telinga kami bertiga masih mendengar umpatan tersebut, menoleh serentak.

"Apa? Kau bukan hanya menuduhku mencuri kalung dari Joohyun unnie! Kau juga menuduhku menculik anak nakal ini, kan! Siapa juga yang mau menculik dia?! Menyebalkan!" seru Sooyoung unnie mengeluarkan kekesalannya. Wajahnya mulai mengeras.

"Dengar, aku menuduhmu bukan tanpa alasan! Pertama, kalung itu hanya ada dua. Satu milik Joohyun dan satu milik Yerim. Oh, ayolah! Bukan hanya aku, semua orang pasti akan menaruh curiga padamu jika melihatmu membawa kalung itu! Semua orang tahu kau itu anak tunggal, tak punya saudara kandung siapapun! Kau juga sudah tak punya urusan dengan Joohyun! Kedua, kau bersama kami di saat itu. Kau menaiki kapal itu bersama kami! Kamu tahu Joohyun kehilangan putrinya! Bagaimana bisa kau memilih untuk bungkam selama sembilan tahun ini, Joy?!" 

Bruk!

Sooyoung unnie menggebrak meja. Ia berdiri di hadapan kami dengan wajah merah padam.

"Lalu itu salahku kalau anak ini hilang? Itu salahku karena aku tak tahu bahwa dia adalah anak Joohyun unnie?" Sooyoung unnie menyeringai, kedua matanya menatapku nanar.

"Kalau saja saat itu aku langsung menyuruh eomma membawamu ke kantor polisi. Kamu pasti akan tetap hidup bahagia tanpa perlu merebut eommaku, Yerim." ucapnya diakhiri nada yang terdengar menyakitkan. 

Mataku mulai memanas. Bohong jika aku tak tersinggung oleh ucapannya barusan, tapi unnie lagi-lagi telah membicarakan kebenaran. Aku memang telah merebut kebahagiaan miliknya.

"Unnie, aku titip Yerim agar pulang bersamamu, ya" ucap Wendy unnie cepat sebelum beranjak menyusul Sooyoung unnie yang telah keluar dari kafe dengan tubuhnya yang ringkih melawan angin dan menahan dingin.

Aku ikut berdiri, berniat menyusul Sooyoung dan Wendy unnie. Aku tak mau hubungan baikku dengan Sooyoung unnie berakhir begitu saja seperti dahulu. 

"Aku yang akan minta maaf padanya. Nanti. Nanti saja, kamu tidak perlu khawatir. Dia sebenarnya menyayangimu, Yerim. Tenang saja, beri dia waktu. Joy tak mau diganggu kalau sedang marah. Aku minta maaf." ujar Seulgi imo sembari menahan tanganku, sementara tangan yang lain ia gunakan untuk mengusap wajah kasar. Ia tampak sangat frustasi.

Aku kembali duduk persis saat nada dering dari telepon genggam Seulgi imo berdering. Aku menoleh pada gedung rumah sakit jiwa yang berdiri kokoh di seberang jalan sembari tetap memasang telinga, sedikit menguping pembicaraan Seulgi imo dengan lawan bicaranya di telepon.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BIRTHDAY : JOYERENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang