(13) ditikam cinta

44 7 8
                                    

Kai mengerang pelan. Meja belajarnya ini terasa begitu nyaman, ditemani kasak-kusuk seseorang di belakangnya. Tapi yang bisa ia dengar dengan jelas hanyalah suara Juna yang berat dan malas itu. Menyanyikan lagu yang kian hari kian lancar diiringi petikan gitarnya.

"Wuidih, alus Jun."

"Nggak usah gitu deh lo."

"Lah, serius. Padahal aku cuma ngajarin sekali-sekali, tapi kamu udah lancar aja mainnya."

"Gue kan tekun kalo belajar," Juna mendengus, "Lagian, ya gue latihan sendiri juga lah."

"Oh? Kamu beli gitar?"

"...Nggak, minjem... gitar lama dari rumah papa."

Lalu Juna kembali bernyanyi. Nada sumbangnya membuat Kai tanpa sadar tersenyum kecil – setidaknya sedikit mengalihkan perhatian dari mual yang membuncah di perutnya.

***

Malam yang seharusnya menjadi waktu tenang bagi gedung-gedung kampus kini malah lebih ramai dengan berbagai hiruk-pikuk mahasiswa. Anak-anak seni rupa mengisi salah satu lapangan dengan gladi bersih performance pembuka acara, sebagian lain mengecat dan menyiapkan properti penghias. Panitia lapangan berkumpul untuk koordinasi terakhir dengan satpam kampus. Divisi acara serius memberi arahan kepada vendor yang mempersiapkan panggung dan sound untuk siang hari besok. Sementara anak-anak lain yang tidak termasuk dalam kepanitiaan ini asyik menonton, sambil istirahat setelah seminggu pekan UAS penuh dengan belajar serius.

Apalagi di sekre, ramai. Juna bisa mendengar suara-suara gamelan, musik dance, tawaan dan hiruk-pikuk orang. Meski tidak jadi mengundang artis terkenal, seperti tradisi Appreciation Night seharusnya, agaknya anak-anak masih antusias untuk acara ini. Mau tidak mau ia merasakan euforianya juga. Tak jarang ia mendengar ada yang mengucap – akhirnya jadi juga!

Pengadaan Appreciation Night ini pada malam Jum'at. Sementara acara yang diikuti Juna sendiri, Muda-Mudi Antikorupsi, diadakan hari Minggu nanti. Ada jeda sehari bagi panitia untuk bersiap-siap dan berberes. Juna taksir, sih, pengunjung di hari Minggu bakal jauh lebih sedikit. Kemungkinan kampus bakal kosong melompong. Siapa juga yang mau datang di akhir pekan untuk acara aneh seperti itu?

Tak apa, yang penting akan ada rekamannya, dan itu yang Juna andalkan. Rencananya sendiri sudah berjalan lancar sejauh ini. Ketika ia menjelaskan keinginan menjelek-jelekkan ayahnya di depan kamera, Maria terlihat suportif. Jadi mereka berdua sudah merevisi pertanyaan-pertanyaan diskusi untuk menyentil tanpa mengucapkan apapun secara eksplisit. Menggiring ayahnya untuk blunder dengan kata-kata sendiri.

"Lo yakin ini nggak apa-apa, Jun?"

"Gue tau dia kalo ngomong gimana, Mar. Percaya deh."

Awalnya Maria yang masih kesal pada Juna terlihat sangat skeptis dengan rencana ini. Juna pun bisa merasakan itu. Tapi dia bersikeras, ini kemauannya, dan dia tahu apa yang sedang dia lakukan. Akhirnya, di rapat terakhir mereka bersama, pandangan Maria kepadanya jauh lebih lembut dan kalem.

Yah, Juna tidak melakukan itu untuk Maria, atau apa, jadi dia tidak terlalu peduli. Yang jelas ini adalah langkah pertama aktualisasi dirinya, dan bagian itu tidak dia sampaikan pada Maria karena dia tahu perempuan itu hanya akan mengerutkan kening tidak mengerti.

Jadi ketika Maria mendatanginya di unit Kampus Ngeband, memeluk tabletnya seperti biasa, Juna melontarkan senyuman kecil sambil melepaskan jarinya dari senar-senar gitar kesayangan Kai.

"Eh, Mar. Belom balik?"

"Belom... tadi mau nontonin anak SR perform dulu," Jawabnya, lembek.

"Oh, gitu. Besok kayaknya gue dateng pas anak-anak Samsara udah mau main aja, sih."

[BL] Apakah Susu Coklat Diperah Dari Sapi Coklat?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang