au lokal.
.
❝Every day I get lost in that "something about you."❞
Cara melupakan mantan.
1) Blokir semua akun sosial media mantan.
2) Hapus seluruh kenangan bersama mantan.
3) Mencari pacar baru serta membuka hati untuk seseorang.
Kenyataannya, c...
• • • • Bagian 7 || All my better days are the ones spent with you. • • • •
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
- d a n s e l e s a i -
“UANG kas macem apa sampe seratus ribu, anjir! Nyiksa amat.”
Adele, perempuan yang menjadi bendahara di kelas Sabian mendengkus. “Lo belum pernah bayar dari awal masuk sampe sekarang, Sabian.” Tangannya sudah meminta pada Sabian. Ini Sabian kalau tidak bayar hari ini, Adele berniat mengambil ponsel laki-laki itu dan menggadaikannya. “Buru! Keburu kabur itu anak-anak nanti.”
“Dua puluh dulu aja, ya.”
“Iye. Eh, monkey! Jangan pada kabur dulu lo semua! Heh, anak-anak setan!”
“Gara-gara lo, nih! Buru sini duitnya!”
“Eh, eh. Del, kembalian dulu. Anjir ngapain lo ikut kabur. Woy! Gue jajan gimana nanti? Adele! Wah, parah. Alamat ngga makan gue istirahat nanti.”
“Adele, lo mau gue panggil anak setan juga?!”
Sabian berdecak di depan kelasnya. Puasa ia hari ini sampai pulang sekolah nanti. “Ketemu gue jorokin lo, Del, ke solokan depan.” Sabian menggeleng-geleng tidak habis pikir.
Laki-laki itu kemudian bergerak memutar menarik langkah menuju gedung sebelah, memainkan ponselnya hingga berhenti di depan kelas yang dituju, kepalanya melongok ke dalam mencari seseorang.
“Cari siapa?”
“Alula.”
“Oh.”
“Eh, ngga. Gue lagi cari cewek cantik.”
Alula mendengkus. Memberikan susu rasa pisang yang tadi dibeli di kantin. “Nih, buat Bian. Untung belum abis.”
Sabian tersenyum, mengusap puncak kepala Alula sebentar. “Makasih, ya,” ucapnya. Mulai menancapkan sedotan putih yang menempel pada dus susu, lalu meminumnya. “Lo udah makan?” Laki-laki itu menarik lengan Alula yang kosong untuk duduk di samping kelas. Menundukkan tubuh sedikit untuk melihat memar di kaki Alula.
“Masih sakit? Harusnya tadi ijin aja.”
“Udah baikkan kok. Bisa lari juga tadi.”
Sabian tersenyum tipis mendengarnya. “Nantang ya lo jadi orang.” Disimpan susu pisang yang masih tersisa setengah itu. Menjatuhkan tubuh di lantai, melepas sepatu dan kaus kaki Alula. Dahi laki-laki itu berkerut. “Jangan lari-larian lagi. Jalannya pelan-pelan aja, pegangan kalo perlu,” suruhnya seraya memberikan pijatan-pijatan kecil di sana.
“Gue gak lagi bingung kok, Bian.”
“Bukan itu maksud gue, La.” Laki-laki itu mendongak, tepat saat iris keduanya saling bersitatap. “Udah ya, jangan lagi. Udah cukup,” lanjut Sabian. Alula hanya mengangguk menciptakan garis indah pada wajah Sabian yang selalu menarik dipandangi lama-lama.
“Cepet sembuh ya, biar kamu bisa aku ajak jalan jauh.”
Alula menggigit bibir bawahnya menahan senyum lebar yang mendesak ingin keluar. “Iya. Nanti bawa Alula ke pantai ya, Bian.” Seakan memang kakinya bisa menjawab itu kalimat yang Alula keluarkan.
“Oke, siap. Ingetin Alula buat jangan lari-larian dulu ya. Biar kita bisa jalan berdua nanti.” Sabian mengakhiri dengan menempelkan koyo pada memar di pergelangan kaki Alula. “Bilangin juga, Sabian sayang Alula.”
- d a n s e l e s a i -
❝ TO BE CONTINUED ❞
.
Sayang Alula katanya. Tapi ..., gimana yaa ...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
.
Adele yang kalo mau nagih uang kas.
“Del, nyanyi dulu buru. Gue bakal bayar kas asal lo nyanyi.”
Adele be like, “Monet emang lo pada! Dikata gue biduan apa!”
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
