[04 Juni 2024, 18.36]'Pesawat NA125 dengan tujuan Jakarta-Kalimantan di kabarkan mengalami kecelakaan setelah hilang radar 11 menit yang lalu, di ketahui bahwa pesawat tersebut jatuh menimpa hutan di sekitar wilayah Sumatra. Saat ini...'
Ishara Sabiru terdiam menatap layar di hadapannya, merasa iba saat memikirkan bagaimana kondisi keluarga yang di tinggalkan. Ini bukan kecelakaan pesawat yang pertama kalinya, tapi tetap saja Isha selalu merasa iba saat kecelakaan yang tidak di harapkan itu terjadi.
Tak jarang, pasiennya juga banyak yang mengalami stress setelah kehilangan anggota keluarganya atau korban langsung dari kecelakaan pesawat tersebut.
Di saat Isha fokus menatap layar televisi, tiba-tiba pintu ruangannya berderit terbuka. Menampakkan seorang wanita sebayanya yang tampak lemas, namun sayang, Isha belum menyadari kehadiran wanita itu.
"Buset, Sha, serius banget ngeliatinnya." Celetuk Aila, selaku sahabat sekaligus partner kerja Isha. Isha langsung menoleh ke belakang, mendapati Aila sedang berjalan ke arah sofa dan langsung merebahkan tubuhnya.
"Lo udah tau berita ini, kan?." Tanya Isha. Aila hanya mengangguk sambil memejamkan matanya, "langsung kesebar cepet."
Gak heran lagi sih, teknologi udah semakin canggih. Semuanya bisa terakses dengan begitu cepat, sampai-sampai Isha pusing sendiri ngeliat perubahan teknologi yang begitu pesat.
"Pulang bareng gue yuk, Sha. Ashvar lagi di jalan nih." Ucap Aila, seraya bangun dari tidurnya. Wanita itu mengecek ponselnya, sebelum beralih menatap sahabatnya.
Isha menggeleng, "nggak ah, lo duluan aja. Gue males jadi nyamuk." Wanita itu kembali menuju ke meja kerjanya setelah selesai menatap layar televisi. Aila mendengus, menatap Isha malas.
"Lo kapan mau nikah, deh? Inget umur, Sha. Udah di tagihin sama Bunda lo juga kan? Ayolah, jangan ngehindar mulu, atau mau gue kenalin ke temen cowoknya Ashvar? Masih banyak yang jomblo loh." Ujar Aila setengah memaksa.
Isha memutar bola matanya malas, gini lagi kan. Pasti ini terus topiknya, mentang-mentang Aila udah nikah 4 bulan yang lalu, sekarang jadi sering ceramahin Isha dan suruh cepet-cepet nikah. Sebel deh. Tapi Isha juga mikir sih, emangnya umurnya udah setua itu ya?
Baru juga 26 tahun.
"Vano aja udah nikah, tuh liat bentar lagi bakalan punya anak. Lah, lo? Punya cowok aja nggak. Apa jangan-jangan lo lesbi, Sha?." Tanya Aila dengan wajah kagetnya dengan tangan yang menutup mulut.
Isha langsung melempar sahabatnya dengan pulpen, "ngotak dulu coba kalau ngomong. Gue masih normal, ya." Serunya tak terima. Enak aja dia di katain lesbi, orang pernah suka sama cowok kok.
"Vano kan cowok, jadi dia lebih gampang buat dapet cewek. Dia udah mapan, udah siap, tinggal ngelamar cewek aja. Masa iya gue yang ngelamar cowok?." Sungut Isha. Itu adalah mantra yang selalu Isha ucapkan ketika dirinya di bandingkan oleh sang kakak kembar, Ivano.
Menyebalkan sekali tentunya, tapi Isha gak pernah marah. Dia turut senang karena sebentar lagi Ivano bakalan jadi ayah, walaupun dia pasti di ejek-ejekin terus karena belum nikah. Tapi biarlah, jodoh gak akan kemana.
Tak berselang lama, pintu ruangan Isha di ketuk. Belum juga Isha mempersilahkan orang itu masuk, pintu lebih dulu terbuka dan menampakkan sosok Ashvar alias suami Aila.
"Udah di jemput tuh, sana pulang." Usir Isha sambil mengibaskan tangannya ke arah Aila. Wanita itu mencibir, tapi kembali menghadap Isha. "Lo beneran gak mau pulang bareng gue?."
"No thank you. Just go home right now, take care." Sahut Isha.
"Kita duluan ya, Sha. Hati-hati kalau mau pulang, udah malem soalnya." Ucap Ashvar sebelum menutup pintu ruang kerja Isha.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU
FanfictionIsha akan selalu mencintai Raga, dan selamanya akan begitu. Namun, takdir tidak ada yang tau, kan? Isha di pertemukan dengan seorang pria yang memiliki trauma akibat kecelakaan pesawat beberapa waktu silam. Tugasnya adalah untuk menyembuhkan Kala, d...