[02 November 2024, 09.08]
Gedung tinggi dengan cat berwarna putih itu tampak menjulang begitu Isha turun di depan lobby rumah sakit. Setelah mengucapkan terimakasih dan membayar, Isha lekas masuk untuk mencari Aila. Wanita itu celingak-celinguk.
"Nyari siapa, dok?." Tanya Savira saat melihat Isha sibuk dengan ponselnya. Dia hendak menelpon Aila, menanyakan dimana keberadaan pasien yang ingin bertemu dengannya.
Isha menoleh cepat, "eh? Vira, kamu liat Aila gak? Tadi dia chat aku katanya ada pasien yang mau ketemu." Jelas Isha sambil menunjukkan ponselnya, pesan yang di kirimkan Aila untuknya.
"Oh! Kayaknya saya tau deh, dok, dia nunggu di depan ruangan dokter. Tapi kalau soal keberadaan Dokter Aila saya kurang tau." Ucap Savira. Isha mengangguk, "oke makasih ya infonya. Saya kesana dulu."
Isha berjalan cepat menuju ke ruangannya, dia merasa bersalah karena telah membuat pasiennya menunggu lama. Begitu sampai di lantai dua, tempat ruangannya berada, Isha bisa menangkap dua orang yang sedang duduk di kursi depan ruangannya.
Sepertinya sepasang ibu dan anak.
"Permisi, selamat pagi. Mohon maaf saya datang terlambat, ayo kita masuk dulu. Kita bicarakan di dalam." Ujar Isha sambil membungkukkan badannya, merasa bersalah.
Wanita paruh baya itu mendongak, tersenyum cerah menyambut kehadiran Isha. "Tidak papa, dok. Saya tau anda juga pasti sibuk." Isha tersenyum, mempersilahkan kedua orang itu masuk.
Mata Isha menangkap sosok pria yang bersama wanita itu, menggunakan masker dan terus menunduk. Dia juga membiarkan poninya menutupi matanya, Isha bisa mengira pria itu seusianya atau lebih sedikit.
"Silahkan duduk." Isha tersenyum mempersilahkan. Wanita itu mengangguk, "terimakasih dok. Sebenarnya kami juga yang datang terlalu pagi, padahal ini belum jadwal dokter." Ucap wanita itu.
"Bukan masalah. Jadi, apa yang bisa saya bantu?" Isha menatap pria yang sedari tadi terus menunduk, Isha takut lehernya jadi sakit karena terus menunduk.
"Ini putra saya, Kalandra Pradipta. Panggilannya Kala. Kala... Mengalami kecelakaan pesawat saat ia tengah menerbangkan pesawat 5 bulan lalu. Saat itu dia menjadi pilot penerbangan tujuan Jakarta-Kalimantan, tapi sayangnya ada terjadi masalah di bagian pesawat membuat pesawat tersebut hilang kendali. Itu kecelakaan pesawat pertama kali bagi Kala, setelah kejadian itu-" Ibu Kala menahan ucapannya. Suaranya serak.
"Kala menjadi sering hilang kendali, dia masih sering terbayang-bayang akan kejadian itu. Dan terus merasa bersalah karena telah menewaskan banyak orang, hanya dia dan beberapa penumpang lain yang selamat. Sisanya tenggelam di laut, sebagian jasad mereka ketemu, sebagian tidak." Lanjutnya.
Isha diam, menyimak. Dia tiba-tiba teringat akan malam itu, 5 bulan lalu, dia sedang melihat berita kecelakaan pesawat itu. Dan Isha tidak menyangka, bahwa yang kini ada di hadapannya adalah pilot yang menerbangkan pesawat itu 5 bulan lalu.
"Sudah 5 bulan berlalu, dan masih seperti itu terus? Apakah sebelumnya sudah coba terapi?" Tanya Isha. Ibu Kala mengangguk, "sudah beberapa kali, dok. Tapi tetap tidak mempan, Kala menderita selama 5 bulan ini." Jawab sang wanita.
Isha menganggukkan kepalanya. Tak jarang kejadian seperti ini terjadi, trauma atas kejadian yang pernah menimpanya. Itu akan berujung stress, bahkan sampai depresi. Tapi menurut perkiraan Isha, Kala mengalami stress berat.
Isha tersenyum, "halo Kalandra. Saya Ishara Sabiru, dokter yang akan menangani kamu sampai sembuh. Semangat ya, yakin sama diri sendiri kalau kamu pasti bisa sembuh."
Kala mendongak sedikit, menganggukkan kepalanya. Tanpa ada niatan untuk menyapa Isha balik. Isha paham, mungkin Kala belum bisa bertemu orang luar kecuali keluarganya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU
FanfictionIsha akan selalu mencintai Raga, dan selamanya akan begitu. Namun, takdir tidak ada yang tau, kan? Isha di pertemukan dengan seorang pria yang memiliki trauma akibat kecelakaan pesawat beberapa waktu silam. Tugasnya adalah untuk menyembuhkan Kala, d...