Berita heboh.

2 1 0
                                    

Keesokan harinya di kampus.

"Yaelah, Coy. Gue cariin seharian, tahunya diem-dieman di gudang buku," seru Fahri heboh.  Tidak sadar kalau dirinya sedang berada di ruang perpustakaan kampus.

"Hm, harap tenang," tegur sang penjaga perpustakaan sembari melirik tajam kearah Fahri yang tidak peka.

Beberapa pasang mata yang tengah menekuni buku, sampai harus mengalihkan pandangannya demi melihat suara keras nan cempreng milik si pengganggu ketenangan.

"Ro, Lo kok diem sih?" tanya lelaki berpenampilan kasual itu dengan kesal sambil mendudukkan dirinya di kursi, bersebelahan dengan sang sahabat.

"Gue lagi baca, Ri," jawab Hero pelan dan santai, tanpa mengalihkan pandangan dari buku tebal yang ada di hadapannya.

"Yang buat baca 'kan mata, Ro, bukannya mulut. Lagian ya, Elo itu jenius, nggak pernah lupa, ngapain repot-repotin diri pakai belajar segala? bikin orang yang otaknya pas-pasan kayak gue, jadi insecure karena standarnya macam Lo."

Lelaki berambut hitam gondrong itu tidak menanggapi cerocosan sahabat satu-satunya. Kedua tangan kekarnya mengikat rambut panjang sebahunya ke belakang. Mata sehitam Elang tampak serius  menelusuri kata demi kata pada buku berhalaman tebal, yang ada di atas meja kayu persegi  berukuran lebar.

"Ro, gue ke sini bukan buat Lo kacangin kaya gini. Sakittt Ro ... sakiiitt." Fahri berakting kesakitan sambil memegang dadanya. Kelakuan konyol yang membuat orang-orang di ruangan itu menatap aneh ke arahnya.

Hero melihat sekilas  Fahri, lalu tangannya mengambil ponsel yang ada di saku celana jin dan mulai membukanya.

"Ro, Lo nelpon siapa?" tanya Fahri yang mulai panik. Firasat buruk terlintas di kepalanya.

"Ambulan. Biar mereka yang nganter Lo ke rumah sakit, gue sibuk."

"Busyet, dah. Kenapa jadi ambulan dibawa-bawa sih. Lo alig ya? Udah tutup aja tutup. Gue nggak sakit!"

"Beneran? Gue tutup nih."

Fahri mengangguk cepat.

"Yakin?

Fahri mengangguk-angguk lebih cepat.

Entar kumat?"

Fahri menggeleng kuat.

"Gue tutup ya. Jangan nyesel." Hero memasukkan kembali ponsel ke dalam saku celana sambil mengulum senyum. Mengerjai Fahri selalu jadi hiburan yang mengasyikkan bagi lelaki introvert itu.

"Brengsek, brengsek! Emang Lo, sahabat terbrengsek yang pernah gue kenal!"

"Kayak Lo punya sahabat lain aja," cibir Hero. "Udah kita keluar, sebelum kita di keluarin." Lelaki tinggi berkulit cokelat itu beranjak dari kursi sambil membawa setumpuk buku yang ada di atas meja. langkahnya terayun  menuju ke arah pegawai perpustakaan.  Buku yang akan dipinjam akan dicatat oleh petugas terlebih dahulu.

Fahri bergegas mengikuti langkah sahabatnya itu sambil tersenyum lebar. Taktik licik yang baru saja dilakoninya berhasil menyeret Hero keluar dari "sarang"nya. Jangan salahkan tipu muslihatnya, tapi salahkan saja Hero yang terlalu percaya.

"Harus banget ya kita ke sini?" Hero menatap dengan kesal ke arah Fahri yang baru saja sukses membawanya ke kantin kampus.
Tempat berkumpulnya anak-anak kampus untuk mengisi perut,  sekaligus mengisi nomor kontak WA dengan nomor kenalan yang ditaksir.

Suasana kantin yang ramai adalah sesuatu hal yang membuat lelaki bermata hitam nan tajam itu sangat menyiksanya. Terlalu berisik, teramat sesak dan yang terutama tak ada privasi. Hero sangat menyukai privasi.

MY NAME'S HEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang