Disibukan TO di tempat lesnya, tak terasa gadis pemilik tahi lalat di dagunya itu sudah berada di pertengahan kelas dua belas. Setelah meraih rangking satu seangkatan, Otka mendapat pujian besar dari Nura dan Darsa—orang tuanya.
Pujian yang membuatnya senang bukan kepalang. Yang akhirnya ada kata-kata menyenangkan, setelah sekian lama yang dibicarakan padanya hanyalah sebuah kekurangan yang selalu diungkit.
Otka tak bohong. Bahwa ia masih membutuhkan kedua orang tuanya. Bahwa ia masih seorang anak yang ingin mendapat pengakuan serta perhatian. Bahwa ia masih dan akan tetap menjadi anak kedua orang tuanya.
Dan terhitung sembilan bulan ia tak sekalipun bertemu dengan sosok Hara lagi.
Jika pertemuan tak disengajanya dengan lelaki itu akan terjadi sampai selama ini, Otka tidak ingin berpikir bahwa menunggu adalah hal menyenangkan. Entah apa yang ia nantikan atau ia inginkan dari lelaki berparas bak dewa itu.
Hanya saja ada satu hal yang pasti. Bila bersamanya, Otka merasa dunianya tak sekosong biasanya.
Pikiran berat serta tekanan yang ia hadapi perlahan tak begitu berarti saat dengannya. Serta hampa itu tak lagi terasa sedikit demi sedikit. Otka merasa bebas, tidak sesak bagai kehabisan oksigen.
Melepas fokus terhadap tablet di hadapannya, Otka mendongak. Memperhatikan gerimis kecil lewat kaca transparan di depannya. Mengeluarkan semerbak aroma tanah, tercampur dengan aroma kopi di kafe yang sedang ia kunjungi ini.
Sudah tiga jam lebih delapan menit berlalu dan Otka masih betah disini. Tidak beranjak kecuali saat kopinya sudah habis. Mengisinya hingga gelas kelimanya.
Otka menumpu dagu menggunakan tangan, beristirahat sejenak. Menikmati rintik demi rintik yang turun.
Tempat ini menjadi tempat yang sering ia kunjungi 4 bulan belakangan. Selain memang dibuat khusus untuk belajar atau kerja hingga suasananya tenang, kafe ini memiliki WiFi super cepat dan menu makanan serta minumannya dapat dinikmati oleh lidah Otka.
Sosok jangkung tiba-tiba berteduh tepat di hadapan Otka. Hingga ia dapat melihat jelas rupa orang itu. Tangannya turun, pelan. Badannya sedikit menegap. Otka tahu ia bahagia, dirinya bahagia ketika melihat Hara dengan badan yang sedikit basah itu ada di depan matanya.
Lelaki itu menepuk-nepuk seluruh badannya, menyingkirkan sisa air disana. Menggosok kedua tangan untuk menghantarkan rasa hangat. Lalu tubuhnya memiring, berniat melirik isi kafe tempatnya berteduh.
Tapi tanpa bisa dihindari, tatap itu bertemu. Berucap tanpa suara dalam keheningan. Bergeming dalam posisi masing-masing. Tidak tahu juga tidak menyangka, bahwa hari inilah terjadinya sebuah temu yang dinantikan.
Nyaman beradu pandang satu menit lamanya. Hara menjadi orang pertama yang tidak bisa menyembunyikan tawanya, sampai menular pada Otka yang segera terkekeh kecil. Mata gadis itu bergerak sesuai dengan gerak-gerik Hara, yang berjalan masuk ke dalam kafe.
Saat pintu tertutup berbunyi, Hara tak bisa menghilangkan kurvanya sama sekali. Berjalan ke kasir dan memesan kopi hitam panas beserta cheesecake. Menunggu pesannya jadi dengan tatapan mengarah pada Otka yang membalas itu semua.
Terkadang memalingkan wajah masing-masing dengan senyum salah tingkah.
Begitu pesanan jadi, Hara mendatangi Otka. Duduk di sampingnya seraya menyodorkan cheesecake yang ia pesan kepada sang gadis. Masih tanpa sebuah ucapan apapun.
"9 bulan ini..."
Otka mendongak, merindukan suara ini. Ia menunggu kalimat Hara selanjutnya.
"Lo baik-baik aja, kan?"
"Tentu. Kalau lo gimana?"
Hara menyeruput kopinya pelan sebelum menjawab. "Kurang baik. Nunggu ternyata nggak semenyenangkan yang gue katakan."
Otka terkekeh geli, ikut menyesap kopinya yang tersisa setengah. Meski tak berhadap-hadapan, suasana malah terkesan menyenangkan. Canggung? Sama sekali tidak ada.
"Gue kira penungguan ini akan berujung sia-sia, nyatanya nggak sama sekali. Dan gue bersyukur akan hal itu." Ujar Otka, mencurahkan penunggunya akan kehadiran Hara.
Hara memandangi side profil Otka, tersenyum teduh. "Maaf. Kali ini gue nggak akan ngucapin hal yang nggak pasti lagi."
Otka mengangguk, mempercayai perkataan Hara. Mereka terhanyut dalam hening yang menenangkan, merasakan kehadiran masing-masing yang kian membuat nyaman.
"Gue mau nagih nomor telepon lo, boleh nggak?" Di menit ke 7, Hara membuka suaranya seraya menyerahkan ponselnya ke arah Otka, yang diterima sang empu dengan baik dan akhirnya setelah 9 bulan dalam asa yang sama, Hara kini mendapatkan nomor sang gadis.
Otka menoleh saat menyerahkan balik ponsel milik lelaki itu. Ia juga ingin mengatakan sesuatu. "Gue juga mau nagih cerita tentang doku kuno yang lo punya, boleh nggak?"
Hara menahan senyumnya, ia lantas membereskan barang-barangnya sendiri dan barang-barang Otka, lalu terakhir menyerahkan tangannya kepada Otka yang dilanda kebingungan. "Gue ceritain sambil menyusuri jalan setapak lo nggak keberatan, kan?"
Seakan mengerti, Otka menerima uluran tangan Hara. Menyetujui tanpa kata.
[ Selamat Tinggal ]
KAMU SEDANG MEMBACA
Selamat Tinggal
Historia Corta"Untuk kamu yang melebihi ekspektasi, ku ucapkan terima kasih dan selamat tinggal." Seri pertama dari : Song Becomes Story Disclaimers : - Bahasa - Harsh words - Short story - Songlit - Typo 🎶 Lagu yang bersangkutan : Selamat Tinggal - Virgoun ft...