1

1 0 0
                                    

Aruni menatap pantulan dirinya pada cermin yang ada didepannya itu, satu kata untuknya yaitu cantik.

Usai merapikan beberapa alat yang digunakannya untuk berias, Aruni turut membawa bedak kecil serta beberapa kosmetik yang diperlukannya untuk touch up saat dibutuhkan, ia memasukkannya kedalam tas tentengnya.

Hari ini Aruni jadwalnya berkencan dengan Paul—kekasihnya yang selama ini menjalani hubungan jarak jauh dengannya. Paul yang barusan kembali dari Kanada itu langsung mengajak Aruni untuk menghabiskan waktu cuti kerjanya.. Secara kebetulan Paul juga mendapat undangan ke pameran seni lukis disalah satu galeri milik Inahmantan klien yang kini menjadi teman baiknya.

Aruni segera keluar rumah saat Paul mengabari jika ia sudah hampir sampai dan benar saja tak butuh waktu lama mobil yang dikendarai Paul memasuki halaman rumah Aruni.

"Cantik sekali sayangku"

Aruni sukses dibuat salah tingkah oleh pujian kecil yang dilontarkan oleh Paul sebelum pria itu mengecup singkat kening Aruni.

"Makasih sayangku yang tampan ini"
Paul tertawa kecil mendengar pujian balik yang dilontarkan oleh Aruni

"Ke kamar mandi bentar ya, aku mau pee"

"Aku masukin ini ke mobil ya?"

Paul mengangguk sebelum dirinya benar-benar masuk kedalam rumah Aruni untuk numpang buang air kecil, ia sudah tidak sanggup menahannya lagi. Ia sudah cukup tersiksa karena jalanan macet disebabkan adanya demo dari mahasiswa.

Aruni yang membawa buket bunga sebagai buah tangan, bermaksud menaruh barang tersebut dibagasi mobil Paul. Namun alangkah terkejutnya Aruni saat banyak sekali balon keluar ketika ia membuka pintu bagasi. Ekspresi kagetnya berubah menjadi senyuman tak kala membaca tulisan yang ada disana, tanpa sadar matanya berkaca-kaca.

Teringat dengan suatu hal dengan mobilnya, usai merapikan kembali penampilannya Paul langsung berlari kecil keluar dari rumah Aruni, tapi langkahnya kian berat saat matanya mengenali balon-balon yang sudah terbang didepannya, pintu bagasi yang terbuka sebagai bukti bahwa kekhawatirannya benar-benar terjadi.

Paul mendekat kearah Aruni yang tengah bersandar pada bagian tengah bumper bagasinya, Aruni bersedekap sambil menatap kekasihnya itu. Aruni langsung datang dan memeluk Paul.

"Yes, i will Paul." Bisiknya

Meskipun ia senang dengan jawaban Aruni, tapi kesedihannya begitu jelas terlihat saat kejutan yang ia siapkan untuk Aruni tidak sesuai rencananya. Meski begitu Paul tetap mengambil sesuatu dari dalam box yang ada didalam bagasi juga.

Aruni langsung menutup mulutnya takkala Paul duduk berjongkok dengan lututnya sebagai tumpuan, ala-ala pangeran yang sedang melamar puteri raja.

Aruni mengangguk saat melihat sebuah cincin yang cantik, dan tak butuh waktu lama benda bundar itu mengisi slot jari kosong ditangan Aruni.

***

"Aku masih nggak ngangka kalau kamu kenal dengan pemilik Crown Gallery" ucap Aruni saat perjalanan menuju ke tempat acara. Ia terus berusaha agar Paul tidak terus-terusan merasa kecewa karena rencana melamarnya gagal. Padahal berulang kali Aruni katakan kalau ia sangat terkejut saat membuka bagasi tadi, itu berarti kejutannya berhasil. Tapi Paul merasa semuanya tidak sesuai rencanya, masih banyak serangkaian yang lain, alhasil moodny sedikit terusik karena ini.

"Dulu Inah mantan klienku semasa dia ada problem soal lukisannya dibawa kabur orang, akhirnya kita temenan mulai dari situ."

Aruni mengangguk paham, mungkin bagi sebagian perempuan diluar sana akan cemburu jika kekasihnya dekat dengan perempuan lain apalagi mereka menjalani hubungan jarak jauh tentu semakin menambah rasa curiga. Tapi tidak bagi Aruni, hubungan ini seperti komitmen, jika salah satu ada yang menghianati komitmen ini ya sudah mungkin itu buka jodohnya.

"Sayang, i'm so sorry about that mistake. Aku nggak tau kalau ngebuka bagasi kamh bakal berakhir kayak gini, tau gitu tadi aku taruh dikursi belakang saja." Akhirnya Aruni kembali merasa tidak enak. Ini kesalahannya tentu ia harus merasa bersalah.

"Aku yang minta maaf sama kamu. Aku—"

Aruni mengecup singkat pipi Paul membuat pria itu langsung terdiam salah tingkah dan tidak sanggup untuk menjelaskan apa yang membuatnya sedih.

"Udah ya? Sayang gak sih kita cuma punya waktu singkat kalau habis untuk masalah kayak gini kita malah melewatkan waktu lebih banyak lagi. Sebentar lagi kita sudah sampai galeri, senyum dong." Pinta Aruni

Dan benar saja, barikade keamanan sudah terlihat yang berarti galeri sudah dekat. Acara pameran kali ini mengundang orang-orang penting dan bukan sembarangan maka dari itu penjagaan begitu diperketat.

Inah menggelar pameran kali ini ia bekerja sama dengan beberapa seniman lukis lainnya, mereka turut memamerkan karya seni mereka yang tentu memiliki nilai yang fantastis.

Paul menggandeng Aruni dan segera memasuki galeri setelah selesai melewati proses pemeriksaan. Keduanya langsung disambut oleh Inah, Aruni langsung menyerahkan bouquet bunga yang sudah ia persiapkan.

"Hai, kamu pasti Aruni ya? Pacar kamu ini bucin banget sama kamu. Pas menangani kasus aku dulu dia sibuk mikirin kamu yang lagi opening toko bunga kamu." Bisik Inah begitu berjumpa dengan Aruni.

Sekarang Aruni paham, kenapa Paul yang cenderung introvert itu bisa berteman dekat dengan perempuan lain, kembali lagi menurut Aruni, Inah orangnya terlihat asik.

"High quality bucin" Aruni balas berbisik pada Inah dan reaksi perempuan itu tertawa membenarkan apa yang diucapkan oleh Aruni. Inah kemudian pamit untuk menyalami tamu undangan lain dan mempersilahkan Paul dan juga Aruni untuk melihat semua karya seni yang ditampilkan.

Satu hal yang baru diketahui Aruni begitupun dengan Paul jika tangan Inah sangatlah ahli dalam melukis, beberapa lukisanya juga sangat detail dan rapi.
Aruni dan Paul terus melangkahkan kakinya melihat satu persatu lukisan yang ada.

"Moiselle, nama yang cantik seperti orangnya. Bagaimana menurutmu?" Tanya Aruni pada kekasihnya. Saat ini mereka tengah berhadapan dengan lukisan besar dengan gambar wajah perempuan cantik yang berwajah oriental.

"Cantik. Tapi menurutku masih tetap cantik kamu."

"Cheesy"

Paul tertawa kecil saat menyadari bahwa Aruni salah tingkah dengan rayuan recehnya.

"Yuk lanjut"

Paul menengok saat ajakannya ditepis oleh Aruni, perempuan itu malah menatap lekat lukisan itu.

"Kenapa?"

"Bentar. Kamu ngerasa nggak sih kalau tatapan Moiselle itu sendu banget?"

"Engga biasa aja, mungkin emang tipe matanya seperti itu. Mata setiap orang kan beda-beda" Paul menatap Aruni dengan heran karena menurutnya lukisan ini biasa saja, memang bagus sih.

"Bukan. Bukan matanya yang aku maksud, tapi aku merasa tatapan dia itu seperti minta tolong."

"Ha?" Paul mencoba melihat kembali tapi ia tidak bisa melihat apapun yang disebutkan oleh Aruni

"Bentar dadaku agak sesek, leherku juga kayak tercekik rasanya." Aruni mencoba berpegangan pada lengan Paul

"Tubuhku rasanya aneh, aku bener-benar merasa kalau Moiselle ini lagi minta tolong. Aku bersedia bantu jika aku bisa, tapi—ah mungkin ini perasaanku saja. Ayo kita lanjut." Aruni langsung menggandeng lengan Paul dan keduanya kembali berjalan.

"Jangan terlalu dipikirkan, memang menurut semua pelukis karyanya menyimpan sebuah cerita, apa aku perlu untuk menemui pelukisnya untuk tau kisah yang selanjutnya?"

Tepat berakhirnya ucapan Paul, tubuh Aruni terhuyung begitu saja. Paul langsung mencoba membangunkan Aruni yang mendadak pingsan.

Day DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang