"Ini adalah langkah pertamaku untuk memulai petualangan yang sudah aku inginkan sejak lama. MARI PERGI"
*Brak
"Berhenti berteriak. Cepat kembali ke depan dan layani para tamu, bar kita sedang ramai dasar gadis nakal" Marah seorang pria
"Aku dihentikan di langkah pertama... Hehehe baik Sir Bister" Ivanya mengatakannya dengan nada pelan diawal.
Ivanya keluar dari ruangan yang bisa disebut sebagai tempat istirahat tersebut. Dan berjalan melewati pria itu menuju ke bar depan.
"Cih. Meskipun dia mengeluh dia akan tetap melakukannya sampai akhir. Putri mu sudah besar loh kak Kedrey" Suaranya menelan diakhir.
Pria yang sudah diketahui namanya itu berjalan menjauhi ruang istirahat menuju ke depan bar. Saat di depan dia memperhatikan Ivanya yang sedang melayani tamu dengan senyumannya.
Sir Bister itu menatap Ivanya dengan ras bangga, senyuman pun terlukis di bibir nya.
Sir Bister melanjutkan pekerjaannya di bagian penyambutan tamu.
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•Matahari pun mulai menunjukkan warna jingga kemerahan menandakan hari sudah akan sore.
Bruk brek Brak
Barang berserakan di mana-mana, ruang yang semulanya rapih sekarang sangat berantakan bak kapal pecah. Seorang gadis terus mengacak-acak ruangan tersebut entah sedang mencari barang atau ada hal lainnya.
"DIMANA KALUNGKU!!" Teriaknya.
*Brak
Suara pintu dibuka dengan keras, seorang pria terlihat disama dengan wajah kesalnya.
"KENAPA KAU TERIAK-TERIAK. ITU MENGGANGGU PARA TETANGGA KAU TAU?!" Murkanya.
Wajah marahnya berubah menjadi bingung tak kala melihat gadis yang baru di teriakinya menatapnya dengan tatapan sedih, takut, marah dan panik.
Pria itu mengubah posisi berdirinya dan berjalan mendekati gadis itu, perlahan bertanya.
"Ada apa?" Tanya nya
"Kalung ku, kalung ku, tidak ada" ucapnya sedih.
"Kalung? Kalung apa?" Tanyanya heran. Karena setaunya gadis itu belum pernah menggunakan sebuah kalung di lehernya."Itu.... kalung....itu kalung...kalung......" Gugup it yang dirasakan gadis itu. Karena dia tidak pernah memberitahu pria itu bahwa dia memiliki sebuah kalung.
"Hahh..." Pria itu menghela nafas. Lalu memendekkan jaraknya dengan gadis itu tangannya terangkat untuk mengelus Surai merah ke coklatan sang gadis.
"Ivanya... Kalau kau tak mau mengatakannya tak apa itu pilihanmu" Ucapnya untuk menenangkan gadis itu (Ivanya).
Ivanya menatap pria itu dengan tatapan seolah tidak percaya dan kembali menunduk.
"Terima kasih Sir Bister" ucapnya pelan.
Senyuman lembut terbentuk di bibir Sir Bister. Mengelus lembut Surai Ivanya. Kemudian kembali membuka suara.
"Lalu, bagaimana bentuk kalung itu? Aku akan membantu mencarinya" ucapnya.
Ivanya kembali menatapnya, dia membuka bibirnya untuk berbicara tapi kemudian ditutup kembali. Setelah terdiam beberapa saat akhirnya Ivanya berani membuka suaranya.
"Itu.... berwarna perak, bentuk liontinnya lima sisi. Di dalam permata nya seolah ada sayap putih...." Kalimat yang diucapkan Ivanya menggantung, seakan dia tidak mau mengatakannya.
Sir Bister menatapnya kembali, Ia tahu ada hal yang tidak bisa Ivanya katakan padanya.
"Yosh, warna perak bentuk segi lima dengan permata sayap. Akan aku bantu Carikan" Ucap Sir Bister kepada Ivanya.
"Tapi sebelum itu, kita harus membereskan kekacauan ini" ucapnya dengan menatap seluruh isi kamar.
Ivanya yang sempat tertegun dengan kalimat awal Sir Bister justru sekarang memasang wajah menyebalkan setelah itu tertawa pelan.
Sir Bister yang melihat itu pun turut ikut tersenyum.
. . . . . . . .
Beberapa saat kemudian kamar yang sebelumnya berantakan sudah kembali rapih seperti semula. Tapi sayangnya kalung itu tidak ada di sana.
Sir Bister yang melihat Ivanya kembali murung pun hanya terdiam, tidak tahu kata-kata apa yang dapat menyemangati gadis itu.
"Kita lanjutkan mencarinya besok saja, tidur sana" Ucap Sir Bister lantas keluar meninggalkan kamar Ivanya.
Ivanya hanya diam di tempatnya, bukannya Ia tidak mendengarnya tapi dia takut kalau-kalau tidak menemukan kalung itu. Karena kalung itu benar-benar sangat berharga baginya.
"Lanjutkan besok... Bagaimana bisa" ucapnya pelan.
Ivanya pun berpindah dari tempatnya ke tempat tidurnya. Ia menjatuhkan dirinya ke kasur dan menutup sebagian wajahnya dengan tangan kanannya.
"Bagaimana bisa aku kehilangan kalung itu?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Pertanyaan tentang kalung itu terus berputar-putar di dalam kepalanya. Hingga tanpa sadar matanya tertutup, Ia tertidur.
Tanya di sadari Ivanya punti kamarnya masih sedikit terbuka, di sana terlihat Sir Bister yang mendengar gumaman nya Ivanya.
Sampai akhirnya Sir Bister melihat Ivanya tertidur. Ia memasuki kamar itu lagi mendekati Ivanya yang sudah tertidur pulas karena lelah.
Sir Bister pun mengubah bentuk tidur Ivanya agar dirinya tidak pegal-pegal saat terbangun nantinya. Lalu memakaikan selimut agar Ivanya tetap hangat.
"Aku tidak tau seberapa berharga nya kalung yang kau cari tapi, aku tau itu sangat berharga bagimu, gadis nakal" ucapnya pada Ivanya yang sudah tertidur.
Setelah itu, Ia mematikan pencahayaan di kamar Ivanya lalu berjalan keluar. Sebelum menutup pintu Ia kembali melihat ke arah Ivanya yang sudah tertidur dengan tatapan yang sulit diartikan. Kemudian menutup pintunya.
.
.
.
.
.
.
.
.To be Continued