Terkejut dengan mulut yang setengah menganga, Sera mengedarkan pandangan ke sekitar ruang tengah dan ruang tamu---tampak sangat berantakan. Mainan berserakan, lego, miniatur, mainan plastik berceceran di lantai.
"Harusnya aku bertanya dulu pada ibu sebelum membawamu ke sini..." Nijiro berbalik menatapnya, "...adik sepupuku pasti mampir dan memberantaki semuanya. Sorry."
Sera menggeleng pelan sambil tersenyum berusaha memaklumi, "Its okey."
"Tak ada banyak waktu, kalau begitu kita mengerjakannya di kamarku," ucapan Nijiro membuat mata Sera membulat sempurna.
"Di kamar? Bagaimana kalau di dapur saja?"
Nijiro melayangkan tatapan aneh, "Kau mau mengerjakan tugas atau jadi pembantuku?"
***
"Rileks, aku tidak akan berbuat sesuatu yg buruk kepadamu," celetukan disertai dengusan geli itu tepat sasaran mengenai gagasan yang ada di kepala Sera saat ini.
"Aku tidak berpikir yang aneh-aneh," balas Sera menampik.
"Wajahmu tidak bohong," tukas Nijiro sembari meletakkan tas di atas kasur.
"Memangnya kenapa dengan wajahku?" Sesaat, Nijiro mengerlingkan matanya penuh arti lalu melepaskan hoodie oversize yang membalut badan. Diikuti dengan jemarinya yang turun untuk melepas kancing seragam. Mata Sera membelalak, secara spontan menutupi wajah dengan buku tulis.
"Kenapa kau ganti di sini???" teriaknya terkejut dengan mata terpejam di balik buku. Tawa Nijiro meledak kencang.
"Ya Tuhan kenapa kau heboh sekali? Aku tidak menurunkan celana dalamku. Lagi pula bukannya kau sudah terbiasa dengan roti sobek oppa-oppa Korea?"
"Iya tapi kan---"
"Kau juga harus terbiasa dengan roti sobek versi Jepang." Sera menggeleng kuat, merasakan sensasi panas merambat ke pipinya.
"Cepat pakai bajumu!"
"Tukang heboh."
"Cepat!" Nijiro terkekeh melihat tingkah laku teman sekelasnya itu lantas mengambil sembarang kaos dari dalam lemari dan memakainya.
"Sudah." Sera menurunkan buku dari wajah sambil menghela napas lega. Matanya bertemu dengan raut wajah Nijiro yang terlihat jahil.
Menyebalkan.
***
Mereka memutuskan duduk dilantai dengan bersandar pada kasur, sambil menonton film berjudul, "Boy in Stripped Pajamas." Baru 10 menit berlalu namun Sera tidak dapat menahan hawa kecanggungan di antara mereka. Entah apakah dia bisa bertahan sampai durasi film selesai atau tidak.
"Jadi ini yang dinamakan Netflix and Chill," gumam Nijiro berbisik dengan suara seraknya. Punggung Sera menegang mendengar ucapan pemuda tersebut.
Netflix and Chill sialan.
Sera tahu apa makna dari ungkapan tersebut, sesaat dia merasa ingin menghilang saja dari dunia. Terkadang entah mengapa banyak tahu justru tidak menyenangkan, seperti halnya situasi saat ini. Dia tetap membisu, berusaha fokus ke layar laptop yang ada di atas meja belajar lipat di hadapan mereka.
"Aku akan menulis ke buku harianku, bahwa aku pernah Netflix and Chill bersamamu. Dalam artian yg sesungguhnya..." Nijiro terkekeh, sementara Sera semakin gundah.
"O-oke..." suara Sera menciut terdengar seperti cicitan tikus terjepit di antara daun pintu membuat Nijiro menoleh dengan alis terangkat sebelah.
"Kenapa?"
Sera enggan melepaskan pandangan dari layar, tidak mau membuat Nijiro semakin gencar untuk menggodanya.
"Enggak kok. Filmnya sedih," bisik Sera pelan.
Nijiro menarik senyum tipis lalu menghela napas panjang lantas bangkit. Sera mendongak hendak bertanya namun diurungkan niat tersebut begitu melihat pemuda itu memunggunginya untuk membuka laci nakas.
"Kau merokok?" tanya Nijiro basa-basi lalu kembali duduk di samping Sera setelah mengambil sekotak rokok mint.
Sera menoleh dengan mata yang menyipit sambil menunjuk diri sendiri. "Apakah aku terlihat seperti perokok?"
"Entahlah, coba kulihat." Wajah Nijiro mendekat beberapa senti, manik matanya meluncur turun dari mata ke bibir mungil Sera.
Jantungnya bisa meledak, situasi ini membuat Sera tidak bisa berpikir dengan jernih sementara pemuda tersebut tengah menatap terang-terangan pada bibirnya dengan begitu tenang. Di sisi lain Sera tak bisa melakukan apapun, hanya membeku di tempat.
Entah karena dorongan apa, spontan kedua telapak tangan Sera melayang menutupi mata Nijiro.
"Hajimaaa...!" teriak Sera panik.
Tawa Nijiro meledak. "Ya Tuhan kau ini kenapa?""Enggak! Stop!" Sera kekeuh mempertahankan tangannya, butuh beberapa detik sampai tawa Nijiro benar-benar reda lantas ia meraih sebelah tangan gadis tersebut lalu menggenggamnya dengan lembut.
"Baiklah, aku berhenti." Sera menghela napas panjang lalu buru-buru menarik kedua tangan saat sadar kulit mereka bersentuhan, dengan muka memerah dia kembali berusaha fokus pada pada layar laptop.
Geli masih tersisa, walaupun begitu, Nijiro sepertinya harus berhenti menggoda kalau tidak tugas mereka tak akan selesai.
***
Tangan gatel pen update
KAMU SEDANG MEMBACA
Atensi (Nijiro Murakami)
RomanceBagi Sera, Nijiro itu pusat perhatian, populer, sosok yang bersinar. Sangat berbanding terbalik dengannya yang menyukai ketenangan, menjauh dari perhatian publik dan memilih menjadi upik abu sambil nge-fangirl oppa-oppa Korea. Namun Nijiro hadir men...