Bibir perempuan ini merah muda merekah, bau shampoo dari rambut hitamnya tercium sangat harmonis dengan wewangian yang entah menguar dari bagian yang mana. Yang jelas di sini aku merasa sangat nyaman, dalam pelukannya, pelukan perempuan yang tak kukenal sama sekali.
Aku diam saja sejak pertama kali perempuan ini tiba-tiba menabrak dan melingkarkan kedua tangan lembutnya di pinggangku lalu membenamkan wajahnya ke dadaku seolah memang dari sanalah ia berasal. Jangan salahkan aku karena aku hanya menikmati rezeki yang entah masuk akal atau tidak ini.
"Kamu jahat!" Katanya dengan nada manja yang di buat-buat. Aku diam saja.
"Kamu mati, gak ngajak-ngajak!" Teriaknya lagi, kali ini dengan pukulan pelan di perut. Ucapannya barusan hampir membuatku menarik diri darinya, tapi kuurungkan. Biarkan saja, perempuan kalau lagi marah memang suka ngomong gak jelas, kan?
"Sekarang aku anggap kamu berhutang padaku." Perempuan ini mengangkat kepalanya menatapku yang berusaha tidak terlihat kebingungan. "Kamu harus ceritakan bagaimana rasanya mati!" Tiba-tiba senyum di bibirnya jadi terlihat menyeramkan, padahal sama sekali tak ada yang berubah darinya.
Aku segera beringsut dan melepaskan kedua tangannya dari pinggangku. "Siapa bilang aku sudah mati?" tanyaku. Apa sekarang aku juga harus bilang bahwa aku sebenarnya tidak kenal dia?
Perempuan ini malah tersenyum, membuatku mengutuk diriku sendiri karena terpesona dengan bibirnya yang ranum. Kedua tangannya kembali menggapai pinggangku dan aku diam saja.
"Kebiasaanmu menghindar seperti itu tidak akan berguna di sini," katanya sambil memelukku kembali. Aku baru mengerti apa yang perempuan ini maksud dengan di sini ketika kusadari banyak selimut beterbangan di belakang punggungnya.
Langsung kudorong tubuhnya menjauh dan kugerakkan kakiku satu langkah mundur, tapi punggungku rasanya menabrak sesuatu; sebentuk tubuh manusia berselimut yang melayang.
Aku tak kuasa lagi berpura-pura untuk tidak terkejut. Kualihkan mataku dari tubuh berselimut yang melayang itu pada perempuan tadi. Senyumnya yang memesona kembali memabukkanku, tapi kali ini hanya satu detik. Segera kusadari bahwa semua yang ada di sini tidaklah normal. Setidaknya untuk tubuh-tubuh berselimut yang melayang di mana-mana itu.
"Tuh, kan, kamu pura-pura lupa lagi." Perempuan itu kembali mencoba mendekatiku tapi aku cepat menghindar.
"Aku gak kenal siapa kamu!" bentakku sambil menggeleng keras. Perempuan itu kini merengut sedikit, sialnya masih tetap manis. Aku segera berlari menjauhinya, kencang sekali, sampai-sampai aku lupa kapan terakhir kali berkeringat seperti ini.
Sesekali aku menunduk untuk memastikan bahwa orang-orang ini benar-benar melayang dengan selimut mereka dan ternyata memang benar. Makin dekat dilihat aku makin tahu bahwa mereka sebenarnya tengah tertidur. Ada napas yang membuat dada mereka kembang kempis. Langkah lariku makin lama makin pelan dan akhirnya berhenti ketika ada sesosok wajah yang kukenal terbaring ditutupi selimut dan melayang seperti yang lainnya.
"Jadi, kamu sudah bertemu dengan dirimu sendiri?" Aku terkesiap mendengar suara itu. Perempuan yang tadi memelukku tiba-tiba terlihat duduk bersila di atas perut diriku yang tengah terbaring itu. Apa maksudnya ini?
"Terima saja kalau kamu sudah pernah mati, Sayang!" Nada bicaranya tak lagi ramah.
"Apa yang...aku gak mengerti! Tempat apa ini?! Dan apa yang terjadi pa..." kata-kataku terhenti karena kusadari bahwa memang aku lupa dengan apa yang telah terjadi padaku sebelum muncul di sini dan perempuan itu berhambur memelukku.
"Kamu lupa, kan?" Perempuan itu turun dari perut diriku yang melayang dan perlahan menghampiriku yang berdiri kebingungan. "Kukira tadi kamu pura-pura," tambahnya. Tak ada satupun dari kata-katanya yang mampu kucerna dengan baik.