1 | Memaksa Makhluk Itu Keluar

983 95 0
                                    

Yvanna pun kembali pada dirinya sendiri setelah makhluk kiriman Seruni berhasil dikeluarkan dari pikiran Larasati. Ben menahan tubuhnya dengan cepat bersama Manda, Nania, dan Naya. Pram pun kembali menatap ke arah Yvanna setelah berhasil membuat tubuh Larasati--yang belum sadarkan diri--terlepas dari dinding. Yvanna pun segera mendekat ke arah Larasati yang kini tengah dipangku oleh Ayuni dan Arini.


"Tolong tahan kepala Ibuku," pinta Yvanna.

Yvanna pun segera menyiapkan ajiannya, namun di belakang Yvanna Alfian kini mencoba lebih agresif untuk mendekat ke arah Lili yang masih saling bergenggaman tangan dengan Aris.

"Jaga mereka!" pinta Yvanna kepada ular putih milik Aris, padahal saat itu ia tidak berbalik sama sekali.

Pram dan Narendra tampak begitu kaget dengan kemampuan Yvanna yang benar-benar telah mencapai puncaknya. Tepat seperti yang dikatakan oleh Asmarani yang kini menjadi khodam wanita itu.

"Sedikit saja kamu mencoba menyentuh Adik-adikku, maka aku tidak akan segan-segan untuk membuatmu menderita!" ancam Yvanna kepada Alfian.

Ular putih milik Aris tampak membuka mulutnya lebar-lebar dan siap ingin menyantap Alfian, jika laki-laki itu berusaha mendekat sekali lagi ke arah Lili. Alfian pun langsung mundur, sementara Lili menggenggam tangan Aris semakin erat tanpa melihat ke arah Alfian satu kali pun.

Yvanna membuka kedua tangannya dan tampaklah sesuatu yang begitu terang di antara kedua telapak tangan tersebut. Yvanna segera mendekatkan diri kepada Larasati, lalu memberikan perlindungan untuk bagian belakang kepalanya agar tak bisa lagi ditembus oleh Seruni.

"Apakah Ibumu akan baik-baik saja, Nak? Apakah dia akan bangun lagi seperti biasanya?" tanya Arini, seraya menangis.

"Insya Allah, Bu. Aku akan mengusahakan yang terbaik," jawab Yvanna, sambil terus memusatkan kekuatannya pada Larasati.

Setelah Yvanna selesai memberikan perlindungan, kedua mata Larasati pun terbuka perlahan-lahan dan tampak mencoba melihat orang-orang yang ada di sekelilingnya. Larasati tampak sangat heran, karena ia melihat Arini dan Ayuni yang menangis di sisinya. Ia meraba kedua wajah itu perlahan sambil mengerenyitkan keningnya.

"Kalian kok bisa ada di sini? Kapan kalian datang ke Subang?" tanya Larasati.

"Ra ... ini di rumah kami. Kamu yang datang ke sini bersama seluruh anggota Keluarga Harmoko," jawab Arini, masih belum berhenti menangis.

"Hah? Aku? Aku datang ke sini untuk apa? Aku yakin sekali kalau tak ada keperluan atau masalah yang membuatku harus datang ke sini, Rin. Apa maksudnya perkataanmu?" Larasati semakin kebingungan.

Yvanna pun mengulurkan tangannya ke arah Larasati, dan Larasati pun segera meraih uluran tangan itu dengan cepat.

"Sebaiknya Ibu menenangkan diri lebih dulu. Aku akan mengurus sesuatu, lalu kembali ke sini untuk memberi penjelasan pada Ibu tentang apa yang sebenarnya terjadi. Ibu mau menungguku, 'kan? Hanya lima menit, Insya Allah," bujuk Yvanna.

"Iya, Sayang. Uruslah yang harus kamu urus. Ibu akan menunggu di sini bersama Ibu mertuamu dan Ibu mertua Kakakmu," Larasati setuju.

Yvanna pun memberi tanda pada Tika dan Manda untuk menyeret Alfian keluar dari rumah itu. Ben, Zian, Jojo, dan Aris kini mengosongkan sofa agar Larasati bisa berbaring dengan nyaman. Pram masih tampak terpukul setelah tahu kalau selama delapan belas tahun Larasati sudah sering dirasuki oleh makhluk yang ingin mengacaukan kewarasannya. Ia tak menyangka kalau Seruni akan kembali lagi ke dalam hidupnya setelah Almarhumah Asmarani tiada, dengan cara yang begitu kejam.

Di luar, Alfian benar-benar diseret oleh Tika dan Manda sesuai dengan yang Yvanna inginkan. Sebuah taksi yang telah mereka panggil, datang tak lama kemudian. Alfian dipaksa masuk ke dalam taksi itu tanpa diberi kesempatan untuk mencoba mendekat pada Lili satu kali pun.

"Aku tidak akan melupakan apa yang kalian bertiga lakukan padaku! Aku akan membuat kalian bertiga menyesal karena telah memperlakukan aku seperti ini!" bentak Alfian.

Yvanna pun langsung melemparkan foto-foto yang pernah didapatnya dari seseorang, tepat ke wajah Alfian. Alfian meraih foto-foto itu dan terbelalak saat melihat dirinya yang tengah tak berbusana bersama dengan Ratna, di salah satu hotel yang pernah mereka datangi.

"Dokter Ratna sendiri yang mengirimkan semua foto itu. Dia berniat ingin memperlihatkannya pada Lili, tapi sayangnya aku adalah orang yang menerima kiriman foto itu. Jadi ... sebaiknya kamu tutup mulut rapat-rapat dan jangan coba-coba berharap ingin menjadi Suaminya Lili. Lakukan yang aku suruh, atau semua aibmu itu akan aku buka di hadapan publik. Oh, ya ... jangan lupa untuk menyerahkan surat pengunduran dirimu. Jangan pernah lagi menginjakkan kakimu di rumah sakit milik Ibuku. Katakan juga hal itu pada Dokter Ratna," perintah Yvanna, tak main-main soal ancamannya.

Yvanna pun menatap sopir taksi yang masih menunggu perintah.

"Antar dia ke Subang, Pak. Ongkosnya ada di dalam amplop yang sudah diserahkan oleh Kakakku," pinta Yvanna.

"Baik, Bu," jawab si sopir.

Alfian tampak pasrah dan tak lagi bertenaga untuk memberi perlawanan. Riwayat hidupnya yang sempurna sudah benar-benar tamat sekarang, karena kartunya yang paling menjijikan ada di tangan Yvanna dan bisa menyebar kapan pun jika dirinya berulah. Setelah taksi itu pergi, Tika dan Manda pun menatap ke arah Yvanna.

"Jadi ... selama ini kamu sudah tahu mengenai hal yang membuat Lili tidak merasa nyaman bekerja di rumah sakit dan lebih nyaman bekerja bersama kita?" tanya Tika.

"Ya, aku sudah tahu. Tapi aku jelas tidak bisa membukanya begitu saja. Terkadang, kita membutuhkan peluru yang tepat jika ingin benar-benar menumbangkan lawan yang akan kita hadapi. Foto-foto tadi, jelas adalah peluru yang tepat untuk membuat Alfian menjauh dari Lili selama-lamanya. Lagi pula, kebetulan aku tidak mau mempunyai Adik ipar yang kelakuannya bejat di luar sana. Seenaknya saja berzina dengan wanita lain lalu bermimpi ingin menjadi menantu Keluarga Harmoko. Aku jelas tidak akan membiarkannya," jawab Yvanna.

"Uhm ... ini Kakak atau Nenek?" tanya Manda, ingin memastikan sosok yang ada di hadapannya.

"Ini aku, Yvanna. Kecuali aku meminta pada khodamku, maka tubuh ini akan berganti jiwa dengan sendirinya," jawab Yvanna.

Mereka bertiga pun masuk kembali ke dalam rumah Arini. Larasati terlihat tengah memeluk Lili dengan erat dan menangis penuh sesal atas kejadian yang sama sekali tidak diketahuinya.

"Maafkan, Ibu. Demi Allah Ibu sama sekali tidak punya niatan seburuk itu, Nak. Demi Allah," tutur Larasati.

"Itu memang bukan, Ibu," ujar Yvanna, seraya menepuk-nepuk pelan pundak Larasati. "Aku sudah lama tahu kalau Ibu sering dirasuki seperti tadi. Tapi sayangnya, baru kali ini aku bisa mengeluarkan makhluk kiriman itu dari kepala Ibu, karena baru hari ini aku benar-benar mencapai puncak ilmu putih."

* * *

TUMBAL WARASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang