In The Train

727 43 16
                                    

Warning: 18+
Words: 1.6k+ kata

Us as Worker x Jeje as Stranger

Happy reading~

.
.
.

Pada pagi hari yang cerah, Us menjalani aktivitasnya sebagai seorang pegawai kantoran seperti biasa. Ia akan berangkat pada pukul enam kurang sepuluh untuk mengejar kereta, lalu turun di stasiun ketiga sebelum terakhir, dan berjalan kaki kurang lebih satu kilometer untuk bisa sampai di kantornya.

Kondisi yang menyesakkan di dalam kereta telah menjadi makanan sehari-hari bagi Us, ia sudah tidak pernah mengeluhkan hal tersebut. Sudah biasa, katanya. Terlebih hari Senin, entah kenapa menurutnya hari itu selalu menjadi yang paling ramai. Meski hari lain pun sama-sama ramai pula, tapi Us merasa hari Senin di dalam kereta seperti benar-benar tertutup dan tidak ada celah.

Malangnya, hari ini adalah hari Senin. Us meramal ia tidak akan kebagian tempat duduk lagi kali ini.

Pemuda itu menghela napas, ramalannya selalu benar. Us memilih berdiri di sebelah pembatas tempat duduk dekat pintu kereta yang terbuka dan tertutup. Itu adalah safe place-nya bila mengharuskan berdiri, karena Us lebih suka berpegangan di sana dibanding mengangkat tangannya dan mengepal erat pada hand strap yang tersedia.

Gerbong kereta sudah cukup penuh meski pemuda tersebut naik dari stasiun pertama, akan bertambah parah ketika kereta berhenti di stasiun berikutnya dan memasukkan lebih banyak orang. Tubuh Us yang kecil terkadang membuatnya terimpit di pojokan, tertutup oleh lautan manusia yang sebagian besar memiliki tujuan yang sama seperti dirinya.

Pemberhentian di stasiun ketiga, terdapat sedikit orang yang turun dan sejumlah orang yang naik. Kaki Us mundur untuk membiarkan orang-orang tersebut masuk, hingga punggungnya terantuk mengenai pembatas tempat duduk. Ketika pintu kembali tertutup, Us membalikkan tubuh agar ia menghadap pintu, tidak mau wajahnya yang telah dipoles riasan tipis mengenai baju orang lain atau bertabrakan dengan tubuh orang di depannya bila terjadi guncangan dadakan.

Sampai tiba-tiba, ia melihat tangan seorang pria dengan jari telunjuk yang tersemat cincin perak bermotif ukiran memegang pinggiran pintu dekat kepalanya, tampak menjadi tumpuan agar tidak jatuh tatkala kereta bergerak. Pria itu mendempetkan tubuhnya dengan jarak yang begitu dekat kepada Us, mungkin juga karena sedikit terdorong tadi. Namun, itu terlalu dekat. Setidaknya bagi Us.

Deket banget.. gue jadi agak.. gimana gitu. Batinnya.

Us bukan tipe orang yang senang bersentuhan, apalagi dengan orang asing. Maka dari itu, ia merasa kurang nyaman dengan jarak yang minim bersama pria tersebut.

Tapi, anjir. Ni cowok wangi banget buset. Mandi parfum lo? Gapapa sih, bersyukur gue daripada bau ketek, yekan? Mending gini. Jarang-jarang dah gue nemu orang sewangi ini di kereta.

Semakin jauh perjalanan, hidung Us semakin nyaman menghirup harum maskulin yang menguar dari pria di belakangnya. Harum yang tidak membuat pemuda itu pusing dan justru ia menyukainya. Harum yang semakin lama melingkupi dirinya, menutup wewangian citrus yang pagi tadi ia pakai, dan kemungkinan akan menempel pada kemeja yang Us gunakan hari ini.

Pintu kembali terbuka dan memasukan orang ke dalamnya, memenuhi gerbong kereta yang sebelumnya sudah sesak. Us semakin tidak bisa bergerak, bahkan untuk bernapas saja menjadi sulit. Ketika kereta berjalan, tangannya lupa untuk memegang sesuatu sebagai penahan tubuh. Ia sedikit oleng karena tidak bisa menyeimbangkan beban beratnya. Tapi sebuah tangan dengan sigap meraih pinggang Us, menariknya agar tidak terjatuh.

Oneshot JJUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang