Antariksa 2

7 1 0
                                    

Upacara wajib hari senin itu selesai. Semua siswa bubar dengan cepat. Ada yang pergi ke kantin, ada yang ke toilet dan ada yang kembali ke kelas.

Bulan dan kedua teman somplak tukang ngegosip itu pun memilih kembali ke kelas.

"Eits sebentar. Ada yang tau buk Gia masuk apa enggak?" Tanya Mentari sambil menatap Bulan dan Senja.

"Gak tau, kalau datang ya alhamdulillah dia sehat ya kalau gak datang alhamdulillah juga tugas aku belum siap." Jawab Senja pasrah. Ia sudah malas di timpa semua tugas dari masing-masing mata pelajaran. Memang lelah, tapi inilah kenyataanya.

Kita harus bisa menerima kenyataan jangan mau terus berhalu tanpa mau menyadari realita. Sesungguhnya jatuh dari khyalan yang tinggi itu cukup sakit.

"Eh ada gosip terbaru. Katanya si Bintang dari kelas XI IPA 4 mau mencalonkan diri di pemilihan osis tahun ini. Katanya bersaing ketat sama Langit anak XI IPS 1." Semangat Senja.

"Pertandingan antara Bintang dan Langit pasti seru. Bintang yang kalem dan jarang bicara bertarung dengan Langit yang agak nakal, barbar tapi pintar." Jelas Mentari.

"Kayaknya anak SMA Antariksa bakalan pinter dan milih Bintang sih dari pada Langit tau ngerusuh doang. Tapi kalau sekalinya serius bahaya." Gosip Senja.

"Hah, siapa lagi yang kalisn bicarain? Aku gak kenal." Keluh Bulan. Wajar saja Bulan mengeluh dari tadi Senjani dan Mentari menggosipi orang yang ia tak kenal.

"Bentar, kamu gak kenal dengan Langit dan Bintang? Langit loh, Langit. Kapten Basketnya SMA Antariksa. Bintang, anak olimpiade sains tingkat nasional yang dapat emas 3 kali untuk SMA Antariksa. Di borong semua emas sama dia." Mentari mencoba menjelaskan kepada Bulan sang anak rumahan yang tak tau siapa siapa dan tak tau apa apa.

"Anak kelas 11 tahun ini emang pada niat masuk osis deh kayaknya. Kalian mau ikut osis gak?" Tanya Senja.

"Boleh aja, gas. Seru juga keliatannya." Ucap Mentari.

"Gimana Lan? Ikut kita ayok." Ajak Senja. Bulan menatap kedua temannya itu lalu berpikir sejenak. Ia pernah mendengar kakak laki-lakinya mengeluh tentang betapa beratnya menjadi ketua osis padahal ia tak niat. Bulan jadi harus berpikir dua kali untuk masuk menjadi bakal calon osis terbaru.

"Hm, boleh di coba." Jawab Bulan. Mentari dan Senja bertos akhirnya mereka bisa mengajak anak introvert ini untuk berorganisasi.

Kantin....

Seperti biasa Mars selalu absen di kantin sesudah upacara. Apalagi ia barusan menjadi pemimpin upacara yabg harus terpaksa berdiri di tengah terik matahari pagi sampai membasahi seragam putihnya.

"Panas banget sumpah. Padahal pagi tapu kenapa panas banget." Ucap Mars membuka dua kancing atas baju seragamnya.

"Nyesal gua mikih ku sebagai ketua osis." Bumi menepuk jidatnya.

"Kan udah gua bilang, jangan milih gua. Gua kira yang menang Venus, ya mana gua tau kalau kegabutan gua berubah jadi malapetaka. Mana pembina osisnya ngeselin lagi." Mars benar-benar terlihat kesal. Kesabarannya bak tisu di belah dua lalu ketumpahan air, sangat tipis dan tembus pandang.

"Gimana gua gak milih lu? Lah kan gua wakil ketua lu, ya gua milih diri gua sendiri dong." Jawab Bumi kesal.

"Eh Denger-denger calon ketos selanjutnya itu ada Langit dan Bintang? Wah persaingan antara neraka dan surga nih. Yang satu babarly yang satu kalem banget. Menurut lu siapa yang menang?" Bumi tampak bersemangat.

"Au ah males gua liat mereka. Yang satu ambis yang satu lagi agak gimana gitu." Jawab Mars.

"Nah tu orangnya lewat." Lihat Bumi. Mars hanya acuh tak acuh saja. Dalam pikirannya ia berharap bahwa masa jabatannya ini cepat selesai.

"Tabrakan sama Bulan." Lanjut Bumi. Perkataan Bumi mambuat mata Mars terbelalak.

"BULAN?!" kaget Mars.

                                 •••••

Bruk!

"Maaf gak sengaja." Bulan menunduk melihat minumannya tumpah.

"Hm..." orang itu hanya berdehem lalu pergi tanpa mau melihat Bulan. Bulan menatap sedih minumannya itu. Padahal niatnya ingin membeli minum lalu kembali ke kelas karna kelasnya sedang jam kosong. Guru tidak masuk karna ada urusan dinas keluar.

"Gak papa?" Tanya Mentari melihat Bulan mengerucutkan bibirnya.

"Gak apa, minuman aku jatoh." Jawab Bulan lalu berjalan melalui Mentari begitu saja.

"Beli lagi aja minumannya. Emang di tabrak sama siapa?" Mentari sangat penasaran dengan kejadian yang menimpa sahabatnya itu. Ia tadi sedang membeli minum sebentar saja, saat tiba di tempat Bulan, Mentari malah melihat Bulan yang kecewa karna minumannya jatuh.

"Gak kenal." Jawab Bulan singkat. Ia tidak terlalu kesal dengan minumannya, ia hanya kesal dengan siswa tadi yang tak mau meminta maaf padahal siswa tadi yang tidak sengaja menabraknya.

"BULAN!" teriak Mars. Bulan memutarkam bola matanya malas melihat Mars menghampirinya.

Mars bertumpu di lututnya sambil mengatur nafas akibat lari panik karna melihat kejadian saat Bulan di tabrak tadi.

"Aman kan? Gak ada lecet? Kalau lecet bisa di keluarin dari kartu keluarga gua. Ntar gua jadi gelandangan." Oceh Mars sambil memutarkan tubuh Bulan.

"Gak apa kak, aku kan gak jatoh yang jatoh minumannya." Jawab Bulan.

"Ya harus di pastiin juga, kalau kamu lecet. Kalau kamu lecet hancur dunia persilatan." Mars memang sangat khawatir dengan Bulan.

"Kak Mars? Bulan? Adik kakak?" Tanya Mentari

"Iya, kita kan berangkat bareng mulu." Mars menjawab dengan ogah, ia sudah tau akan ada apa nanti di rumah.

"Engga, kita itu..."

Bruk!

"Ampun buk, iya saya gak bolos lagi."

AntariksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang