◌⑅⃝ 4 ⑅⃝◌

11 7 0
                                    

Alam penuh dengan
misteri, seperti sebuah
danau dan rahasianya

BOSAN; Bongkar Alasan

Kupikir pertempuran memakiku kepada Hanan kemarin sudah menjadi final di mana kami resmi berpisah juga. Tapi nyatanya, kehadiran pria itu yang sekarang sedang menempati posisi seperti kemarin, lagi-lagi mengundang isu di mana kecurigaannya padaku sebagai orang gila.

"Aku yakin kamu sengaja bilang udah punya pacar supaya aku enggak dekatin kamu lagi. Itu kejam, Egyn." Dia ikut mengonsumsi es krim rasa vanila, tapi tidak seperti kemarin belinya dua, seakan dia mau menunjukkan tanpa es krim bisa mendapatkan permintaan maafku.

"Kamu tinggal bilang enggak suka sama aku pun udah cukup, Egyn. Kenapa harus pake embel-embel udah punya pacar? Jadinya aku bilang kamu gila kemarin."

"Ya udah, iya iya. Jadi mau kamu apa sekarang?" Meski kuulangi percakapan yang kemarin, kalau tanpa sosoknya Mahen, orang ini pasti tidak akan percaya. "Aku enggak suka kamu, oke? Sekarang kamu bisa pergi," kataku.

"Enggak bisa." Dia mengagetkanku. "Aku bakal tetap berusaha ngejar kamu. Selama kamu masih sendiri, maka aku  ...."

"Aku nunggu seseorang, Hanan. Kami udah lima tahun pa ... sshh!" Aku rasanya frustasi sekali, mau kutampar wajahnya pakai kepala sapi.

"Kalo gitu mana buktinya kamu pacaran sama di Molen Molen itu?"

"Mo  ... nama dia Mahen! Kamu keterlaluan banget ya!" Aku marah sekali padanya, demi Tuhan, kalau diizinkan terbang ke langit, aku ingin melakukan itu sekarang.

"Mana?" Hanan benar-benar memaksaku untuk menunjukkan foto Mahen yang tampan.

"Nih!" Aku menyerahkan ponselku. "Layar kuncinya foto kami berdua, buka aja," kataku kemudian.

"Mana?"

Astaga! Apa Hanan itu buta? Atau dia tidak mau mengakui kalau Mahen lebih tampan darinya? "Sini!" Aku langsung merebut ponselku kembali.

Ketika melihat layarnya yang masih hidup, rasanya ada sesuatu yang menumbuk dadaku dengan keras. Aku sampai terbatuk dua kali, lalu tanpa minta izin, Hanan mengelus punggung belakangku.

Tidak ada perlawanan untuk menyudahinya, aku terus memandangi layar ponsel yang tidak berubah sama sekali meski sudah berkedip berkali-kali.

Tidak ada Mahen di sana.

Alias, hanya ada foto selfie diriku sendiri saja.

"Enggak mungkin!" Aku pun berjelajah di galeri penyimpanan, mencari semua foto yang pernah kuambil bersama Mahen di sini. Tapi nihil, semua hanya berisi foto-fotoku saja. "M-mahen?" Aku melihat sekeliling, ponsel itu terjatuh ke tanah. Tubuhku menegang sempurna.

"Egyn?" Hanan memegang bahuku.

Kami pun saling bertatapan. Aku tidak perduli bakal dibilang cengeng karena sedang menangis di depannya. Jika penilaian sebagai orang gila akan dimenangkan oleh tangisku hari ini, maka aku juga mengakui kalau sejak ditinggal Mahen, aku adalah gadis yang cengeng.

"Jangan nangis." Hanan mengusap kedua pipiku, tapi entah kenapa, rasanya aku terluka sekali detik ini.

"Jangan dekat-dekat dengan danau itu! Menjauh, duh, jangan terlalu di pinggir." Seorang nenek-nenek tetiba muncul di sela kesedihanku. Ujung baju di tengkuk kami sama-sama ditarik dengan tenaga yang lemah, beliau terlihat takut sekali, seakan kalau telat sedikit saja, akan ada bencana yang menimpa kami.

"M-maaf, Nek. Ini istri saya lagi nangis, hehe." Hanan merangkul bahuku, lalu sama-sama tertunduk di hadapan wanita yang sudah punya punggung yang membungkuk.

"Iya, tapi jangan di sana ya. Bahaya." Beliau terlihat bisik-bisik.

"Kenapa?" Dan Hanan semakin meladeninya.

"Ada anak kecil tenggelam di sana, katanya dimakan buaya. Terus enggak lama, orang tuanya juga ikut bunuh diri ke danau itu."

Aku mendongak. Lalu menatap mata nenek itu dalam-dalam. "Jangan sering ke situ, nanti kalian digangguin oleh arwah mereka. Ya."

Aku memang tidak mengerti ucapannya, tapi ketika melihat ke arah danau, ada Mahen berdiri di permukaannya. Iya, di atas air! Dia tersenyum lalu melambai. Juga sungguh-sungguh membuktikan padaku bahwa dia adalah hantu di danau itu.

Tubuh Mahen tenggelam ke dalamnya.

"Aku udah bosan sama kamu." Kupikir bosan adalah dua kata yang memiliki arti bongkar alasan, yaitu dia, dan aku, bukan makhluk yang berada di alam yang sama. Itu alasan kenapa kami harus berpisah.

--
selesai.

BOSAN | Bongkar Alasan✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang