Chapter 2

227 37 4
                                    

Satu setengah bulan kemudian, delegasi diplomatik dari Kerajaan Chen sudah meninggalkan perbatasan Da Yue. Kaisar juga membawa menteri-menterinya dan bawahannya keluar untuk perburuan musim semi tahunan, dan baru akan kembali ke ibu kota setelah dua minggu.

Ini adalah waktu yang tepat, dan oleh sebab itu, Chen Lan mulai memberlakukan rencana pelariannya. Di malam ia akan berangkat, Jin Xiu menemuinya, membawakan sebuah buntalan kain yang besar bersamanya.

Buntalan kain itu penuh dengan pernak-pernik, Jin Xiu mengoceh tanpa henti, mengatakan bagaimana ini adalah apa yang suka dimakan Chen Ruo, dan bagaimana ini adalah buku yang sudah lama sekali dicarinya, sepasang sepatu yang pas yang dibuat untuknya oleh dayang istana yang paling berbakat ....

Kemudian, ia mendadak terdiam di tengah ocehannya, hanya berulang kali mengucek matanya.

Chen Lan sepertinya berasumsi bahwa ia akan menangis, tetapi Jin Xiu tidak menangis, hanya mengulangi gerakan mengucek matanya.

Chen Lan terdiam selama beberapa waktu. Ia mengulurkan tangannya dan membungkus barang-barang itu satu per satu, sebelum meletakkan mereka ke dalam tangannya.

Remaja yang hanya setahun lebih tua darinya pun kemudian bertanya pada Jin Xiu, apakah ia mau pergi bersama-sama?

Jin Xiu melamun, dan ia menatap lekat padanya dengan sepasang mata yang tidak dapat melihat, tetapi dengan indahnya dibingkai oleh kabut. Chen Lan mengulangi pertanyaannya sekali lagi.

Apakah ia mau pergi bersamanya? Ke Kerajaan Chen, untuk menemui Chen Ruo?

Agar dapat bersama pemuda yang dicintainya, orang yang suara yang istimewa.

Di dalam pandangannya yang hitam legam, rasanya seperti ....

Ia mampu memberikan nyawanya kepada orang yang dicintainya. Meski jika datang suatu hari, berisi pengabaian yang tak berperasaan, tidak akan ada penyesalan.

Ini merupakan harapannya, dan sesuatu yang tidak pernah diberitahukan Chen Ruo padanya.

Ia tahu Chen Lan sedang berdiri di depannya, mengulurkan tangannya padanya.

Di bawah lengan jubah sewarna salju, jari hangat bak giok dengan lembutnya menjalin tangan Chen Lan. Ia tersenyum, kebahagiaannya mirip dengan bunga yang bermekaran. Air mata mengalir tanpa peringatan.

Mm .... Aku akan pergi bersamamu, katanya, air mata mengiringi senyum tipisnya.

***

Mereka berdua berangkat dalam perjalanan mereka untuk melarikan diri, masing-masing berpakaian biasa.

Pelarian diri ini bahkan lebih cepat daripada apa yang Chen Lan bayangkan. Ia sudah membuat persiapan untuk beban tambahan, tetapi kenyataannya, si gadis buta yang sudah dimanjakan di mahkamah itu kuat, walaupun ia lemah.

Tidak ada keluhan, tidak ada ketidakpuasan. Dengan hati-hati ia belajar, setiap kali ia menghadapi keadaan yang tidak akrab. Saat ia terjatuh, ia akan membangunkan dirinya sendiri. Jika ia sakit atau terluka, ia akan menggertakkan giginya dan menahannya, bertekad untuk tidak mempengaruhi perjalanan mereka. Dan setiap kali ia tahu kalau ia akan menyebabkan penundaan, ia tidak akan bersikap berani.

Jin Xiu adalah gadis paling kuat yang pernah ditemuinya sejauh ini.

***

Pernah, Chen Lan secara sembarangan menyebutkan ini. Waktu itu, mereka sedang makan di dalam penginapan. Ketika ia mendengarnya bilang begitu, Jin Xiu pun terkikik.

Itu karena ia rindu sekali ingin berjumpa dengan Chen Ruo .... Karena ia sudah berpegangan erat sekali pada Chen Lan selama berkuda, jari-jarinya lecet dikarenakan kain kasar dan ia tidak bisa memegang sumpit dengan benar. Ia mengatakan ini dengan suara yang lembut, dan wajahnya sehalus giok putih, melontarkan senyum manis dan konyol. Setelah itu, ia terdiam sekali lagi. Ia mengusap matanya perlahan-lahan, suaranya pelan.

Beauty to Ashes [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang