Kaca VIII.

16 5 0
                                    

        "Lio, ngga gitu! Ini dilipat dulu baru di giniin," tegas Hiel saat mereka berdua belajar membuat origami saat istirahat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lio, ngga gitu! Ini dilipat dulu baru di giniin," tegas Hiel saat mereka berdua belajar membuat origami saat istirahat. "Ah, gini.. gini.. gini, kan?" Jolio menunjukkan hasil origami yang sudah ia buat sesuai perintah Hiel.

Satu setengah tahun mereka bersama, satu setengah tahun Jolio menghadapi semuanya dengan tenang, satu setengah tahun Hiel menemani Lio. Hari ini adalah jadwal kemoradiasi Jolio, biasanya ia pergi dengan papanya, namun terkadang juga Hiel ikut menemani saat papanya sedang ada urusan.

Kringggg!

Bel pulang sekolah terdengar, segera Hiel menghampiri Jolio yang sedang membereskan buku-bukunya. Ia menangkap Hiel yang sedang melambaikan tangan di depan pintu kelas. Jolio pun mencangklongkan tasnya, ia keluar mendatangi Hiel dan mereka pun berjalan bersama ke halte.

Saat sedang asyik menunggu, Jolio memberi sesuatu pada Hiel, "Eh, kenapa?" tanya Hiel karena tiba-tiba Jolio menodongkan sesuatu dihadapannya. "Buat Hiel, tadi Lio sempet bikin origami di kelas, karena besok hari Kasih Sayang."

Hiel tertawa keras, "Lucunya! Makasih," ujar Hiel sembari menerima origami buatan Lio, tak lain adalah bunga dan satu bungkus permen besar. "Ini keren banget bikinnya, bagus, bagus!"

Perbincangan itu membuat suasana hangat di keduanya, bus pun datang dan mereka segera menaiki bus tersebut sebelum hari menjelang lebih sore. Hiel menunggu Jolio di luar, sedangkan Jolio menjalani kemoradiasi di dalam.

Sudah lama Jolio menjalani kemoradiasi, namun setelahnya Jolio keluar dengan penutup kepala. Hiel pun menautkan kedua alisnya, "Kenapa pake itu, Lio?" Jolio melirik dokter yang merupakan teman dari papanya dan dokter itu menganggukkan kepalanya, "Efek samping, rambut Lio rontok, ngga terlalu banyak tapi kedepannya bakal rontok terus, El."

Hiel menghembuskan nafasnya kasar, "Gitu, ya.."

Netranya menatap Jolio dengan penuh harap, Jolio hanya berkata tanpa suara, "Ngga apa-apa, jangan khawatir, El." Sehabis dari sana, mereka pun pulang ke rumah masing-masing. Hiel mendapati kakaknya sedang bermain game di teras.

"Kak," panggilnya pelan, Hadan pun mengalihkan atensi pada Hiel, ia tersenyum dan menyuruhnya duduk di samping sofa depan teras. "Kenapa? Kok cemberut mukanya, ngga baik," tanya Hadan sembari mengubah posisinya sedikit miring.

"Takut. Takut Lio kenapa-napa, takut segalanya tentang Lio, Kak." Hiel mengungkapkan perasaannya pada Hadan, ia tak berani bercerita keluh-kesahnya pada Lio, ia masih butuh waktu, ia masih melihat keadaan. Hadan menepuk pelan pundak Hiel, "Jangan terlalu berkhayal sama hal yang belum terjadi Hiel, sekarang mandi, makan, terus doa, ya? Nanti kalo belajar, Kakak temenin," saran Hadan.

Baloney.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang