05. Dia datang

621 57 3
                                    

Vote! Komen!

...

"Raven?" Panggil Kavin ketika tidak mendapati suara tawa jernih milik Raven. "Kamu di mana, Rav?"

"Rav—"

"Sstt, dia lagi tidur. Kapan lagi dia bisa tidur nyenyak." Seketika Kavin duduk diam tanpa melanjutkan tujuannya.

"Ngomong-ngomong, kenalin kita sahabatnya Raven— kita ngenalin diri dia bisa tau nggak, ya?" Sambung Arga berbisik pada sang kembaran.

"Aku juga nggak tau, Ga!" Kini dua bersaudara itu malah saling bertengkar dengan versi bisik-bisikan.

"Saya tau kok. Suara.. dari suara saya bisa membedakannya." Ujar Kavin, dengan senyum kecil. Mereka yang mendengarnya seketika tersenyum walau mereka tau jika Kavin tidak melihatnya.

Sebelum berkenalan Arga duduk di samping Kavin sebagai tanda bahwa ia ada di dekat Kavin. Itu juga bisa mempermudah untuk Kavin yang tidak bisa melihat, "gue Arga, Arga Wijaya." Sambung Arga, tanpa aba-aba. Kavin mendengarnya dengan seksama, bisa di bilang Arga punya suara yang sedikit serak.

"Argan Wijaya, panggil saja Argan, saudara kembarnya Arga." Argan mengambil alih tempat duduk Arga. Kavin dengan baik mendengarkan, ia juga tau bahwa suara Argan berat untuk ukuran remaja pada umumnya.

Setelah Arga dan Argan berkenalan, yang lain juga ikut hingga selesai karena memang saat itu yang datang lebih banyak dari sebelumnya. Kavin juga dengan seksama menghapal nama dan suara-suara mereka yang memang ada perbedaan walau hanya sedikit. "Saya, Kavin Narendra panggil saja Kavin." Di akhir perkenalan Kavin memperkenalkan dirinya sendiri dan itu sedikit membawa satu perubahan dalam dua tahun. Di mana ia bisa duduk berlama-lama di suatu tempat yang baru pertama ia datangi dan itu berkat seseorang yang sedang tertidur lelap dengan dengkuran halus tidak jauh dari posisi duduknya, yaitu Raven.

Orang yang baru ia kenal, baru beberapa kali bertemu tapi sudah membuatnya nyaman.
.

.

.

"Tuan, kemarin anda kemana saja?"

"Oh, maaf membuatmu khawatir. Kemarin ada orang yang mengajakku ke tempatnya dan—sepertinya kau perlu membelikanku ponsel." Sedikit terkejut tapi Arya mengiyakannya.

"Agar aku bisa mengabari mu jika tiba-tiba menghilang seperti kemarin." Itu hanya sebuah alasan.

"Baik tuan. Akan segera saya belikan." Kavin mengangguk dan kembali duduk mengingat momen kemarin yang baru ia alami.

Tempat asing, motor, keramaian anak-anak remaja dan angin malam menerpa wajahnya ketika dirinya pulang. Pengalaman baru yang membuat hatinya berdesir seolah ingin terus merasakannya.

Namun, siapa sangka pertemuan Kavin dan Raven kembali putus. Seperti biasa Kavin kembali ke taman berharap Raven akan datang dengan deru napas yang berpacu cepat di sertai suaranya yang lembut. Tapi, itu kandas ketika minggu kedua Kavin datang Raven tak kunjung terlihat.

"Aku sangat ingin memamerkan jika aku punya ponsel." Gumam Kavin, bangkit dan ingin segera pergi. Tapi, dari jauh—

"Oh, tuan. Kita bertemu lagi."

"Iya. Kita bertemu lagi."

Dia datang, Raven datang. Batinnya berkata senang.

"Kau mau pergi?"

"Tidak. Aku hanya ingin berdiri karena sudah lelah sedari tadi duduk." Jawab Kavin, berbohong.

"Wah, benarkah? Aku pikir kau akan pergi tuan padahal aku baru saja tiba."

The Eyes | KARAVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang