OD 4

3.2K 375 21
                                    

Happy reading!
~~

"Koh Seno.."

Merasa namanya dipanggil, Seno menoleh ke belakang. Disana berdiri Shani dengan bantal guling dipelukannya.

"Ga bisa tidur lagi?"

Shani menganggukan kepalanya. Shani melemparkan bantal guling miliknya ke atas tempat tidur Seno, lalu kakinya melangkah maju menuju balkon dimana Seno berada. Shani memperhatikan wajah Seno, dan ia baru menyadari sesuatu.

"Koh Seno minum?" tanya Shani menatap botol minuman keras yang berada di genggaman Seno.

"Menurut lo?" jawab Seno dengan kasar.

"Koh.." Shani terdiam di tempatnya.

Entah efek dari minuman keras yang diminum Seno atau ada faktor lainnya, Seno bersikap sangat kasar pada Shani.

"Lo bisa ga sih sekali aja ga nyusahin?! Lo jelas-jelas ga bisa hidup tanpa bokap nyokap lo, tapi kenapa pas perceraian lo lebih milih tinggal sama gue?! Udah cukup mereka beda-bedain kita pas kecil, dan sekarang gue udah ga mempermasalahkan hal itu karna gue udah nemu seseorang yang bisa dengerin keluh kesah gue, dan gue sayang banget sama dia. Tapi apa? Lo malah suka sama dia juga! Ga cuma itu aja, gara-gara lo juga, gue diperas abis-abisan sama itu bocah sialan biar rumor lo ga kesebar! Masih kurang lo nyiksa gue?"

Shani sekuat tenaga menahan agar air matanya tidak terjatuh. Shani tidak sepenuhnya mengerti apa yang diucapkan oleh Seno, tapi itu sangat menyakiti hatinya hingga ia merasakan sesak di dadanya.

"K-koh Seno ini semua pasti gara-gara mabuk kan? Udah cukup minumnya ya."

Shani mencoba merebut minuman keras itu dari genggaman Seno, namun entah apa yang merasuki Seno, ia malah mengangkat tinggi botol minuman tersebut.

"Lo mending mati aja!"

BUGHH!

"AKKHH!"

Shani terbangun dari tidurnya dengan nafas yang tak beraturan. Shani mencari ponselnya dan segera menelepon Gracia. Baru satu kali dering itu berbunyi, Gracia langsung menerima panggilan tersebut.

"Iya Shan? Kenapa?"

"Bisa ke apart sekarang?"

"Kamu kenapa? Ada masalah-"

"30 menit udah disini, please?"

"Tapi aku ada-"

"Please.."

"Iya, aku kesana-"

Tut tut tut..

Shani mengakhiri panggilan tersebut secara sepihak, lalu ia melempar asal ponsel miliknya. Shani mengusap kasar wajahnya dan sesekali memijat kepalanya yang sering kali terasa sakit.

Shani biasanya hanya menganggap kejadian tadi itu hanyalah sebatas mimpi buruknya, namun baru-baru ini mimpi itu terus berulang bahkan hampir setiap hari. Dari situ Shani mulai mempertanyakan apakah kejadian itu memang terjadi di masa lalu?. Namun sekuat apapun Shani mencoba mengingat, kejadian di dalam mimpinya itu tidak tersimpan di dalam memorinya. Terlebih lagi, Seno tidak akan mungkin bersikap sekasar itu padanya, seperti apa yang ada di dalam mimpinya.

Ding Dong!

Shani mengerutkan keningnya saat mendengar bel apartemen berbunyi, rasanya belum ada 10 menit sejak ia menelepon Gracia. Namun ternyata Gracia datang lebih cepat pikir Shani. Dengan langkah yang sedikit lebih bersemangat, Shani berjalan menuju pintu.

ONE DAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang