2. J

1K 157 28
                                    

Kalau boleh jujur, Jiyong ingin menertawakan masa kecilnya. Bukan karena melihat dirinya yang bekerja keras sampai ditempat sekarang ia berada. Bukan. Ia ingin menertawakan masa kecilnya yang ingin cepat tumbuh besar dan dewasa. Ingin menertawakan dirinya bagaimana melihat dunia. Menertawakan segala ekspektasi pada jiwanya yang waktu itu begitu naif.

Meski tidak ada penyesalan, Jiyong ingin saja menertawakan dirinya yang dulu. Sekali-kali. Kalau boleh, ingin bertemu pada dirinya yang dulu, mengumpatnya. Semakin dewasa, umur bertambah dan melihat orang-orang disekitarnya membuat keputusan besar. Jiyong kadang-kadang ketakutan, mendapati dirinya berdiri di depan cermin dan merasa seperti seorang pecundang.

''Hei,'' sebuah tangan menyentuh pipinya. Menyadarkan Jiyong dari segala pikiran berat yang datang tanpa ingat waktu dan tempat.

Jiyong menoleh, senyuman Lalisa menyambutnya walaupun sepasang mata hitam disampingnya penuh dengan kekhawatiran.

''Sorry,'' ujar Jiyong pelan, ''Sampai mana tadi?''

Lalisa mengerucutkan bibirnya, ''Aku daritadi belum bicara apa-apa.''

Jiyong meringis, setiap berada disisi Lalisa. Ia menjadi begitu lemah. Bukan dalam arti negatif, justru kebalikannya. Tidak ada yang perlu ia sembunyikan. Jiyong tidak perlu khawatir menjadi begitu transparan. Tidak peduli gadis disampingnya lebih muda, Jiyong tidak perlu selalu menjadi seseorang yang lebih besar untuk Lalisa.

Lalisa menggelitik Jiyong sampai suara tawa itu menggema di dalam studio milik Jiyong, berhenti saat Jiyong mulai berniat membalasnya. Lalisa buru-buru berdiri, menjauh.

''Daripada oppa memikirkan hal-hal yang tidak perlu, bagaimana kalau oppa mengajak ku berkeliling?''

Jiyong menyambut ajakan itu dengan senang hati, sudah lama ia ingin menunjukkan studionya pada Lalisa tetapi kesibukan gadis itu membuatnya selalu tertunda.

Jiyong menarik Lalisa masuk ke bagian yang lebih besar dari studionya.

''Ah! Disini tempat oppa membuat sepatu itu, kan?''

Tanpa perlu dijelaskan, Lalisa heboh sendiri begitu mengenali tempat yang Jiyong tunjukkan.

''Campur warna ini warna itu dan menjadi sepatu yang paling dicari, bagaimana oppa bisa sehebat itu?''

Jiyong menahan tawa, Lalisa berbicara penuh kehebohan yang dilebih-lebihkan sambil memperagakan dirinya saat membuat sepatu kolaborasi dengan Nike. Ia tahu gadis itu sengaja karena melihatnya melamun tadi. Apalagi dengan pancar kejahilan dimata besar gadis itu. Oh, Lalisa ingin meninggikan egonya.

''Aku siapa?'' Jiyong mengikuti permainan Lalisa.

''G-dragon! The trendsetter! Fashion Icon! Fashion King! The-''

Jiyong menutup mulut Lalisa dengan tangan kanan, menghentikannya. Sementara tangan kirinya merengkuh Lalisa. Ia malu untuk berbagai alasan. Tetapi, Lalisa berhasil membuatnya menjadi lebih baik. Maka ia berterima kasih dengan menghadiahi gadis itu kecupan di pipi. Berulang-ulang dan terakhir memberikan satu gigitan, kemudian melepaskan rengkuhannya.

Jiyong gemas.

''Are you feeling better now?''

Jiyong mengangguk, merangkul Lalisa, ''Bagaimana menurutmu?''

''Oppa serius meminta pendapatku? Studio ini berteriak keras bahwa ini milik oppa. Aku menyukainya,'' jawab Lalisa. Menyentuh beberapa lukisan, sambil melirik Jiyong disampingnya. Ia tahu itu tidak boleh tapi ia hanya ingin mendapatkan reaksi dari Jiyong.

A Piece Of Your MindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang