Guru Matematika Pengganti

20 2 0
                                    

Semua berawal dari hari di mana aku, Belinda, sebagai seorang anak yang masih duduk di bangku kelas 2 SMK. Saat itu aku sedang bersekolah. Mengenakan seragam teknik dan mengenakan kerudung berwarna senada sampai menutup dada.

Aku bersekolah seperti biasanya.  Berangkat dengan menggunakan jasa ojek online. Lalu sampai sekolah aku di sambut dengan banyak orang. Senang sekali rasanya.

“Pagi, Belinda!” Sapa Kak Alvin. Ia adalah kakak kelasku yang sangat jago bermain basket.

“Pagi juga kak!” Sahutku sambil melambaikan tangan.

“Mau kuantar sampai ke kelas?” Tawar kak Alvin.

“Terimakasih kak. Apa kakak tidak keberatan?” Tanyaku.

“Hahahaha. Ya nggak dong, kan aku yang nawarin,” Jawab kak Alvin.

“Boleh kak,” Ucapku sembari menganggukkan kepala.

“Oke, let’s go!”

Aku dan kak Alvin menuju ke kelas ku bersama. Kita banyak berbincang dan sesekali tertawa. Banyak siswi yang memperhatikan aku saat aku sedang berjalan bersama kak Alvin. Beberapa dari siswi itu ada yang pernah mengaku padaku bahwa mereka iri. Mereka iri dengan posisiku yang bisa berbicara bersama ketua eskul basket yang sangat tampan dan juga sangat pintar di semua bidang pelajaran. Terlebih lagi selain denganku kak Alvin hanya mau berbicara mengenai hal penting saja jika bersama siswi lain.

“Ada tuan putri lagi jalan di koridor kelas,” Ucap random kak Alvin.

“Tuan putri?”

“Iya tuan putri,”

“Siapa?” Tanyaku.

“Kamu,” jawab kak Alvin.

“Kok aku?” Tanyaku lagi.

“Iya. Tuh liat aja sekeliling kita. Banyak yang liatin kamu, dan bahkan dari tadi kan mereka kasih kamu jalan,” Jawab kak Alvin.

“Bukan aku tuan putrinya,”

“Terus siapa dong?” Tanya kak Alvin.

Kami berhenti. Aku menoleh ke arah wajah kak Alvin. Ah, sial. Kak Alvin terlalu tinggi, aku sampai mendongakkan kepalaku ke atas untuk melihat wajahnya. Ya, aku baru sadar, sejauh itu ternyata perbedaan tinggi badan antara aku yang hanya memiliki tinggi badan 153 cm, sedangkan kak Alvin memiliki tinggi badan 183 cm dalam jarak yang dekat.

“Tapi kakak Pangerannya,” Jawab aku. Lalu aku langsung menundukkan kepalaku dan kembali menatap ke arah depan.

“Ada apa?” Tanya kak Alvin.

“hehehe, nggak ada apa-apa kok kak,” Jawabku dengan senyuman.

“Bilang aja. Nggak usah takut aku marah,” Pinta kak Alvin.

“Eh?”

“Kenapa? Aku tahu kan kalau ada yang kamu sembunyikan?”

“Iya-iya,”

“Kenapa?”

“Leher aku sakit,”

“Sakit? Kenapa? Masuk angin? Mau ke UKS?”

“Bukan-bukan-bukan,”

“terus sakitnya karena apa?”

“Lihat wajah kakak terlalu tinggi,”

“HAHAHAHA,”

“Shuuutttt, ketawanya kenceng banget sih kak,”

“Hehehe, iya maaf. Kamu sih pendek, kecil, imut, gemesin”

My Husband is My Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang