[2] alunan dari jiwa tapi tanpa hati didalamnya

209 18 7
                                    

Sore itu Juna dan kawan-kawannya tengah berjalan dari sisi satu kampus ke yang lain, hendak mencari tempat makan siang bersama. Tiba-tiba Kai, yang dari tadi agak terdiam tertinggal dari kelompok mereka, menepuk pundak Juna, membuatnya berhenti mengobrol dengan yang lain untuk sesaat.

Yang keluar dari mulut Kai pun pendek.

"Jun."

Akhirnya. Juna menoleh se-kasual mungkin, walau binar di matanya jelas-jelas memancarkan rasa tertarik dan semangat. Kai tidak yakin apakah pandangannya ini betulan atau tidak. Ia menggaruk-garuk tengkuknya sejenak, tampaknya tidak yakin pula dengan apa yang ingin ia lakukan.

"Errrm... mau ke Braga nggak?"

Juna memiringkan kepalanya, mungkin tidak jauh berbeda dari kucing yang telinganya bergerak kesana-kemari ketika sedang berburu.

"Maksud gue," Kai tiba-tiba menambahkan, "Eee, temen gue lagi ada gigs nih, di sekitaran Braga. Acara sama komunitasnya gitu. Nah, siapa tau lu jadwalnya nyamperin mas Halim, mau sekalian gak-"

"Boleh." jawab Juna cepat, "Jam?"

"Sore aja. Sore ke malem... nanti gue anter."

Juna mengangguk-angguk, kemudian memberi gestur ke teman-teman yang jalannya agak jauh di depan mereka sekarang. "Mau ajak mereka juga?"

Dijawab dengan bungkaman dari Kai. Yah, bukan bungkam sih, mulutnya sedikit menganga. Tampaknya dilema internal antara menjadi sopan dengan mengajak teman-temannya yang lain, dan dengan niat aslinya yang hanya untuk mengajak Juna berbicara berdua, membuatnya beku di tempat.

Melihat ekspresi konyol itu Juna tertawa kecil, "Kalo nggak mau ya nggak apa-apa."

"Haha, iya... nggak dulu kayaknya deh. Lagi nggak pengen rame-rame," Jawab Kai akhirnya, "Oh iya, dan... ada yang pengen gue tanyain ke elu, Jun. Soal..."

"Simpen buat nanti aja. Gue masih pusing." Juna buru-buru melambaikan tangannya, kemudian dengan langkah kaki cepat meninggalkan Kai yang keningnya mengerut, kebingungan.

Apa Juna tahu topik yang ingin dia bawa? Sebenarnya memungkinkan, sih. Sepertinya mereka berdua memang dekat... tapi kalau iya, itu berarti Juna tidak mengatakan apa-apa dan menunggu Kai menghampirinya duluan. Kenapa begitu?

Dengan sedikit tidak sabar pula ia berlari-lari kecil, mengejar Juna dan teman-temannya.

Malam itu, alunan musik hardcore - atau metal, ia tidak tahu dan tidak bisa membedakannya - bersatu padu di telinga Juna hingga setiap kali band yang tampil mengambil jeda sebentar justru redamnya semua suara dalam sesaat membuatnya tuli. Hanya saat itulah ia bisa melihat sejenak ke Kai dan bisa berbicara dengannya tanpa perlu berteriak atau berbisik langsung ke telinganya.

"Ini band temen lu?"

"APA?"

"INI BAND TEMEN LU?" Juna mengulang. Ini sih bukan karena bisingnya suara di dalam bar. Tapi karena Kai memang budeg. Pemuda itu membuat suara 'ooh', lalu membungkuk sedikit, bibirnya nyaris mengenai telinga Juna. Sekilas Juna bisa mencium bau pelik dari mulutnya... alkohol.

Ia melirikke gelas cocktail yang dipegangnya, lalu ke tangan Kai. Lelaki itu meminum apa saja dari tadi? Juna tidak sadar temannya memesan minuman yang lebih kuat. Refleks ia merengut, menjauh sedikit dari teriakannya.

"Iya, gue kenal mereka dari anak-anak Samsara yang lain. Tadinya sih event ini ditawarin buat kita," jawab Kai, "Tapi gak jadi soalnya unpaid!"

Itu nama band Kai. Betul juga, kalau dipikir-pikir, ia kira Kai akan tampil lagi malam ini.

[BL] Apakah Susu Coklat Diperah Dari Sapi Coklat?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang