"Wah, kau pintar juga ya, reinkarnasiku."
Rasanya waktu seperti melambat. Satu detik terasa seperti selamanya. Mata mereka saling sapa. Merekam kedua wajah yang sangat mirip itu. Sampai yang laki-laki tersenyum, barulah Ruth tersadar akan sesuatu.
"HANTU!!"
•••
"Nathan, kenapa masih disana? Ayo."
Nathan tersadar dari lamunannya. Dia segera memasukkan barang-barangnya ke dalam tas sebelum menyusul kakak perempuannya yang sudah berjalan keluar lebih dulu.
"Kak, sehabis ini kita makan malam di luar saja, aku yang traktir."
Kakaknya menoleh bingung. "Hey, tidak biasanya, ada gerangan apa?"
"Entahlah, tiba-tiba aku merasa senang."
•••
"HANTU!!"
"BUKAN!"
"KAU HANTU!"
Teriakan Ruth sangat kencang sampai membuat salju di atas atap jatuh menutup pintu, dan anjing tetangga menggonggong. Tak aneh jika laki-laki primitif itu menutup telinganya dengan kedua tangan.
"Siapa yang mengirimu kemari, demit?!"
"Hey, tenang dulu."
"Hahaha, kau menyuruhku tenang? Bahkan jika kau bertemu dengan hantu apakah kau akan tenang? — ah tapi kau hantu. Pokoknya, pergilah dari sini!"
"Aku bukan hantu!"
"Bukan hantu? Bajumu menjuntai ke lantai, rambutmu panjang dan wajah luka-luka, apalagi namanya kalau bukan hantu?" Marah Ruth sambil menggerakkan jari telunjuknya untuk menunjuk bagian-bagian yang dimaksud.
"Aku layak berpenampilan seperti ini setelah hampir mati tau— DAN TOLONG BIARKAN AKU MENJELASKAN TERLEBIH DAHULU, ATAU SETIDAKNYA SAJIKAN AKU SEGELAS AIR, HUWAAA!!"
Ruth mendorong laki-laki itu sampai jatuh dari jendela. Lalu dengan kasar jendelanya ia tutup dan kunci. Orang di luar sana menggedor berisik.
Perempuan itu menyambar dua bungkus roti bakar yang satu diantaranya telah digigit sebelum naik ke lantai dua. Sengaja menghentakkan kakinya kuat-kuat di lantai. Pintu kamar lagi-lagi harus bernasib sama seperti jendela, dibanting.
"Pintunya bisa rusak kalau terlalu keras tau."
Tetapi laki-laki primitif yang seingat Ruth tadi sudah dia lempar keluar kini ditemukan rebahan dengan santai di kasurnya. Perempuan itu makin jengkel.
"Kau tidak menutup jendela kamarmu," kata laki-laki itu menunjuk ke arah jendela tanpa wajah bersalah. Dia bahkan masih sempat mengupil!
"Iyuh! Jangan mengupil di kasurku, demit!"
Laki-laki itu tertawa, lalu bangkit dan berjalan ke arah Ruth, "kau tidak boleh bersikap kasar kepada sesepuh," lalu menempelkan upilnya ke bahu Ruth.
Dan tanpa basa-basi Ruth melayangkan kakinya untuk memukul alat kelamin yang laki-laki, tak sampai di sana aja, ia juga mendaratkan satu pukulan yang cukup keras. Laki-laki itu berteriak kesakitan dan jatuh dengan posisi kepala terantuk ujung meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The God's Glory
FantasyThe God's Glory adalah julukan untuk seseorang yang dianugerahkan kekuatan suci dari Tuhan. Seorang The God's Glory biasanya bisa mengendalikan alam semaunya serta mengobati dirinya sendiri. Kesucian seorang The God's Glory memang tidak boleh pudar...