Chapter 5

76 11 0
                                    

"Edel, besok kita liburkan dagangan kita dulu ya. Kita perlu berdiskusi untuk menghitung jumlah uang pembayaran pajak. Kalau ternyata tidak cukup, kita akan mencari pekerjaan tambahan bersama-sama."

Perkataan Nira itu membuat Edelweiss membeku, keringat dingin mengucur di dahinya.

Ah ya, Edelweiss ingat bahwa besok genap dua minggu, yang berarti mereka akan berkumpul di rumah Edelweiss dan Nira. Vian pun akan datang ke rumah mereka esok hari.

Saat ini, Nira sedang mengunyah bakso—mereka tengah menikmati makan malam. Edelweiss baru tiga kali menyuapkan makanannya, juga bakso. Namun, ia merasa enggan makan karena sibuk memikirkan rencana untuk pergi secara diam-diam.

Tiba-tiba, sebuah pertanyaan muncul di benak Edelweiss—sesuatu yang perlu ia tanyakan pada Nira.

"Kak Nira, aku mau tanya."

"Ya? Tanya saja," ucap Nira setelah menelan makanannya.

"Begini, kalau uang kita tidak cukup, apakah itu berarti kita harus bekerja di dua tempat dalam sehari?"

"Benar sekali. Maksudnya, kita akan tetap berdagang ikan seperti biasa di pagi hari, lalu sore harinya kita mencari pekerjaan tambahan. Kita akan fokus mencari kerja paruh waktu di Meruya Harbour. Semoga kita bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang dibayarkan setiap minggu."

Nira menjelaskan sambil menyilangkan kedua tangannya, berharap akan ada lowongan kerja paruh waktu yang sesuai.

Dia benar-benar serius hanya ingin bekerja di pelabuhan ini.

Namun masalahnya, pekerjaan paruh waktu di Meruya Harbour sangat sulit dicari.

Sebagian besar gaji yang ditawarkan sangat rendah—nyaris tidak cukup untuk bertahan hidup.

Sejak awal, Edelweiss sudah menduga bahwa Nira hanya ingin bekerja paruh waktu di sini, bukan di luar kota, termasuk kota Uery.

Oleh karena itu, Edelweiss tidak mungkin memberitahu Nira tentang kertas lowongan kerja yang ia dapatkan kemarin.

Sebenarnya, kertas itu tidak menawarkan pekerjaan paruh waktu, melainkan posisi full time sebagai pelayan dengan gaji besar.

Tampaknya Edelweiss terpaksa harus menginap dan bekerja di mansion milik bangsawan tertinggi, entah siapa pun dia. Yang pasti, bangsawan tersebut adalah ras iblis.

Edelweiss tidak peduli jika bangsawan iblis di mansion itu kasar atau berperilaku buruk. Yang terpenting baginya adalah uang.

Gaji 30.000 Glory Lempira merupakan kesempatan emas yang langka. Terlebih lagi, gaji tersebut dibayarkan setiap minggu. Kesempatan seperti ini tidak boleh dilewatkan.

Itulah yang terus berputar dalam pikiran Edelweiss.

Tanpa sadar, Edelweiss sibuk membayangkan impiannya mendapatkan uang, menyeringai dan terkikik. Nira memandanginya dengan wajah tak acuh, tampak tidak terlalu peduli dengan tingkah aneh Edelweiss.

Beruntung Nira sama sekali tidak mencurigai Edelweiss. Ia hanya menganggap Edelweiss sedang PMS—mungkin saja.

Setelah menyelesaikan makan malam, mereka kembali ke kamar masing-masing. Tak lupa mengucapkan "Selamat malam" sebelum berpisah.

Setelah menutup pintu, Edelweiss segera berbaring di atas kasurnya. Sesuai dugaannya tadi, ia terpaksa harus keluar pada tengah malam nanti.

Tidak seperti Nira, Edelweiss tidak akan berpikir sempit karena sulitnya mencari kerja paruh waktu di pelabuhan Meruya Harbour. Terlebih lagi, gaji yang ditawarkan terlalu rendah.

Your HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang