04

178 25 5
                                    

Suasana yang awalnya mencerminkan kebahagiaan kini berubah menjadi suram. Rania,wanita yang baru saja merubah statusnya menjadi istri dari seorang Jeffri kini di hadapkan dengan masalah rumit yang menyerang keluarga kecil yang baru ia bangun dengan sang suami.

Wanita itu menatap sendu ke arah remaja laki-laki yang tidak lain dan tidak bukan adalah Jendra, putra bungsu Jeffri. Sedangkan Jeffri sendiri kini tengah meluapkan emosinya dengan menghancurkan seluruh ruangan kerjanya. Perasaannya bercampur aduk, marah dan kecewa yang lebih mendominasi.

"Yas kalo lo ngerasa hidup lo hancur, gue mohon jangan jadi pengecut kayak gue. Lo tahu semua tentang suka duka gue, yang belum tentu keluarga gue sendiri tahu. Payah banget emang takdir yang digambar buat gue. Tapi gue bersyukur lo mau nerima semua keluh kesah yang bertahun-tahun gue pendem. Lo emang sahabat terbaik Yas....." Racau Jendra yang mampu menghentikan langkah Rania untuk pergi keluar dari kamar anak itu.

Rania kembali mendekat ke arah Jendra. Dilihatnya sudut bibir anak itu terdapat noda darah yang sudah mengering.

Rania menitihkan air matanya. Ia merasa sedih saat melihat keadaan Jendra yang berantakan dengan muka lebam di pipi kanannya.

"Dihari pernikahan saja, dirimu sudah melakukan hal buruk yang bisa menyakiti dirimu seperti ini, bagaimana jika kau mengetahui bahwa aku sedang mengandung anak dari ayahmu Jendra....." Ujar Rania ditengah isakannya.

Tangannya perlahan mengusap perut ratanya. Sedangkan tangan kanannya masih setia menggenggam salah satu tangan Jendra.

Kriet

Tak lama pintu kamar itu terbuka. Menampilkan sosok pria dengan pakaiannya yang sudah berantakan. Berjalan mendekat ke arah Rania juga Jendra.

"Dia belum juga sadar? Seberapa banyak botol yang ia habiskan malam ini...." Ujarnya pelan sembari menatap sang anak.

"Mas, a-aku mohon jangan marahi Jendra ya....dia pasti punya alasan kenapa sampai bisa sejauh ini. Aku mohon mas...." Rania berlutut di hadapan Jefri. Wanita itu menunduk pelan.

"Kenapa....apa salahku sampai dia berbuat seperti ini Rania??? D-dia masih kecil dan-dan....." Runtuh sudah pertahanan Jeffri. Laki-laki itu terisak pelan kala mengingat keadaan putranya saat pertama kali dibawa Mahen.

Racauan yang tidak jelas selalu terucap dari anak itu. Bau alkohol yang begitu menyengat mampu membuat jantung Jeffri seakan-akan ditusuk ribuan panah. Sakit. Itulah yang Jeffri rasakan saat ini kala melihat Jendra yang tengah berbaring dengan sesekali meracau kalimat-kalimat yang bahkan Jeffri sendiri tidak tahu maksudnya.

"B-bunda......" Gumam Jendra pelan dan mampu mencegah langkah Rania yang berniat untuk meninggalkan kamar anak dari suaminya.

"Bunda Nara....."

Wanita itu tersenyum getir mendengar kelanjutan gumaman sang anak. Jeffri hanya mengamati sang anak dengan ekspresi yang tidak bisa dideskripsikan. Tatapan hangat yang biasa ia berikan untuk Jendra kini sudah hilang.

Jendra menggeliat dalam tidurnya. Terlihat ia sedang merasa tidak nyaman. Rania yang melihat itu segera mendekat. Ditempelkannya punggung tangan wanita itu ke dahi Jendra.

Hangat. Itu yang Rania rasakan. Wanita itu menatap Jeffri dan segera pergi ke dapur guna menyiapkan kompresan untuk Jendra.

Jeffri masih diam di tempat. Ia khawatir dengan kondisi putranya, tapi rasa gengsi lebih mendominasi. Laki-laki itu memutuskan untuk keluar dari kamar Jendra. Mengarahkan langkah kakinya menuju kamar putra pertama. Dilihatnya Jean sudah bergulung dengan selimut abu-abu.

Silent [Renjun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang