Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, matahari mulai terbenam. Yuna yang seharusnya sudah berada di rumah malah berada di ruangan osis bersama sang ketua yang terkenal galak.
"Kamu tau kenapa kamu di panggil?"
"Engga, gue gak ngerasa buat salah, tuh!" Ucap si gadis dengan tangan dilipat di depan dada.
Renjun—ketua osis—menghempas napas kasar, ini sudah ke sekian kalinya Yuna melanggar peraturan sekolah dan gadis itu belum juga jera dengan setiap hukuman yang diberikan.
"Apa papan peraturan sekolah kurang besar? Sudah jelas tertulis 'pelajar dilarang membawa kosmetik ke sekolah dengan alasan apa pun!' kamu gak bisa baca? Mau ngulang tk lagi?"
Perkataan itu sama sekali tidak memengaruhi Yuna, sebanyak atau sepanjang apa pun Renjun memarahinya, itu tidak berdampak padanya.
"Siapa sih yang buat peraturan gak berguna kayak begitu? Emangnya berdampak dengan nilai akdemis gue?"
Renjun menepuk jidat, "hukuman apa yang harus saya kasih biar kamu patuh dengan aturan?"
"Coba aja, gue gak akan takut sama hukuman-hukuman itu! Gak ada dampak beb!"
"Kalau begitu...," Renjun perlahan melangkah mendekati Yuna, "jika memang tidak ada yang bisa membuatmu Jera," ia memojokkan gadis itu pada meja rapat osis, "biarkan saya ikut menikmati hukuman kali ini."
Renjun mengangkat badan Yuna hingga ia berada di atas meja itu. Tangannya menjambak rambut Yuna yang terurai, memberinya akses pada leher putih yang benuh bercak merah.
Ia menyeringai, "habis main dengan siapa? Bekas-bekas ini sepertinya masih belum lama."
Lelaki tersebut melumuri bercak-bercak merah itu dengan air liurnya, lalu menggigit dan menghisap bagian tersebut hingga membuat bercak merah baru di atas yang sebelumnya.
"Renjun aaahh..." desahnya dikala Renjun mengenai titik sensitif di tengkuknya.
"Shuuush, Jangan terlalu berisik!"
Renjun mencengkram rahang Yuna. Bibir mereka bersentuhan, lidah lincah milik lelaki itu menemukan celah untuk masuk ke dalam mulut Yuna dan mulai bertengkar dengan lidahnya. Pertarungan air liur itu dengan mudah dimenangkan oleh Renjun.
Ruangan ber-ac itu terasa gerah, padahal hanya ada dua sejoli itu di dalam ruangan. Tak mau tinggal diam, tangan Yuna diam-diam menyelinap ke dalam baju seragam Renjun dari bawah. Meraba-raba perut enam kotak dan dada laki-laki tersebut yang selama ini terlahang oleh seragam oversized.
Merasa kurang hanya dengan bagian atas Renjun, tangan kanan gadis itu bergerak turun dan berhenti ketika iya merasakan tonjolan yang lumayan besar berbentuk di bawah sana.
"Unghh...," desahan itu seketika keluar dari mulut Renjun, menghentikan aksi lidahnya.
Sentuhan kecil saja sudah membuatnya ereksi seperti ini, reaksi yang tak terduga itu membuat candu.
Yuna mulai menggosok-gosok tonjolan itu dari luar dengan tempo lambat sebagai permulaan. Renjun mendongak, matanya terpejam dan mulutnya menganga.
"Ughh..., Yun—AAH!"
Gadis itu menyeringai, ia mempercepat temponya. Kaki lelaki itu sudah bergetar, Renjun berpegangan pada sisi meja, sepertinya sebertar lagi ia akan keluar.
"Yuna..., Yuna..., saya ma—mau keluar! Unghh!"
Crot
Crot
CrotCairannya keluar, celana abu-abunya menampilkan jelas bagian yang basah terkena sperma. Napas lelaki itu tidak beraturan dan keningnya basah akan keringat.