Perlahan namun pasti Renjana membuka kelopak matanya. Ia berada di sebuah tempat yang tidak begitu asing baginya. Sial klinik kampus lagi! Gumam Renjana dalam hati. Di samping ranjang yang ia tempati terlihat seseorang yang tidak asing pula. Abi! Pekiknya dalam hati. Sekalipun Renjana telah tersadar, mulutnya sulit untuk mengeluarkan kata-kata.
“Sudah bangun tuan putri?” tanya Abi menggoda Renjana. Renjana hanya bisa mengangguk lemah. Ia mencoba untuk duduk akan tetapi tenaganya hampir tidak ada.
“Ish…jangan banyak gerak dulu” protes Abi, seraya ia membantu Renjana untuk duduk.
“Mau minum?” tawar Abi kepada Renjana. Kembali Renjana hanya mengangguk lemah.“Kamu ini kenapa si Re?” Tanya Abi sambil menyodorkan minum yang ada di meja samping ranjang tempat Renjana terkulai. Renjana mulai mengumpulkan suara-suaranya yang hilang. Dengan suara yang parau dia berkata
“Aku sudah tidak kuat lagi, Bi”
“Kamu ini ngomong apa si Re, ngaco ah”
“Aku sungguh tidak kuat, Bi. Aku ingin mati saja”
“Renjana!”
“Aku bingung, Bi”
“Bingung karena apa, Re?”
Abi bertanya-tanya di dalam benaknya. Hal apa yang membuat Renjana sehancur ini dan apa yang Abi bisa lakukan untuk menghiburnya. Akankah selama Abi berhubungan dengan Renjana melalui telepon dan pesan singkat banyak yang tidak Renjana ceritakan?“Papa dan Mama mau bercerai” tegas Renjana.
Abi tak berani mengomentari apa-apa soal itu. Akan tetapi yang Abi herankan adalah bagaimana bisa keluarga Renjana yang begitu harmonis terancam perceraian?“Abi? Kamu mendengarkan aku?” tanya Renjana.
“Iya Re, aku mendengarkan”
“Boleh aku cerita sekarang?”
“Lebih baik kamu sehat dulu”
“Aku sehat sepenuhnya, Bi. Aku sakit karena bertengkar dengan mama kemarin”Abi semakin kebingungan mendengar curahan hati dari sahabatnya. Bukan tidak mau menanggapi atau memberi saran. Akan tetapi Abi takut salah langkah, lebih lagi takut salah ucap. Abi ingin menimpali segala curahan hati sahabatnya, sekalipun tidak semua cerita perlu jawaban atau tanggapan, tapi Abi ingin sekurang-kurangnya menghibur sahabatnya itu. Alangkah indah ikatan persahabatan antara Renjana dan Abi. Tidak hanya saling meminta dan menuntut, lebih dari itu saling memberi dan menuntun.
“Abi…Apa kamu mau mendengarkan aku?”
“Selalu, Re. Selalu!”
“Akhir-akhir ini mama berubah drastis, sejak menghadiri reuni beberapa minggu yang lalu. Demikian pula papa”Abi fokus mendengarkan, ia tidak mau sedikitpun memotong cerita yang sedang dicurahkan sahabatnya. Walau tak jarang banyak pertanyaan-pertanyaan nakal yang muncul secara tiba-tiba dalam benak Abi, tapi ia memilih tetap bungkam dan membiarkan sahabatnya bercerita. Renjana melanjutkan ceritanya.
“Mungkin kamu juga sudah tahu, Bi. Papa dan Mama memang satu sekolah dulu. Mungkin reuni sekolah adalah ajang pertemuan kembali setelah bertahun-tahun menempuh hidup sendiri-sendiri, orang-orang bertukar kisah dan cerita dengan sahabat dan kawan lama mereka.
Kadang kala mereka bertukar kisah dan cerita secara berlebih-lebihan, secara tidak wajar. Mama bertemu dengan mantan kekasihnya dulu di sekolah, ia seorang pejabat sekaligus pengusaha. Usahanya sudah mapan dan sudah berkembang di mana-mana. Mama yang datang bersama papa dan aku hanya bisa mengamini mantan kekasih mama itu. Kemudian papa mengajaku untuk berkeliling dan menemui teman-teman papa semasa sekolah dulu. Sementara itu mama tinggal dengan mantan kekasihnya untuk mengobrol beberapa waktu”
Air muka Renjana mengisyaratkan ia menyimpan kesedihan yang begitu besar dari apa yang ia ceritakan kepada sahabatnya.“Re…kalau tidak kuat jangan dilanjut dulu” Abi memberanikan diri untuk memotong cerita sahabatnya itu.
“Tidak apa, Bi. Aku kuat, ini memang hal yang harus kamu ketahui. Aku akan melanjutkannya” Renjana menghapus air mata yang mulai mengalir di sudut kerlingannya. Abi tidak dapat berbuat banyak, ia hanya menyimak dan memperhatikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana
Fiksi RemajaRenjana adalah gadis yang ditimpa cobaan secara terus menerus dalam kehidupannya. Ia kerap merasa bahwa hidupnya ini tidak lagi berguna sebagai manusia. Ia tidak bisa memberikan manfaat bagi sekitarnya. Akan tetapi Tuhan Maha Adil dan Maha Bijaksana...