1

261 17 0
                                    

S E L A M A T  M E M B A C A 🖤

wattpad & instagram: zhkansas

🫧

D E W I  A I R

Esha merasakan tepukan pelan di lengannya. Ketika dia terbangun, wajah Kaivan memandangnya datar. Esha sontak terkejut, tanpa sadar mengelap bibir yang tak ada apa-apa di sana. Seketika remaja 16 tahun itu memalingkan wajahnya dan segera membuka earphone. Diliriknya Kaivan yang berpaling ke Rhea, sahabat Esha yang masih tertidur. Siswa itu mengulurkan tangan untuk menepuk Rhea, tetapi Esha segera bersuara.

"Biar aku yang membangunkannya." Esha menggoyangkan bahu Rhea sebelum Kaivan membangunkan yang lain. "Rhe! Ayo bangun!"

"Hem? Kenapa?" bisik Rhea parau sambil melirik Esha dengan mata memicing.

"Ayo bangun! Cepat!" seru Esha pelan. Kepalanya menjulur ke luar sisi kursi untuk melihat Kaivan. "Padahal dia bisa teriak."

Rhea merenggangkan otot-ototnya sambil menguap. "Dia kan pendiam. Jadi, tidak perlu heran seperti itu."

Esha memandangi Kaivan dan memperhatikan gerak-gerik siswa itu. Kaivan menghampiri sopir dan berbicara dengannya. Tak lama kemudian, Pak Prawara, nama sopir yang membawa rombongan sekolah untuk wisata, berdiri di tengah-tengah kursi depan. Pembicaraan pelan dari beberapa murid mulai mengacaukan ketenangan bus.

"Begini, ada yang bisa menghubungi guru lain? Bu Deepa? Dari tadi saya menghubunginya, tetapi sinyal sulit di sini. Mungkin kalian bisa membantu? Atau kalian bisa menghubungi teman-teman kalian di bus satunya?" tanya Pak Prawara. Semua mulai mengambil ponsel masing-masing dan satu bus langsung mengeluh.

"Benar-benar tidak ada sinyal," gumam Esha setelah melihat eror pada sinyal ponselnya.

"Saya permisi dulu, ya, mau buang air," kata Pak Prawara.

"IYAAA, PAK!" seru murid-murid itu, lalu Pak Prawara membuka pintu bus.

"MASIH JAUH, PAK?" tanya salah satu siswi sambil berteriak dan bergerak tak nyaman.

"MASIH!"

"SANGAT BANGET?"

"YA, MASIH!" balas Pak Prawara, lalu terlihat pria paruh baya tersebut menuju tepi hutan.

Esha memperhatikan suasana hutan itu. Mengerikan. Dibanding takut dengan hantu, Esha lebih takut jika bertemu dengan hewan-hewan buas. Dipandanginya langit yang terlihat aneh. Langit tertutupi oleh awan yang tidak seputih biasanya. Dibanding seputih kapas, awan itu terlihat seperti asap keabuan dari pabrik yang menggumpal.

"Coba lihat, Rhe," gumam Esha. Rhea mendorongnya cepat.

"Aku mau lewat." Rhea berdiri dan Esha menarik kakinya agar Rhea bisa lewat.

"Mau ke mana?"

"Ikut anak-anak. Aku tidak tahan," bisiknya sembari menunjuk sekumpulan siswi yang juga sama-sama tak tahan lagi untuk ke toilet. "Ayo ikut!"

"Tidak. Aku ingin ke luar bus sambil terus mencari sinyal." Esha ikut berdiri sambil menggoyangkan ponselnya. "Kalau aku ikut dengan kalian, siapa yang bisa membantu Pak Prawara?"

Rhea berhenti di dekat pintu depan, lalu menoleh pada Esha. Teringat dua sahabatnya yang berada di bus lain. "Apa Zafia dan Trika tidak bisa dihubungi juga?"

"Ya. Belum ada sinyal sama sekali."

Rhea melambaikan tangan sambil berlari mengejar siswi-siswi lain yang mengarah ke hutan yang berseberangan dengan tempat Pak Prawara tuju. Siswa-siswa di dalam bus meneriaki para siswi yang langsung dibalas para siswi itu dengan kata-kata sinis dengan amarah karena teman kelasnya itu menggoda para siswi dengan kata-kata yang membuat Esha muak. Esha bersandar di sisi bus dan terkadang berpindah tempat berharap sinyal di ponselnya segera muncul. Tanpa sadar, jaraknya dan bus semakin jauh. Esha sampai melompat berkali-kali dan mengangkat tangan yang memegang ponselnya itu. Namun, tak ada kemajuan. Tanda eror tak pernah berubah sedikit pun. Dia menoleh ke bus setelah mendengar suara para siswa yang bernyanyi dan seseorang di antara mereka memainkan gitar.

DEWI AIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang