Chapter 15 : Penenangan Hati

12 3 6
                                    


"Inilah saatnya."

"Ya."

Kami memasuki sebuah lorong. Setelah sampai di ujung lorong tersebut, terdapat sepasang gerbang raksasa.

"Gerbang lagi?"

"Tidak. Kali ini berbeda," ucapku memastikan gerbang itu.

Aku menyentuh lapisan luarnya. Sepertinya itu terbuat dari sesuatu yang seharusnya tidak ada di dunia ini.

Atau, itu berasal dari dunia lain. Teknik pemanggilan?

Itu mungkin jika memanggil sebuah objek kecil, tapi ... gerbang seperti ini pastinya adalah ciptaan sendiri. Karena, bentuknya terlalu spesifik untuk benda yang dipanggil dari dunia lain.

Atau mungkin, ada cara lain untuk memanggil sesuatu?

Setahuku teknik pemanggilan harus membutuhkan banyak penyihir dengan kekuatan yang besar.

Tidak, tunggu. Ibu Rasi yang melakukan ini, dan saat itu dia melawan iblis itu sendiri. Artinya ....

"Rei? Rei!"

"Eh, iya?" aku terkejut mendengar suara panggilan dari belakangku.

Di sana Rasi sedang menatapku melotot dengan sedikit marah.

"Apalagi yang kamu lamunkan?"

"Em ... tidak ada."

"Bohong!"

Aku berbalik berusaha tidak menghiraukan.

Rasi terlihat sedikit kesal dan sedang menahan emosi.

Di belakangnya Aria sedang tertawa. Aku tidak melihat sosok Luna di mana pun.

"Pergi ke mana Luna?"

Mendengar pertanyaanku, "Oh, dia kembali ke desa. Katanya harus melaporkan penemuan ini," ucap Aria antusias.

"Kamu antusias sekali, ya. Padahal kita ingin melawan iblis," ucap Rasi menyipitkan matanya heran.

"Habisnya, kak Rei tidak mungkin melakukan sesuatu tanpa merencanakan sesuatu," ucap Aria tersenyum riang.

Menatapku, aku tersenyum. "Yah, itu mungkin benar," ucap Rasi menutup sebelah matanya.

"Ya, kan?" Aria menutup kedua matanya dengan bangga.

Ini menarik.

Aku tersenyum, "Aku tidak merencanakan apa pun, kok."

Mereka mengangguk setuju. Tersenyum, "Eh?"

***

"Eeehhh?!"

"Hei Rei, kau serius?!"

"Iya, begitulah"

"Dasar idiot!"

"Dungu! Apa yang kau pikirkan?!"

"Kak! Tak kusangka kalian akan sebodoh ini!" seru Aria histeris.

"Aku bercanda, kok." ucapku sambil mengedipkan sebelah mata.

Mereka langsung frustasi. Itu menghancurkan semangat mereka, tapi cukup menyenangkan.

"Baiklah, sudah saatnya?"

"Hm, kau benar!" Rasi langsung bangkit dari keterpurukannya.

"Percuma, ya?"

"Begitulah. Padahal itu berhasil mengelabuhiku"

Rencananya aku ingin mengurangi ketegangan Rasi. Karena dia akan menemukan petunjuk dan penyebab orang tuanya menghilang, tapi sepertinya tidak berhasil.

"Ayo masuk."

"Ayo!"

***

Di sisi lain ...

"Mereka sudah mulai memasukinya, ya?"

"Ya, itu benar."

"Semoga saja mereka berhasil. Jika tidak, tragedi 15 tahun lalu akan terulang lagi ...," ucap seorang kakek tua menatap langit.

Dia kehilangan istrinya dalam tragedi itu.

"Kakek, tenanglah. Aku yakin, mereka pasti akan membalaskan dendam kita." seorang gadis memeluk kakek itu.

"Kamu sudah menjalankan tugasmu dengan baik, ya. Luna," ucap kakek tersebut mengelus kepalanya.

"Ya, kakek."

Pintu diketuk, seorang pria masuk dari pintu dan satu lagi melewati jendela tanpa permisi.

"Tidak sopan sekali, Grim. Padahal kamu sebenarnya juga termasuk dalam keluarga terpandang," ucap Finn memegangi dahinya.

"Hehe, maaf-maaf."

"Jangan begitu, paman." ucap Luna tersenyum di pangkuan kakeknya.

"Hihi, maaf Luna. Maaf juga ayah," ucap Grim sedikit tersenyum.

"Yah, tidak masalah. Yang penting kau sadar."

Tersenyum, Kakek Luna mengambil sebatang ranting. "Baiklah, mari kita mulai ritualnya."



"Ritual penenangan."

Rune Village : Amnesia AriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang