2. Hanzo X Hanabi

113 9 1
                                    

Happy Reading💕

Quote of The Day: "Daripada bikin gue naik pitam, mending bikin gue naik Mythic." - Wanwan

Now Showing: Colour of Death

Hanabi dulunya adalah pelukis yang sangat hebat. Hampir semua karya gadis berhati dingin itu habis dilelang oleh orang-orang elit. Sehingga keangkuhan gadis itu perlahan mulai tumbuh karena banyaknya harta yang ia miliki, dan reputasi yang dibanggakannya sepanjang tahun.

Suatu hari—selembar surat terselip ke bawah pintu rumahnya. Sampulnya berdebu. Hanabi menilik nama pengirim. Tidak ada. Alamatnya pun juga tidak ada. Tetapi, surat itu memang ditujukan untuknya. Bibirnya melengkung ke atas melihat barisan huruf yang terangkai rapi itu.

Suatu kehormatan bagi saya apabila bertemu dengan Nona Hanabi secara pribadi. Mungkin, kita hanya akan bertemu satu kali seumur hidup. Namun, jika Nona berkenan, balaslah surat ini secepatnya. Saya akan mengirimkan alamat untuk kita bertemu nanti.

"Serius sekali." celetuk seorang gadis berambut putih yang entah sejak kapan berdiri di samping Hanabi.

Gadis dingin itu mengerjap. Segera melipat surat tanpa nama pengirim tersebut.

"Kapan kau datang?" tanya Hanabi setenang mungkin.

"Baru saja," sahut gadis bernama Kagura itu. "Boleh aku lihat sebentar? Tulisan surat yang tadi bagus sekali."

Hanabi mendecak. "Kau tahu ini privasi, kan?"

"Sebentar saja." Kagura memohon.

"Huh, baiklah. Jangan lama-lama." Hanabi mendengus, tapi menyerahkan lipatan surat yang kusut itu.

Mata Kagura terlihat berbinar membaca untaian kalimat itu. Bahkan, bukan puisi. Lantas, apanya yang bagus? Paling-paling ulah penggemar Hanabi dengan maksud tertentu. Ugh, mengapa ia menjadi berpikiran negatif? Rasa senang barusan menguap begitu saja.

"Tampaknya, aku pernah melihat tulisan ini sebelumnya. Terasa tidak asing." Kagura menyodorkan kertas lusuh itu lagi pada Hanabi.

"Di mana?"

"Hayabusa juga pernah menerimanya."

Hanabi tidak bertanya apa-apa lagi setelah itu.

***

Jarum jam terus bergerak. Meskipun ada Kagura dan Hayabusa yang dengan senang hati menemani gadis berpita merah itu, Hanabi tetap merasa kesepian. Ia mengusir rasa sepi lewat media kanvas. Semestinya, seni adalah hasil torehan emosi para pembuatnya. Sekarang, Hanabi hanya termenung. Merasa kosong.

"Hanabi, kau sakit?" tanya Hayabusa.

Lamunan Hanabi pun terputus. Menatap kanvas dan temannya secara bergantian. "Tidak. Tidak apa-apa. Mana Kagura?"

"Sedang mencuci tangan. Oh, ya. Sebentar lagi jam makan malam. Apa kau ingin hidangan tertentu?"

Gadis itu mengembus napas. Tidak tahu harus memilih apa. "Ramen saja." jawabnya ragu-ragu.

Menyadari ada keanehan, dan jemari kaku yang tengah menggenggam kuas itu, membuat satu-satunya teman lelaki Hanabi mengernyit heran. Pastinya ada sesuatu, tetapi Hayabusa tidak bisa mengatakannya secara terang-terangan. Apalagi pada Hanabi yang merasakannya.

"Jika ada yang mengganggumu, katakanlah."

Hanabi menggeleng. "Hanya sedang tidak fokus. Mungkin lebih baik menonton film."

Beberapa menit terlewat. Sesekali, Kagura tertawa melihat adegan lucu di film yang mereka putar. Sambil mengunyah makanan kecil. Di antara mereka, hanya Hanabi yang memandang lurus ke lembaran surat. Terbesit sebuah firasat, yang membuat perasaannya tiba-tiba tercubit.

𝐏𝐥𝐚𝐲𝐞𝐫 𝐇𝐚𝐧𝐝𝐚𝐥 [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang