01

324 40 0
                                    


Malam gulita waktu dimana semua orang mengistirahatkan tubuh dan pikiran mereka, kini menjadi saksi bisu untuk seorang anak laki-laki yang berusia sekitar 15 tahun. Seorang anak yang lebih memilih untuk menghabiskan malamnya dengan menuangkan segala keresahan pada sebuah kanvas putih yang baru ia dapatkan dua hari lalu.

Sedikit demi sedikit ia goreskan berbagai warna dalam kanvas itu. Perpaduan yang pas membuat setiap goresannya menyatu menjadi sebuah ilustrasi pemandangan alam yang sangat indah. Terlihat seorang perempuan anggun yang berdiri di samping pohon. Senyumnya terukir indah ketika mengamati sosok wanita dalam lukisannya. Berharap ia akan bertemu wanita itu suatu saat nanti.

"Jendra akan menunggu hingga Tuhan mempertemukan kita..."

Rajendra Mahardika atau yang akrab dipanggil Jendra adalah salah satu putra dari Jeffri Dirgantara, seorang pengusaha yang terkenal dengan kemampuan mengembangkan perusahaannya dalam waktu singkat hingga kini menjadi salah satu perusahaan terbesar dalam negeri.

Jendra adalah anak terakhir dari 2 bersaudara. Ia mempunyai kakak laki-laki yang memiliki usia tak jauh darinya. Jean Nugraha, hanya berbeda satu tahun usianya dengan Jendra. Perbedaan yang tak jauh untuk usia keduanya, seharusnya bisa membuat Jendra memiliki hubungan yang baik dengan kakaknya. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Tatapan tajam yang selalu kakaknya berikan membuat Jendra enggan untuk mendekatinya.

Jika ditanya mengapa hal itu bisa terjadi, maka Jendra belum bisa menjawabnya. Karena ia juga tidak tahu apa yang membuat kakaknya terlihat sangat membenci keberadaannya. Bahkan mengajak bicara pun tidak pernah dilakukan oleh kakaknya. Demi bisa membina hubungan yang baik dengan sang kakak, Jendra rela menurunkan egonya untuk selalu mengajak bicara kakaknya. Namun hanya tatapan sinis yang Jendra dapatkan.

Setiap orang memiliki batas kesabaran yang berbeda. Setelah lama berusaha untuk bisa dekat dengan sang kakak namun malah mendapat perlakuan sebaliknya, membuat Jendra sudah menyerah dan malas untuk mencoba berhubungan lagi dengan Jean.

Jika kalian tanya bagaimana hubungannya dengan sang ayah, maka dengan tegas Jendra akan menjawab 'hubungan kami sangat baik.' Bagi Jendra, Jeffri adalah sosok ayah terbaik yang pernah ia temui. Meskipun ada beberapa hal yang ayahnya lakukan membuat Jendra sedikit jengkel. Namun ia yakin bahwa semua yang dilakukan ayahnya adalah hal yang terbaik untuk dirinya. Kecuali satu hal.

Kembalinya sang ibu.

Jendra telah lama berpisah dari sang ibu yang sangat ia cintai. Wanita cantik yang telah melahirkan Jendra ke dunia ini. Meskipun Jendra belum pernah mengetahui seperti apa sosok ibunya, Jendra sangat yakin bahwa ibunya adalah wanita tercantik dan baik hati yang pernah ada dalam hidupnya. Kehadiran Jeffri sangat berharga baginya, hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa hadirnya sang ibu lebih ia nantikan.

Melihat bagaimana cerita manis teman-temannya dengan ibu mereka, membuat Jendra sebagai pendengar setia mereka merasa begitu iri. Ingin sekali Jendra merasakan bagaimana interaksi seorang anak dengan ibunya. Bagaimana rasanya kasih sayang yang ibu berikan pada anaknya. Bagaimana bahagianya saat memperoleh perhatian dari sosok ibu. Semua hal itu sedari kecil hingga saat ini hanya mampu menjadi angan-angan dalam hidup Jendra.

"Ayah, Jendra ingin ibu kembali....."

"Jangan mengatakan hal yang tidak mungkin terjadi Jendra. Hati ayah sakit ketika mendengar permintaanmu yang tidak akan bisa ayah wujudkan. Jadi berhenti mengatakan hal itu ya nak."

Harapan Jendra luruh ketika Jeffri memutuskan untuk tidak akan kembali pada ibunya dan tidak ingin menikah untuk kedua kalinya. Laki-laki itu hanya ingin fokus pada kedua putra dan pekerjaannya. Baginya semua wanita sama saja. Selalu datang ketika membutuhkan dan pergi ketika sudah bosan.

Lama berkutat dengan peralatan melukisnya, samar-samar Jendra mendengar derap kaki mendekat ke pintu kamarnya. Dengan sigap, Jendra segera merebahkan diri di atas ranjang. Lampu kamar sengaja tak ia matikan, karena ketakutan terbesarnya adalah berada dalam kegelapan.

Terlihat engsel pintu bergerak dan setelahnya pintu berwarna putih itu terbuka menampilkan sosok laki-laki yang Jendra sebut dengan panggilan ayah. Hal selanjutnya yang laki-laki paruh baya itu lakukan adalah menutup pintu kamar Jendra dengan hati-hati. Ia khawatir suara decitan pintu yang terlalu keras bisa membangunkan tidur sang anak. Langkahnya perlahan mendekat ke arah sisi ranjang Jendra.

Senyumnya hangat ketika melihat wajah putranya yang telah tertidur. Deru nafas Jendra yang terdengar normal membuat hatinya menjadi tenang. Dengan pergerakan yang pelan, laki-laki itu ikut merebahkan diri tepat di samping Jendra.

Matanya tak henti untuk melihat raut wajah indah sang anak. Rasa syukur selalu ia panjatkan kepada Yang Maha Kuasa karena telah menitipkan seorang anak bak malaikat pada dirinya. Senyum dan tawa anak itu selalu menjadi hiburan dirinya ketika masalah satu per satu datang menyerang ketenangannya.

Tangannya terulur merapikan rambut putranya yang sedikit berantakan. Diusapnya dengan lembut kening sang anak. Dirapalkanya doa terbaik bagi anaknya. Setelah dirasa telah cukup, laki-laki itu mensejajarkan dirinya dengan sang anak. Ditariknya anak itu ke dalam pelukannya dengan lembut.











"Ayah menyayangimu...putraku..."

"Dan ayah harap kehadiran ayah cukup untuk menghapus impianmu akan kembalinya wanita itu....."

Tbc

Thank you yang udah nyempetin buat cerita ini😊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Thank you yang udah nyempetin buat cerita ini😊

Jangan lupa vote, comment, and share🤗

SILENT
15/02/2023

Silent [Renjun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang