[29] the epitome of happiness

10.9K 712 28
                                    

Kaivan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kaivan

"Sidang kedua jadinya kapan, Mas?"

Ibu jari gue bergulir ke aplikasi kalender pas asisten Om Daru sebutin tanggal buat sidang lanjutan dari kasus kekerasan Aiko yang dia ajuin kurang lebih dua bulan lalu.

Gak kerasa udah sidang kedua aja. Kayaknya baru kemaren gue bolak-balik Jakarta-Bekasi buat nemuin salah satu korbannya Joey. Tiga kali ke sana gak dapet hasil, dia masih takut buat kasih kesaksian. Baru keempat kalinya, satu bulan lalu berbarengan sama selesainya masa magang gue, dia mau buka suara.

Selama penyidikan gue gak bisa bantu banyak karena kalaupun gue mau andil jadi saksi, gue gak berhak bersaksi atas apapun. Gue gak ada pas Joey lakuin hal-hal bejat itu, gue gak ada pas Aiko babak belur. Satu-satunya cara yang bisa gue lakuin ya dengan selalu ada di mana dan kapanpun Aiko butuh.

Pas masih masa penyelidikan, beberapa kali Aiko tiba-tiba mau cabut laporan karena dia takut kalo Joey bertindak di luar nalar.

"You don't know him, he's a monster," kata Aiko sambil nangis waktu itu. Tapi gue gak peduli sampe dua minggu setelah laporannya naik, tiba-tiba Jenar sama gue ditabrak orang gak jelas. Dan seminggu habis kejadian itu, hampir semua 'korban' hilang, bahkan dokter forensik yang pernah visum Aiko tiba-tiba aja dipindahtugas ke luar Jawa.

Gue gak expect Joey punya kuasa sebesar itu dan gilanya lagi keluarganya juga ikut andil sembunyiin si brengsek sialan itu. Jujur gue akuin sebulan pertama berat banget, itu juga jadi bulan terakhir gue magang yang harusin gue sibuk sama laporan-laporan. Belum lagi skripsi gue yang mangkrak karena prototype yang gue bikin gak bisa dipake.

Untungnya orangtua gue gak nuntut gimana-gimana, cuma ya akhirnya mereka ikut turun tangan. Papa yang lihat gue hopeless karena gak kunjung ada kabar dari polisi akhirnya kerahin orang-orangnya buat cari si bangsat yang ternyata lagi sex party di Bali.

Yuck.

"Ya semoga aja dia gak alesan macem-macem lagi. Udah cukup sidang ketunda dua kali aja buat binatang gak tahu diri kayak dia." Ujung mata gue nangkep pergerakan di kasur. She's awake. "Oke, makasih ya, Mas."

Segera gue taruh handphone di meja sebelum hampirin Aiko yang masih ngumpulin nyawa. Dengan dua tangan yang menyangga badan, gue membungkuk mengecup kedua pipi Aiko sekilas. "Morning, I have a good news."

Aiko gak langsung nanggepin omongan gue. Masih di posisi gue yang gantung, dia malah nyenderin kepalanya di bahu sambil ndusel tipis-tipis. Dia bergerak mengecup leher gue sebelum ngomong dengan suara serak khas bangun tidur, "Morning, Ray. What news?"

🚧 Times Neue Romance [END] 🚧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang