Bagian 8 : Dia

147 31 2
                                    

Entah mengapa degup jantung Sera berdetak lebih cepat seolah tengah mengikuti lomba lari Marathon. Padahal dia hanya ingin segera meminta maaf supaya tidak terjadi kecanggungan dengan Nijiro. Harap-harap cemas dia melirik jam yang berdetak di dinding ruang kelas.

Sepertinya Njiro akan datang sebentar lagi.

Beberapa menit berlalu, sampai tiba-tiba telinganya menangkap suara familiar dari luar kelas, suara serak-serak basah yang tengah mengobrol sesekali diiringi dengan suara tertawa. Tubuh Sera merespons lebih cepat, belum sempat berpikir dua kali, langkahnya telah menuntun menuju pintu kelas untuk segera meminta maaf. Bahkan Windy terkesiap melihat sikap sahabatnya itu sambil di dalam hati memberi semangat.

Manik mata Sera membulat dikala menemukan Nijiro tengah bercakap bersama Ken sambil merangkulkan lengan. Sera menelan ludah susah payah, tatapan mereka bertemu tapi alis pemuda tersebut terlihat berkerut sesaat, diiringi dengan tatapan yang sulit diartikan.

Tidak apa-apa, kau pasti bisa.

Bisik Sera menyemangati diri sendiri, ketika jarak menipis di antara mereka, Sera menarik napas pendek untuk angkat bicara. Tapi tenggorokannya tercekat begitu melihat Nijiro tak acuh dan berlalu begitu saja bersama Ken.

Sera termenung, dengan tatapan bingung dia terpaku di tempat. Entah mengapa, jauh di dalam lubuk hati, dia merasakan dadanya berdenyut nyeri.

***

"Kau mau titip sesuatu? Makanan atau apapun itu?" Sera menggeleng pelan menanggapi pertanyaan Windy. Pikirannya kalut mengingat kejadian tadi pagi sebelum bel tanda masuk berbunyi.

Nijiro mengabaikanku.

"Baik kutinggal sebentar," sambung Windy seraya berlalu mengikuti teman sekelas yang hendak pergi ke kantin. Bahkan Windy-pun hanya bisa memberi saran agar sahabatnya itu bersabar lebih sedikit bila tidak ingin membuat situasi semakin runyam.

Sera menghela napas panjang lantas membuka hp, mempertimbangkan pilihan lain untuk meminta maaf lewat pesan singkat. Tapi apakah dia mampu? Bukankah terlihat seperti pecundang?

Pusing.

Jadi Sera memutuskan untuk memasang headset lantas memutar variety show idol Korea untuk menghibur diri.

***

"Serius ini? Aku pulang sama Bima duluan ya? Kau tidak akan kenapa-kenapa kan?" tanya Windy kesekian kalinya hanya untuk memastikan.

Sera mengangguk. "Serius."

"Bener?"

"Iya."

"Beneran?"

"Benerannnn."

Windy terkekeh geli, sambil menyampirkan tas punggung ia melambai sekilas lantas keluar dari kelas menghampiri Bima yang sudah menunggu dari lima menit yang lalu. Bahkan sahabatnya itu sekarang mulai akrab dengan gebetan. Sangat beruntung, berbanding terbalik dengan keadaannya saat ini yang cukup mengenaskan.

"Kalau begitu, aku pulang duluan. Lagi males ikut main futsal." Sayup-sayup telinga Sera menangkap obrolan Nijiro dengan Ken. Mendengar hal tersebut inilah saat yang tepat untuk meminta maaf, apalagi Nijiro hendak pulang sendirian.

Buru-buru Sera mengemasi buku, menunggu beberapa saat sampai Nijiro berlalu melewatinya. Sambil menghitung dalam hati dan memantapkan diri, Sera mengambil napas dalam-dalam lalu berjalan cepat keluar kelas tapi ternyata Nijiro telah lenyap entah kemana.

Kepalanya melongok mencari keberadaan pemuda tersebut tapi tetap tidak ketemu, hanya ada siswa-siswi lain yang berlalu lalang di jam pulang sekolah ini. Dengan perasaan kecewa, Sera berdiam di tempatnya berdiri lalu membuka aplikasi Gojek untuk memesan driver butuh waktu beberapa menit sampai orderannya masuk.

Sambil menunggu mendapat driver, iseng-iseng dia memutuskan untuk menulis pesan pada Nijiro lewat Whatsapp.

'Maaf." Ketiknya cepat lalu mematikan hp dikarenakan oleh rasa gugup. Beberapa detik kemudian hpnya begetar menandakan satu pesan masuk terpampang pada layar---balasan dari Nijiro.

'Untuk?' Perlahan senyuman tipis terukir dibibir gadis itu, bersamaan dengan perasaan lega yang membuat dada seolah menjadi lebih ringan.

'Yang kemarin. Pokoknya aku minta maaf.'

'Kenapa tidak bicara langsung dari tadi?' Sera berdecih melihat balasan dari Nijiro.

'Tadinya, tapi kau mengabaikanku! T_T'

'Emang iya?'

'Iya.'

'Bagaimana kalau sekarang?'

'Tidak bisa, aku sakit gigi.' Sera tertawa kecil saat mengetikkan pesan tersebut.

'Dih? Wkw'

'hehehe.'

'Arah jam 12.'

Sedetik setelah membaca pesan tesebut, Sera mendongak lantas menatap lurus, didapatinya Nijiro tengah berdiri di depan pintu kelas sebelah. Melempar senyum tipis sambil membawa hp dalam genggaman.

"Mau bareng?" tanyanya cukup keras sebab suasana jam pulang sekolah cukup ramai hingga sedikit menarik perhatian siswa-siswi lain yang tampak melirik sambil berbisik.

Sera tersenyum canggung kemudian mengetikkan pesan singkat.

'Kamu telat :v'

***

Nb :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nb :

Chapter pendek, gomen.

Atensi (Nijiro Murakami)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang