eps.2

83 6 0
                                    


   Haechan meningalkan kamarya melangkah kearah dapur, tujuannya adalah menegak segelas minum,

"gak ngampus chan?"

Suara serak yang familiar hampir membuat Haechan melempar gelas yang dia pakai minum, untung dia tidak melakuannya,

"engga, gak enak badan gue jun" Haechan tidak menatap lawan bicara, dia berjalan ke westafel ingin mencuci gelas bekas ia minum, "lo sendiri jun? Ada jam siang?",

"gak, gue juga gak enak badan,"

Renjun duduk di tempat sebelumnya Haechan duduk untuk minum,

"bisa barengan gitu ya?" Haechan berujar sambil meletakkan kembali gelasnya ke rak,
"jangan jangan kita jodoh lagi chan, sering banget barengan,"
"ada ada aja lo, lagian aneh begitu,"

Renjun tidak lagi menanggapi ucapan Haechan, dia membuka stroafoam yang ia bawa bersama plastik transparan,

"makan, chan?" Renjun menawarkan bubur ayamnya yang masih hangat pada Haechan,
"gak usah, Jun, makan aja!" Haechan duduk bersandar pada kursi sebelah Renjun, "gue temenin"

"gak usah lo temenin kali chan, gue bukan anak kecil! Gak enak gue sama lo, lo nya gak makan, gue makan" Renjun menolak tawaran Haechan,
"kayak sama siapa aja lo, pake gak enakan, udah lanjut makan aja!".

"buburnya di bawain siapa?" Haechan malas jika diantara keduanya harus di temani keheningan setiap pertemuan, ada yang terasa aneh di lubuk hatinya,

"Jaemin tadi pagi," Renjun menjawab seadanya, "lo belum sarapan kan? Gue minta Jaemin bawain bubur ginian mau?" kembali sebuah tawaran menghampiri Haechan,

"ngerepotin Jaemin gue jadinya," Haechan menggaruk tekukknya yang tidak gatal, "lagian bang Hendery mau kesini, bentar lagi palingan sampe."

"Gue kira lo sekarat di kamar, rupanya duduk berduaan di dapur begini." Lelaki dengan masker putih dan helm masih menempel di kepala, meletakkan seebuah kantung plastik kuning di hadapan Haechan,

"tega bilang adeknya sekarat," Haechan membuka plastik yang di bawa oleh anak pertama di keluarganya itu, "ini nasi goreng biasa kan?" Hendery yang ditanya begitu mengangguk,

"capek gue tunggu tu kedai buka, jadi pelanggan pertama gue demi elo"
"makasih abang ganteng," Haechan memajukan bibirnya, seakan ingin mencium Hendery,
"Ren, lo kok mau sih punya temen kayak dia?"

"udah takdir sialnya begitu kali, bang." Renjun menjawab asal.

"jadi lo berdua sakitnya barengan gitu?" Hendery bertanya di sela menonton keduanya tengah makan, "jadi ingat kalian zaman SD aja" lelaki lebih tua setahun itu terkekeh, ingatannya melayang ke berahun tahun silam,

"kenapa emang pas SD?" Haechan tidak terlalu ingat masa itu,
"semua berwal dari mimpi buruk elo, lo nangis dan minta sama bunda buat tidur sama Renjun, gak mau sama yang lain, harus Renjun," Renjun yang mendengar itu langsung tersenyum jahil, dia ingat, "itu jam udah tengah malam, Bunda rela ke rumah Renjun, buat minta nemenin lo tidur doang," Haechan menemukan cerita itu di memorinya, namun dia sudah keburu harus menahan malu,

"mana besok nya kami sakit bareng kan bang?" cerita Hendery di sambung Renjun,
"bener, persis kayak seakarang, bedanya sekarang gak pelukan di atas tempat tidur pake kompres di kepala."

Hendery mengakhiri ceritanya dengan tawa mengejek keduanya, Renjun hanya ikut tertawa, Haechan berdecak mewanti wanti dalam hati; jika dia tidak sakit, ia akan memukul sang abang.

"tapi heran ya, kalian dulu sedekat itu sekarang harus secanggung ini?"

Haechan maupun Renjun diam, keduanya tidak ada yang berniat menjawab pertanyaan Hendery. Benar memang yang di katakan Hendery, mereka dulu sedekat itu, menghabiskan waktu bersama, namun sekarang seperti orang yang hanya tau nama masing masing, asing,

"Haechan, Bang, gue izin angkat telpon dulu ya."

Seperti halnya menghindar secara tak langsung, Renjun bangkit membawa ponselnya yang berdering, meninggalkan dua kakak beradik itu, dan bubur yang perlahan mendingin.

hyuckren; BERAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang