Gila Untuk
Percakapan
yang Gila—BOSAN; Bongkar Alasan
■
Aku tidak pernah menjadi wanita yang penuh harap semenjak jadi anak yatim piatu, tapi ketika bertemu Mahen, rasa itu menjadi lebih dominan muncul dari dalam diriku. Hanya padanya asaku berakhir, bagaimana melanjutkan kehidupan yang lebih baik, juga keinginan mencapai kebahagiaan hanya bersamanya.
Kupikir Mahen mengerti, hanya dia yang tahu bagaimana susahnya aku menjadi kepribadian yang ceria. Sebab dia memang berhasil, benar-benar bisa membuatku lebih berwarna, aku tahu tujuan hidupku ke mana, dan aku juga bisa menentukan apa saja yang menjamin kehidupanku kelak.
Es krim vanila tidak punya salah, taman ini juga tidak pernah menyakitiku, lantas apa hanya karena ditinggalkan Mahen, aku juga harus meninggalkan mereka?
Tidak. Aku masih di sini. Tetap ke sini meski semalam Mahen memutuskanku. Masih di tempat yang sama di mana aku menempati posisiku yang tidak pernah terganti oleh siapa pun, bedanya adalah, aku hanya sendiri.
"Permisi." Tiba-tiba seorang pria mendatangiku. "Boleh ikut duduk?" tanyanya.
Aku agak ragu, tapi melihat bagaimana tulusnya orang ini memilih tempat, sepertinya dia memang memilih sesuatu yang tepat. Makanya aku mengangguk. "Makasih," katanya kemudian.
Tidak ada hal yang perlu kubicarakan dengannya, topik di antara kami berhenti pada kata 'makasih' saja. Selama dia bukan orang jahat, atau pun pencopet, juga pembunuh sekalian. Aku tidak takut karena pernah mematahkan tangan seseorang yang mau melecehkanku. Ini ajaran Mahen, katanya kasar-kasar saja pada orang jahat selama aku punya kekuatan yang bukan main.
Omong-omong tentang Mahen, sepertinya dia serius memang ingin mengakhiri segalanya denganku. Terbukti dari keberadaannya yang tidak terlihat sama sekali.
Aku mendengus, benar-benar sedih.
"Namaku Hanan, satu angkatan sama kamu waktu kuliah." Pria di sebelahku bicara, aku kaget mendengar isi ucapannya.
"Beneran?" tanyaku, kaget menoleh padanya.
Hanan mengangguk. "Tapi kita enggak dekat, kamu mungkin enggak nyadar kalo aku ada di kelas paling pojokan. Hehe," katanya.
Aku masih tidak percaya telah menemukan sebuah fosil bernyawa yang selama ini hidup dan memperhatikanku sampai sekarang. "Jadi kenapa sekarang kamu muncul?" Pertanyaanku membuatnya tergemap.
"Karena aku udah berani." Begitu katanya.
"Maksudnya?"
"Aku suka kamu."
Dia membuatku berpikir kalau cinta pandangan pertama pasti terungkap selama apapun kita memendamnya. Tapi jika pengakuan ini muncul setelah melihat pintu yang tertutup akhirnya terbuka, kurasa dia bukan tamu yang baik.
"Maaf. Apa karena aku baru putus?" Makanya kutanya lagi.
"Baru putus? Kamu udah punya pacar?"
Aku pun tergelak. "Selama ini apa yang kau lihat dariku? Tentu saja sudah. Setiap hari aku ke sini dengannya, kau tidak lihat? Katanya memperhatikanku terus, bohong ya?" Dalam konteks bercanda, aku ingin dia tidak terluka karena penuduhan itu.
"Aku selalu memperhatikan kamu, dari jam tiga, sampai jam setengah lima, kamu selalu di sini, 'kan? Dengan es krim rasa vanila, juga langganan beli gorengan cireng di dekat gerbang masuk." Dia berusaha menjelaskan hal-hal kecil tentangku, artinya dia memang ada di sini jika aku juga di sini.
Tapi apa dia tidak melihat Mahen? Aku ke sini 'kan sama dia.
"Kamu selalu sendiri, bicara dengan udara dan memandangi danau ini. Akhirnya aku tau alasannya, di sini nyaman." Hanan bicara lagi.
"Bicara sendiri?" Tapi yang kufokuskan berada di dua kata itu.
"Iya. Kayaknya emang asyik bicara sendiri kalau di sini, pantas aja kamu ...."
"Maaf ya." Aku menyelanya. "Aku di sini sama pacar aku, namanya Mahen. Mungkin kamu terlalu berhalusinasi sampai-sampai menganggap kalo aku sendirian aja. Tapi maaf sekali lagi, aku di sini enggak sendiri," kataku.
"Hari ini kamu sendiri." Hanan terlihat bingung.
"Iya, kalo hari ini emang sendiri. Tapi kemarin, lima tahun dari kemarin, aku di sini sama Mahen."
Hanan terdiam. Mungkin dia mau menenggelamkanku ke air danau karena sadar sudah ditolak, itu juga yang sedang kupikirkan sejak tadi karena dia membuatku terlihat seperti orang gila sebelumnya. Kami sama-sama membuat momen pertama dari pertemuan yang sesungguhnya ini menjadi kenangan yang tidak baik.
"Kamu enggak gila, 'kan?"
Sialan. Hanan benar-benar ingin membuatku terlihat seperti gadis yang gila.
--
bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
BOSAN | Bongkar Alasan✔️
Cerita Pendek"Kita putus, Egyn." "Hm? Kenapa harus putus, Mahen?" "Aku udah bosan." Jangan percaya jika alasan kalian putus hanya karena dia bilang bosan. Jangan sekali pun. ©Mi2023